Pabrik Gula Cemari Surabaya, Ecoton Minta Kementerian BUMN Tanggung Jawab

Akibat tercemarnya sejumlah kali di Surabaya yang menyebabkan matinya ribuan ikan, lembaga Ecological Observation and Wetland Conservation Surabaya, menuntut pabrik gula yang beroperasi di wilayah tersebut. Sejumlah perusahaan penghasil gula tersebut, disinyalir telah menyebabkan beberapa kali di Surabaya tercemar melalui pembuangan limbah dan pengolahan limbah yang tidak dilakukan secara profesional.

Melalui surat tertulis kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan, mereka menyampaikan bahwa bahwa keberadaan Pabrik Gula (selanjutnya disebut PG) di Kali Brantas 6 tahun terakhir menimbulkan krisis dan trauma lingkungan bagi Warga Jawa Timur khususnya di Daerah Aliran Sungai Brantas dan Kali Surabaya. Dalam Pantauan Ecoton sejak tahun 2005 ada 4 PG yang menimbulkan traumatik lingkungan dan ancaman kualitas air sungai Brantas

Menurut catatan Ecoton, beberapa peristiwa utama yang menyebabkan polusi di kali Surabaya telah terjadi sejak tahun 2001 silam. Setidaknya, tiga kali peristiwa besar terjadi akibat kelalaian pabrik gula di Jawa Timur dalam mengelola limbah buangan mereka, dan menyebabkan matinya ikan, dan memengaruhi standar kesehatan masyarakat di kota Surabaya, diantaranya adalah:

Ikan-ikan mati di kali Surabaya. Foto: Ecoton

1. Tahun 2001, tragedi tetes PG Ngadirejo. Kebocorantetes PG Ngadirejo menimbulkan kerusakan dan matinya ikan dari Wilayah Jombang, Mojokerto hingga sepanjang Kali Surabaya. Dari pantauan lapangan ecoton menemukan bahwa kebocoran tetes ini juga menyebabkan rusaknyasawahwarga

2. Tahun 2007, Kelalaian PG Gempol Kerep dan Krisis air Kota Surabaya akibat Tutupnya operasional PDAM surya Sembada selama 6 Hari. Terjadi kebocoran beberapa pipa dan terjadi banjir di areal PG Gempol Kerep. Air yang mengalir melalui Ngares dan Kali Marmoyo ini menyumbangkan bahan pembunuh ikan. Bahan baku gula dengan COD dan BOD tinggi langsung membuat sungai menjadi penuh dengan bahan organic dan menyebabkan penipisan oksigen dalam air akibatnya ribuan ikan dari Desa Perning (JetisMojokerto) hingga Rolak Jagir Wonokromo (Surabaya). Banyaknya ikan yang mati menyebabkan tersumbatnya intake PDAM di KarangPilang.

3. Tahun 2012. Pembunuhan massal ikan dan kecerobohan PG Gempol Kerep. 25 Mei 2012 sebenarnya bau kerusakan IPAL sudah tercium oleh warga dengan matinya ikan-ikan di wilayah yang dilalui Kali Marmoyo di Desa Wonosari dan Desa Sidogede. Dari laporan dan paparan Tim Investigasi Kali Surabaya yang dibentuk Gubernur JawaTimur di laporkan bahwa pada Sabtu Dinihari 26 Mei 2012 terjadi pelepasan limbah dan terjadinya kerusakan tabung penampung nira. Limbah cair menimbulkan busa dan warga coklat tua dengan diikuti oleh lender-lendir yang memenuhi badan air Kali Surabaya. Pukul 05.00 WIB ecoton menerima laporan warga terkait matinyai kan di Desa Lebani Waras Kecamatan Wringinanom Gresik. Oksigen terlarut tercatat hanya 2 ppm dan di Desa Bambe DO turun hingga 0,98 ppm, suatu keadaan dimana sungai dapat dikatakan sebagai sungai septik/kali mati karena tidak ada oksigen telarut dalam air. Terjadinya ikan mati massa lini berlanjut hingga Selasa 29 Mei 2012.

“Sungai bukan sekedar Wadah Air bagi pemenuhan kebutuhan manusia untuk minum dan kebutuhan sehari-hari, lebih dari itu Sungai, Khusunya Kali Surabaya adalah habitat/tempat tinggal bagi beragam jenis ikan” ungkap Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton.

Hal ini sangat membahayakan, terutama karena air dari PDAM untuk minum dan kebutuhan penduduk Surabaya disuplai dari kali ini. Setidaknya ada empat poin pelanggaran yang dicatat oleh Ecoton telah dilakukan oleh para BUMN penghasil gula tersebut.

