,

Greenpeace Kecewa, Kemenhut Bela APP

GREENPEACE kecewa. Laporan dugaan penggunaan kayu ramin oleh pabrik Indah Kiat Perawang, milik Asia Pulp & Paper, dibantah begitu saja, tanpa verifikasi yang transparan, oleh Kementerian Kehutanan.

Zulfahmi, ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, mengatakan, sampai saat ini, mereka belum tahu hasil penyelidikan Kemenhut atas laporan Greenpeace. “Tim minta Kemenhut segera turun agar bukti tak lenyap,” kata Zulfahmi kepada Mongabay Selasa (22/5/12).

Setelah dua pekan menyampaikan laporan, tim Greenpeace kembali untuk menanyakan perkembangan. “Jawaban yang diberikan Kemenhut mengecewakan. Bilang kalau belum ada budget jadi tak bisa klarifikasi cepat.”

Zulfahmi mengatakan, Kemenhut memiliki kaki di daerah baik berupa balai maupun unit reaksi cepat. Contoh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam. “Ini kan bisa dikerahkan untuk tindaklanjuti itu. Kalau lama-lama, barang bukti bisa hilang.”

Greenpeace bersama Walhi melaporkan kasus ini kepada Kepolisian dan Kemenhut, Maret lalu. Yang muncul malah di luar dugaan. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, Darori, mengatakan kepada wartawan, Senin (21/5/12), bahwa APP tak bertanggungjawab atas temuan kayu ramin di Indah Kiat Perawang.

“Greenpeace tidak pernah menguji kertas. Greenpeace hanya menguji kayu,” kata Darori seperti dilaporkan Rakyat Merdeka Online.

Menurut Darori, kayu ramin itu bukan dari APP tapi pemasok dan APP memisahkan kayu ramin karena tak memiliki nilai ekonomi.

Jawaban Darori agak aneh karena kayu ramin memiliki nilai relatif tinggi. Di pasar ekspor harga US$1.000 per meter kubik.

Zulfahmi mengatakan dia heran, “Mengapa sebagai pejabat negara, dan sebelum ada penyelidikan, Darori bisa menyampaikan hal seperti itu?”

APP menyatakan, bahwa mereka “zero tolerance” terhadap illegal logging. APP klaim memiliki sistem untuk tahu bahwa kayu yang masuk ke pabrik mereka adalah kayu legal. Ada sistem check point kayu, yang ilegal akan tersaring dengan sendirinya.

“Apa yang disampaikan, berbeda dengan fakta yang ditemukan di lapangan,” kata Zulfahmi.

Kayu bulat ramin ilegal diidentifikasi di pabrik pulp APP Indah Kiat Perawang. Kayu ramin rentan terhadap jamur berwarna biru jelas. Foto: Greenpeace

Greenpeace menyelidiki pabrik APP terbesar di Indonesia, Indah Kiat Perawang, Riau, Sumatera, selama setahun. Hasilnya, memperlihatkan bagaimana kayu ramin ilegal secara reguler dicampur ke dalam pasokan kayu dari pembukaan hutan alam –atau yang dinamakan kayu keras tropis campuran atau mixed tropical hardwood (MTH).

Perdagangan ramin dilarang hukum Indonesia dan peraturan  the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES). CITES merupakan kesepakatan konservasi internasional mengatur perdagangan spesies dilindungi.

Indonesia menerapkan konvensi ini. Salah satu peran dari Otoritas Manajemen CITES adalah mencegah perusahaan manapun menggunakan ramin ilegal, termasuk ekspor produk turunan.

Selama setahun, Greenpeace mengumpulkan sampel-sampel kecil kayu diambil dari serangkaian kayu yang diidentifikasi sebagai ramin dalam log yard MTH Indah Kiat Perawang. Prosesnya cukup sulit. Sampel spesimen kayu ditempatkan di tas anti bongkar (tamper-proof). Lalu, dikunci dengan segel keamanan dengan kode unik dari pembuat.

Sampel-sampel ini ini dikirim ke Institut Teknologi Kayu dan Biologi Kayu di vTI, di Braunschweig, Jerman. Di laboratorium segel dibuka. Seorang spesialis identifikasi kayu yang terdaftar dalam CITES menganalisis sampel kayu. Tujuannya, untuk mengkonfirmasi identitas mereka sebagai ramin.

vTI, Institut Riset Pemerintah Federal Jerman untuk Daerah Pedesaan, Kehutanan dan Perikanan, adalah otoritas internasional untuk identifikasi sampel kayu. Salah satu peran vTI membantu pemerintah Jerman dengan penegakan peraturan perdagangan CITES melalui identifikasi jenis kayu.

Greenpeace mengirimkan sebanyak 59 sampel kayu. Sebanyak 46 sampel teridentifikasi sebagai ramin, 10 jenis kayu yang masuk daftar merah the International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan tiga dari spesies lain.

Tak hanya bukti sampel. Dari Februari 2011 dan Januari 2012, investigasi mengumpulkan bukti video dalam sembilan bulan terpisah dan mendokumentasikan kehadiran reguler kayu ramin ilegal dalam logyard MTH di sekitar pabrik Indah Kiat Perawang.

Pada, Jumat (2/3/12), dalam siaran pers, APP mengatakan,  mereka sangat menyeriusi setiap bukti dari pelanggaran aturan terhadap perlindungan spesies pohon langka.

Saat ini, APP akan mempelajari dengan seksama. Sebuah tim khusus APP telah dikirim ke Indah Kiat Perawang untuk menentukan apakah ada subtansi dari klaim Greenpeace. “Kami akan menginformasikan kepada stakeholders, kala proses sudah selesai.”

Darori meragukan data Greenpeace. Kemenhut lebih memilih menguji sampel Greenpeace daripada segera turun ke lokasi pabrik—agar barang bukti tak segera hilang.

Kemenhut kini uji DNA terhadap contoh kayu ramin yang diberikan Greenpeace. Dari pengujian ini, kata Darori, nanti akan diketahui pasti apakah benar contoh kayu ramin itu dari area konsesi APP atau bukan.

“Apakah kayu ini  mereka ambil dari area APP atau dari tempat lain? Untuk itu, Kementerian akan merespon dengan melakukan uji kertas,” ujar Darori.

Kemenhut tak menjelaskan apakah sudah turun ke lapangan untuk melihat langsung bukti-bukti yang direkam Greenpeace atau belum.

Mongabay berupaya hubungi Darori untuk mendapatkan penjelasan detil, tapi telepon dan SMS tak dibalas.

Grafis oleh Greenpeace

Deddy Ratih, Juru Kampanye Hutan Walhi mengatakan, jika Kemenhut ingin menguji sampel itu silakan saja. “Namun, satu hal penting, hasil temuan Greenpeace harus segera ditindaklanjuti.”

Darori menyebutkan jika ramin itu dari pemasok. “Pemasok yang mana? Sebab, peraturan menyebutkan, perusahaan yang tak memiliki izin tak boleh menebang kayu ramin.”

Menurut Deddy, akan menjadi masalah kala tidak ada tindakan apa-apa kepada pemasok sesuai aturan berlaku. “Oke kalau itu dari pemasok. Lalu, bagaimana sikap Kemenhut, apa itu lalu dibiarkan?”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,