Bom Ikan, Tetap Marak Meski Terus Ditindak

Kendati sudah dilarang, modus penggunaan bom ikan untuk menangkao ikan di laut, hingga kini masih marak di Indonesia. Bahkan, kini modus mereka semakin canggih. Diungkapkan oleh Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan Ansori Zawawi, mengatakan, pelaku sudah mulai menggunakan detonator dan kabel panjang untuk mengelabuhi kapal patroli.

“Jadi, sekarang agak sulit menemukan pelaku berada di sekitar lokasi pemboman ikan. Mereka sudah menggunakan detonator,” kata Anshori.

Penggunaan bom ikan, tidak hanya mematikan ikan tangkapan, namun juga merusak mahluk hidup di perairan secara luas, menyebar polutan, dan racun, serta membahayakan manusia itu sendiri. Seperti yang terjadi di perairan Alor pekan lalu, seorang nelayan Lembata, Abdul Rahman tewas setelah bom ikan yang diduga terlambat dilepasnya sehingga meledak dan menewaskannya.

Empat teman lainnya kabur setelah menguburkan Abdul Rahman di kampung halamannya di Taman Haur, Desa Tobotani, Kecamatan Buyasuri Lembata hari itu juga. Kasus ini kini ditangani oleh pihak kepolisian.

Kabag Humas Polres Lembata, Aipda Wajab Wuakero kepada Pos Kupang (Tribun Network) di Polres Lembata mengungkapkan, keempat nelayan lainnya masih dalam pengejaran polisi.

“Mereka sudah kabur setelah mengubur korban yang tewas. Mereka satu perahu. Pertanyaan kita, mengapa mereka lari? Ini ada apa?” kata Rajab.

Rajab mengatakan, keempat nelayan itu antara lain, Masdi, Sleman, Bondo dan Roby. Mereka diduga bersembunyi di Pulau Buaya, wilayah Kabupaten Alor.

Tidak diketahui pasti mengapa keempatnya kabur dari kampung halaman mereka pascakejadian itu. Apakah karena takut aparat keamanan atau keluarga korban, polisi masih menyelidiki hingga kini.

Upaya untuk menekan penggunaan bom ikan, masih terus dilakukan oleh pihak kepolisian Republik Indonesia. Kendati masih bersifat parsial, dan sporadis. Kasus terakhir adalah penangkapan pria bernama Deli warga Lampung Selatan yang ditangkap polisi karena diduga sebagai produsen bom ikan. Deli dibekuk personel dari Kepolisian Air Polri yang tengah diperbantukan di wilayah perairan Bakauheni, 14 Mei 2012.

Direktur Kepolisian Air (Polair) Polda Lampung Komisaris Besar Edion menjelaskan, patroli tersebut menggunakan kapal Anis Kembang 613. “Saat penggeledahan KM Bone Ayu yang dikemudikan Deli, polisi menemukan bubuk-bubuk bahan pembuat bom ikan. Bubuk bom ini disimpan di dalam tumpukan batu es,” kata Edion, Senin (28/5/2012), di Bandar Lampung.

Selain itu, polisi juga menemukan tiga botol kosong untuk kemasan bom ikan, dua botol besar bom ikan, dan bubuk potasium. Praktik penangkapan ikan dengan bom selama ini masih terus berlangsung di perairan Lampung dan menjadi momok kerusakan ekosistem laut, khususnya terumbu karang, di wilayah tersebut.

Penangkapan ikan secara ilegal dengan bahan peledak dan sianida yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan kerugian di perairan nasional sekitar 6 juta dollar dalam jangka waktu 10 tahun ke depan.

Hal itu ditegaskan Sekretaris Eksekutif Program Penyelamatan Terumbu Karang (Coral Reef Rehabilitation and Management/Coremap) II Jamaluddin Jompa. “Hampir 90% ikan-ikan yang ditangkap nelayan itu berhabitat di karang. Jadi menangkap ikan dengan bom atau bius sianida secara langsung menghancurkan terumbu karang. Kerugian yang ditimbulkan lebih dari 6 juta dollar,” tuturnya.

Dia merinci nominal kerugian itu diperhitungkan dari penurunan sumber daya perikanan akibat kerusakan terumbu karang yang menjadi habitat ikan-ikan karang yang berkisar Rp 15 juta per hektare.

Penangkapan dengan bahan peledak, lanjutnya, menimbulkan kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan penggunaan racun sianida. Akibatnya dalam jangka waktu 20 tahun sejak 2000, kerugian secara ekonomis diperkirakan mencapai 20 juta dollar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,