Aksi Hatam: Lindungi Rakyat dari Tambang

KOALISI masyarakat anti tambang berunjuk rasa di Jakarta, memperingati Hari Anti Tambang (Hatam). Aksi gabungan dari Walhi, Kiara, Fitra, KontraS, Jatam dan Front Pejuang Rakyat (FPR), Selasa(29/5/12) ini diawali di Gedung Rasuna Epicentrum, Pasar Festival. Setelah itu dilanjutkan di depan Gedung Wisma Bakrie 2 di Jalan Rasuna Said.

Peringatan Hatam ini berawal dari kasus lumpur Lapindo yang tepat memasuki usia enam tahun, pada 29 Mei ini. Di depan pintu masuk Epicentrum koalisi membentangkan beragam poster, foto-foto dan aksi teatrikal.

Aksi teatrikal menggambarkan korban Lumpur Lapindo. Foto: Sapariah Saturi-Harsono

“Masa Depan Indonesia Bukan Tambang.” “29 Mei Hari Anti Tambang. Pulihkan Hak Rakyat. Lawan Kebodohan dan Lupa.” Lalu, di bagian depan ditunjukkan beberapa foto yang memperlihatkan rumah yang terendam, sampai anak korban lumpur Lapindo.

Dalam aksi itu ada sebuah keranda mayat bertuliskan 6 Tahun Lumpur Lapindo. Lalu, muncul manusia berjubah hitam, bertopeng bertuliskan “penjahat lingkungan.” Laki-laki ini menggambarkan sosok pengusaha.

Ada seorang pria yang terlihat menderita. badan berlumur lumpur. Dia menangis karena tersiksa dampak tambang. Pria menyedihkan ini menggambarkan warga korban tambang.

Badan penuh lumpur, sebagai satu contoh tragedi tambang yakni, kasus luapan Lumpur Lapindo, di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim).

Tampak dalam aksi teatrikal itu, warga teraniaya. Memohon kepada pengusaha, tapi tak dipedulikan. Penderitaan mereka tiada henti. Mereka hanya bisa menangis dan menangis…

Nasib korban lumpur Lapindo. Foto: Sapariah Saturi-Harsono
Pengusaha tambang santai, warga menderita. Foto: Sapariah Saturi-Harsono
Pulihkan hak rakyat. Foto: Sapariah Saturi-Harsono

Haris Balubun dari Jatam dalam orasi mengatakan, lumpur Lapindo satu contoh betapa tambang, tak hanya merusak lingkungan hidup, juga menyengsarakan rakyat. Dia meminta, Aburizal Bakrie, bertanggungjawab. Tambang PT Lapindo Brantas, milik Nirwan Bakrie, adik Aburizal Bakrie.

“Kasus-kasus tambang menyengsarakan rakyat. Coba lihat dari Aceh sampai Papua.”

“Enam tahun sudah lumpur Lapindo. Warga kehilangan kehidupan. Ratusan anak kehilangan sekolah, pemuda-pemuda jadi pengangguran. Kembalikan hak rakyat!”

Sekitar 30 menit di Epicentrum, aksi dilanjutkan ke Gedung Bakrie 2. Mereka longmarch ke gedung yang berjarak sekitar 200 meter dari Epicentrum itu.

Para aktivis membentangkan poster tepat di belakang plang nama gedung. Lalu, tepat di depan papan nama “Bakrie 2”, aksi teatrikel kembali digelar.

Seorang pria duduk ‘manis’ sambil melulur badan dengan lumpur. Tak hanya melulur badan, dia juga melumuri tulisan di plang nama dengan lumpur juga. Duduk santai di sini lain pria berjubah hitam.

Teriakan,” Tuntaskan Tuntaskan Kasus Lapindo,” terus diulang-ulang mengiringi aksi teatrikal ini.

Fredy dari FPR berorasi. Dia mengatakan, sudah menjadi kebiasaan, kala tambang beroperasi, mereka tak mau menanggung biaya sosial yang ditimbulkan. Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan yang didengung-dengungkan, tak lebih hanya promosi produk belaka.

“CSR tak mampu menjawab masalah sosial masyarakat yang muncul karena tambang,” teriak Fredy.

Aksi Hari Anti Tambang. Foto: Sapariah Saturi-Harsono
Penderitaan warga yang terabaikan. Foto: Sapariah Saturi-Harsono
Warga tak berdaya. Foto: Sapariah Saturi Harsono
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,