DPRD Kaltim Akan Tuntut MS Kaban Karena Terbitkan SK Menteri Penyebab Deforestasi

DPRD Kalimantan Timur akan melaporkan mantan Menteri Kehutanan M.S Kaban  kepada pihak berwenang akibat Surat Keputusan Menteri yang pernah dirilisnya tahun 2009 yang dinilai menyebabkan meningkatnya deforestasi di propinsi tersebut.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Andi Harun menyatakan, ia menemukan kejanggalan SK Menhut 577/2009 yang diterbitkan sehari sebelum Kabinet Indonesia Bersatu I berakhir ditengarai memiliki beberapa motif. Hal ini diungkapkan Andi Harun usai melakukan Inspeksi  sebagai lanjutan sejumlah pertemuan yang mengupas permasalahan Bukit Soeharto. Ikut dalam tinjauan lapangan, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman (Unmul), Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim, serta Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim.

Kisruh kebijakan pemerintah di Tahura Bukit Soeharto berlangsung puluhan tahun. Informasi yang dikumpulkan oleh Kaltim Post, sejumlah ketidakkonsistenan mengiringi dasar hukum atas hutan yang diperkirakan menyimpan potensi lima miliar metrik ton batu bara ini. Menilik dokumen yang diperoleh Komisi III, pengukuran Bukit Soeharto dibuat pada November 1989 hingga Februari 1990. Berita acara tata batas diselesaikan 10 Maret 1990 dan disahkan pada 15 Mei 1991.

Anehnya, tata batas tidak masuk lampiran SK Menhut 270/Kpts-II/1997 yang menetapkan hutan konservasi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas 61.850 hektare. Pada 2001, keluar lagi peta lampiran penunjukan kawasan hutan dan perairan Kaltim dalam SK Menhut 79/Kpts-II/2001.

Tiga tahun kemudian, ada lagi peta dalam SK Menhut 160/Menhut-II/2004. Dengan demikian ada tiga peta yang memiliki batas berbeda. Ketiga peta berbeda tersebut, menurut dugaan PPHT Unmul, menjadi celah penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara oleh Pemkab Kukar.

Pada kurun 2003 sampai 2008, kaveling tambang dibuat semepet-mepetnya dengan Bukit Soeharto. Itu berdasarkan peta yang memuat Bukit Soeharto paling kecil luasnya.

Pertambangan di dalam Taman Hutan Raya Bukit Suharto. Foto: Kaltimprov.go.id

Banyaknya peta di Tahura membuat Malem Sambat Kaban –Menhut sebelum Zulkifli Hasan– menerbitkan SK 577/Menhut-II/2009. Tertulis dalam pertimbangan SK butir (d) –bahwa berdasarkan peta lampiran Berita Acara Tata Batas 10 Maret 1990 yang disahkan 15 Mei 1991, terdapat perbedaan delineasi  (penggambaran batas) kawasan hutan.

Butir (e) menambahkan, perkembangan teknologi pemetaan dan penginderaan jauh perlu didayagunakan untuk kepastian kawasan hutan. Maka pada 29 September 2009 atau sehari sebelum berakhirnya masa jabatan, Kaban menerbitkan SK 577 yang menetapkan Tahura Bukit Soeharto seluas 67.766 hektare. Bertambah dari sebelumnya yang 61.850 hektare.

Alhasil, 50-an IUP yang sebelumnya di luar, masuk areal hutan konservasi. Terbanyak di sisi timur Bukit Soeharto yang wilayah hutan pendidikan Unmul.

Namun begitu, SK tadi menyatakan, IUP yang sebelumnya di luar tetapi akhirnya masuk Tahura karena keputusan Menhut, tetap berlaku sampai izinnya berakhir. Di sini kejanggalannya. Andi Harun mengatakan, poin penting SK ini yakni batas-batas Tahura yang merujuk berita acara tata batas 10 Maret 1990 dan disahkan setahun berikutnya.

Itu berarti, batas Tahura yang sekarang, sesuai SK 577/2009, sudah diakui sejak 22 tahun lalu. “Menurut sistem hukum, tata batas merupakan proses sebelum penetapan kawasan yang disertai pematokan batas kawasan hutan,” terang Andi Harun kepada Kaltim Post.

SK Menhut 79/2001 juga menetapkan kawasan hutan dan perairan telah ditunjuk dan ditetapkan. Secara teknis tidak dapat dipetakan dalam lampiran SK yang masih berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan, 50-an IUP yang mendapat keistimewaan dari Menteri Kaban tadi, telah masuk Bukit Soeharto sejak 1990. Bukan setelah terbitnya SK 577/2009.

Adapun pengecualian bagi IUP dalam SK 577/2009, yakni tetap berlaku sampai berakhirnya izin, juga dinilai melanggar UU 41/1999 tentang Kehutanan juncto UU 19/2004. Dalam peraturan ini, aktivitas demikian hanya dibolehkan di hutan produksi dan hutan lindung.

Saat menemui Dirjen Planologi, Kemenhut, awal bulan ini, Komisi III mendapat kepastian bahwa SK 577/2009 hanya memiliki satu interpretasi. Artinya, SK tersebut sudah final dan tidak diubah lagi.

Berdasarkan runtutan tersebut, Andi Harun mempertanyakan motivasi MS Kaban menerbitkan SK 577/2009. “Komisi III akan membicarakan hal ini secara internal. Jika sudah diperoleh kesimpulan, bisa didorong kepada aparat berwenang,” terangnya.

Sebagai tambahan, penerbitan puluhan IUP di sekeliling Tahura oleh Pemkab Kukar juga ditengarai menyalahi pasal 56 dan 57 Peraturan Pemerintah (PP) 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam. Dalam PP itu ditegaskan, daerah yang berbatasan dengan hutan merupakan kawasan penyangga. Pemerintah harus menjaga dan merehabilitasi kawasan tersebut bukannya menerbitkan izin tambang.

Dalam laporan ini, DPRD Kaltim dan sejumlah pihak akan meminta 15 perusahaan tambang yang beroperasi tersebut menghentikan operasinya sekaligus menghentikan pembuatan jalur angkut untuk truk-truk pertambangan, karena akibat aktivitas ini sejumlah besar wilayah sudah gundul.

Izin pembuatan jalur angkut ini sendiri sekarang masih diselidiki, Pihak Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim mengakui bahwa mereka menerima tiga mobil patroli dari perusahaan tambang tersebut untuk memberikan izin pembuatan jalur angkut tersebut.

DPRD Kaltim juga akan melaporkan mantan Menhut M.S Kaban karena SK yang diterbitkannya justru menyebabkan deforestasi di dala wilayah hutan yang dilindungi. “Kami akan merestorasi kembali hutan ini seperti dinyatakan dalam statusnya sebagai hutan konservasi.”

Sementara itu, Isal Wardhana Direktr Eksekutif Walhi Kalimanta Timur juga senada dengan Andi Harun, bahwa tidak seharusnya operasi pertambagan ada di dalam sebuah hutan konservasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,