,

Menhut: Cabut Izin Konsesi di Rawa Tripa

MENTERI Kehutanan, Zulkifli Hasan meminta kepada kepala daerah segera mencabut izin pengelolaan lahan (konsesi) yang diberikan kepada PT Kalista Alam, di Rawa Tripa, Aceh. Menhut mengatakan, telah melihat langsung ke lapangan dan menemukan pelanggaran.

“Rekomendasi mengenai pelanggaran sudah kita sampaikan kepada pemerintah daerah setempat,” katanya usai mengikuti nota kesepahaman Kementerian Kehutanan dengan Pemuda Muhammadiyah dalam berkontribusi menyukseskan program penanaman 1 miliar pohon, Kamis (17/5/12) di Pontianak.

Zulkifli mengatakan, hutan gambut Rawa Tripa, merupakan daerah konservasi. Tak hanya karena kedalaman gambut, kawasan itu merupakan habitat orangutan.

Upaya pengelolaan lahan dengan pembersihan dan membakar tak dibenarkan.”Ini bisa ditindak oleh penegak hukum,” ujar dia. Kemenhut, berkomitmen mengawasi kasus ini, sebab orangutan salah satu hewan dilindungi.

Seperti diberitakan awal pekan ini, Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) dan Forum Tata Ruang Sumatera (FOR-Trust) Aceh mendesak Menhut, Zulkifli Hasan, segera menuntaskan persoalan kehancuran Rawa Tripa pasca kunjungan ke kawasan ini minggu lalu.

Juru Bicara TKPRT, Irsadi Aristora, Minggu(13/5) menegaskan, Menteri Kehutanan tidak dapat lepas tanggung jawab begitu saja terhadap persoalan di Tripa. “Meskipun perizinan perkebunan sawit diberikan pemerintah provinsi dan kabupaten,” katanya.

Menhut, juga bertanggung jawab atas persoalan habitat orangutan yang hilang, dan pelanggaran Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011. Sebab, Menhut yang mengeluarkan peta indikatif moratorium sesuai aturan itu.

Juru Kampanye Hutan Walhi, Deddy Ratih, belum lama ini mengatakan, penanganan Rawa Tripa tak ada kemajuan berarti. Sampai saat ini, katanya, pemerintah baru sebatas mengirim tim.

Dari dua tim yang sudah investigasi, Satgas REDD dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menemukan indikasi pelanggaran di sana. “Semua turunkan tim, sudah ada temuan pelanggaran tetapi aktivitas di sana jalan terus. Land clearing jalan terus.”

Seharusnya, berdasarkan hasil temuan itu, pemerintah bertindak cepat. Minimal segera menghentikan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan di Rawa Tripa.

Jika Rawa Tripa rusak, negeri ini akan kehilangan habitat satwa yang dilindungi, salah satu Orang Utan Sumatera (Pongo abelii), lele dan jenis-jenis ikan rawa lain. Ini merupakan sumber ekonomi dan sumber protein penting bagi masyarakat sekitar Rawa Tripa.

Selain Orangutan Sumatera, berbagai jenis primata lain bisa ditemukan di Rawa Tripa, seperti siamang, wau-wau dan kedih. Satwa langka lain di kawasan ini, antara lain harimau Sumatera(Panthera tigris sumatraensis), beruang madu(Helarctos malayanus), buaya rawa (Crocodylus porosus), ular python (sanca).

Juga berbagai jenis burung rawa seperti bangau storm (Ciconia stormi), dan burung belibis (Cairina scutulata).

Tak hanya hewan. Vegetasi dan jenis-jenis tumbuhan di Tripa diperkirakan memiliki komposisi sangat beragam. Rawa Tripa juga memiliki fungsi ekologis sangat penting bagi kehidupan masyarakat sekitar.

Lahan gambut memiliki peranan hidrologis penting karena secara alami berfungsi sebagai cadangan (reservoir) air dengan kapasitas sangat besar.

Sebanyak 21 kepala desa di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya, membuat petisi penyelamatan Rawa Tripa kepada Bupati Nagan Raya dan Gubernur Aceh.

Mereka  meminta mereka menyelamatkan kawasan strategis nasional untuk lingkungan hidup. Perwakilan masyarakat yang bermukim di sekitar Rawa Tripa telah menyampaikan petisi kepada Bupati Nagan Raya melalui Camat Darul Makmur Hamidi di Darul Makmur, 5 Juni 2010.

Perwakilan masyarakat menyerahkan petisi kepada Gubernur Aceh melalui Wakil Gubernur Aceh saat itu, Muhammad Nazar di Banda Aceh, 23 Juni 2010.

Dikutip dari Wikipedia menyebutkan,  kawasan Rawa Tripa seluas 61 803 hektare di pantai barat  Aceh. Tripa mengandung keragaman hayati yang tinggi, di samping sangat penting bagi penduduk setempat. Tripa juga merupakan penampungan karbon terbesar di Aceh.

Tripa mengandung antara 50 dan 100 juta ton karbon dan merupakan penampungan karbon positif bersih. Namun, jumlah karbon yang tinggi sedang dilepaskan karena penghancuran gambut lewat pembakaran, drainase dan oksidasi  oleh  perkebunan sawit.

Artikel yang diterbitkan oleh