Usut Tuntas Kasus Mafia Kehutanan

KOALISI Anti Mafia Kehutanan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut tuntas kasus-kasus korupsi kehutanan yang hingga kini belum ditangani alias menemui jalan buntu. Selasa(1/5), koalisi yang tergabung dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Walhi, Silvagama, Greenpeace, dan Jikalahari, mengadakan audiensi dengan KPK. Mereka menyorot beberapa kasus korupsi kehutanan yang melibatkan sejumlah pejabat publik dan korporasi. Koalisi diterima oleh Pimpinan KPK, Abraham Samad, Busyro Muqoddas, dan Bambang Wijayanto.

Teguh Surya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, pemberantasan korupsi di sektor kehutanan belum tuntas. Padahal, sektor ini menjadi salah satu prioritas pemberantasan korupsi dari KPK tahun 2010 dan 2011.  Sektor ini diprioritaskan karena pertimbangan strategis yakni besaran nilai kerugian negara, aktor yang diduga terlibat dan dampak bagi masyarakat luas.

Sejak KPK berdiri sedikitnya ada enam kasus korupsi di sektor kehutanan yang ditangani lembaga antikorupsi ini.  Kasus korupsi ini antara lain penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten di bidang kehutanan. Menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur, dengan tujuan semata memperoleh kayu.

Lalu, pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara Rp89 miliar. Suap terhadap anggota dewan terkait dengan pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan dan alih fungsi lahan, serta suap alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektare di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Juga suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan.

Dari kasus-kasus itu, ada 21 aktor telah diproses KPK, diadili dan divonis oleh pengadilan tipikor. Mayoritas telah menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan. Mereka terdiri dari 13 orang dari lingkungan eksekutif baik mantan kepala daerah, pejabat dinas atau Kementerian Kehutanan,  enam orang politisi dan legislatif serta dua dari swasta

Dalam evaluasi awal koalisi, kata Teguh, menemukan, KPK belum sepenuhnya menuntaskan kasus korupsi kehutanan yang ditangani selama ini. “Dalam bidang penindakan, terdapat sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi kehutanan. Namun, saat ini masih berstatus sebagai saksi atau belum ditetapkan sebagai tersangka,” katanya dalam siaran pers, Selasa(1/5).

Beberapa aktor yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi kehutanan, misal, MS Kaban, mantan Menteri Kehutanan ini. Dalam kasus proyek SKRT, Kaban dinilai memberikan persetujuan dan menandatangani penunjukan langsung kepada PT Masaro. Kaban juga diduga mengetahui ada proses suap dari PT Masaro kepada bawahan di Kementerian Kehutanan “Tetapi dia melakukan pembiaran dan tak melaporkan kepada penegak hukum.”

Dari sejumlah nama yang diduga terlibat hanya Wandojo Siswanto, dan Putranevo yang diadili di Pengadilan Tipikor dan mendekam di penjara. Keduanya dinilai terbukti menerima korupsi. Selain dalam kasus proyek SKRT, nama MS Kaban juga disebut dan diduga menerima uang dalam proses persidangan suap alih fungsi lahan dan proyek  di Kementerian Kehutanan. Dalam kasus ini menjerat Al Amin Nasution, anggota dewan dari Komisi Kehutanan DPR.

Kasus lain,  yang dinilai belum tuntas korupsi terkait penerbitan IUPHHK-HT pada sejumlah perusahaan kehutanan di Riau yang dinilai bermasalah. Kasus ini baru menjerat level bupati dan mantan kepala Dinas Kehutanan Riau. Padahal, dalam catatan koalisi menunjukkan, kuatnya keterlibatan dari Gubernur Riau, Rusli Zainal dan korporasi khusus perusahaan yang diduga menikmati keuntungan dari izin-izin bermasalah itu.

Koalisi pun memberikan beberapa rekomendasi kepada KPK. Antara lain, melakukan evaluasi dan pemeriksaan ulang terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi di sektor kehutanan. “Ini berdasarkan bukti cukup KPK sebaiknya jika tidak perlu ragu untuk menetapkan seseorang atau koorporasi sebagai tersangka.”

Lalu, menjadikan korupsi sektor kehutanan sebagai prioritas, menjerat pelaku korupsi sektor ini secara berlapis, tidak saja dengan UU Tipikor juga UU Pencucian Uang.  Mendorong Kementerian Kehutanan melaksanakan semua rekomendasi  dan saran perbaikan berdasarkan hasil kajian KPK di bidang kehutanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
,