1. Kejadian ikan mati secara massal 25-29 Mei 2012 termasuk dalam perusakan lingkungan dan pemusnahan spesies-spesies langka di Kali Surabaya. PG Gempol Kerep telah melakukan kejahatan lingkungan yang luar biasa terhadap ekosistem Kali Surabaya karena kali merupakan bahan Baku PDAM Kota Gresik dan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, lebih dari 25 Tahun semua fihak sudah mengetahui bahwa Kali Surabaya adalah sungai yang menjadi 96% bahan baku PDAM, sebagai bahan baku air minum dan kebutuhan setiap hari lebih dari 449.000 Pelanggan PDAM. Seharusnya PG Gempol Kerep menerapkan prinsip kehati-hatian karena limbah cair yang dibuang akan bisa mengontaminasi bahan baku air minum bagi manusia. Hal ini adalah sebuah pelanggaran Hak Asasi manusia yang dilakukan oleh PG Gempol Kerep karena semua warga negara berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat. Sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (UUPPLH 32/2009).

2. Kali Surabaya merupakan ekosistem yang rentan. Kali Surabaya selama ini digunakan sebagai sarana pembuangan limbah domestik dan limbah industri, dari penghitungan daya tamping beban pencemaran yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2006 menyebutkan bahwa Kali Surabaya hanya mampu menampung 35 ton Beban Limbah Organik, namun faktanya kini setiap hari Kali Surabaya dibuangi lebih dari 75 Ton beban Limbah Organik. Beban ini bertambah berat dengan banyaknya industri yang berdiri di Wilayah Wringin Anom dan maraknya bangunan-bangunan baru di bantaran kali Surabaya, terdapat lebih dari 7000 bangunan liar. Sehingga penambahan sedikit saja limbah ke Kali Surabaya maka akan mudah terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang menyebabkan stress/tekanan bagi ekosistem sungai, salah satu indikatornya adalah ikan mati massal. Rentannya Kali Surabaya seharusnya membuat semua aktivitas manusia di Kali Surabaya harus lebih hati-hati sebelum membuang limbah cair kebadan air Kali Surabaya, perilaku arogan PG Gempol Kerep dapat dikategorikan sebagai kecerobohan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan ekologis.

3. Matinya Puluhan Ribu Ikan dan mengabaikan upaya pemulihan dan penurunan beban pencemaran Air Kali Surabaya oleh Pemerintah Propinsi JawaTimur. Pencemaran sungai telah menyebabkan matinya 892.712 ekor ikan yang terdiri dari 11 Spesies ikan (Tabel Estimasi Nilai Ekonomi Ikan yang mati Di Kali Surabaya 26-28 Mei 2012) . Beberapa ikan yang mati diantaranya adalah Bloso dan Sili, kedua spesies ikan ini merupakan jenis ikan langka dan merupakan penghuni dasar sungai, sehingga pencemaran limbah cair telah menyebabkan kerusakan ekosistem dasar sungai Kali Surabaya. Dengan Matinya ikan sekaligus juga menjadi indikator buyarnya program penurunan beban pencemaran Kali Surabaya yang di jalankan oleh Pemprov Jatim 2011-2012 yang telah menurunkan 14% beban pencemaran.

4. Kelonggaran terhadap penetapan baku mutu. Selama ini penetapan baku mutu mengacu pada SK Gub 45/2002 tentang baku mutu limbah cair ditetapkan dengan pertimbangan kemampuan industri dan pertimbangan teknologi pengolahan limbah cair. Kebijakan ini jelas memanjakan industri karena batas parameter air limbah yang dibuang dibuat sesuai dengan kemampuan masing-masing industri. Idealnya limbah cair yang dibuang harus menyesuaikan kemampuan media lingkungan yang akan dijadikan tempat pembuangan. Pembuangan limbah cair PG Gempol Kerep seharusnya taat pada standar baku mutu yang telah ditetapkan namunf aktanya selama tahun 2005-2012 selalu saja melakukan pelangggaran bakumutu, bahkan pada tahun 2007 dan 2012 air limbah yang dibuang jauh diatas standard an menimbulkan bencana bagi Kali Surabaya.

Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi LahanBasah (Ecoton) bekerjasama dengan Buddhist Education Center (BEC) dan beberapa Komunitas Kota Surabaya sejak tahun 2005 hingga 2011 rutin melakukan kegiatan pelepasan puluhan ribu ikan di Kali Surabaya, ritual pelepasan ikan (Fang Shen) bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada makhluk Tuhan berupa Ikan supaya bisa hidup menyatu dengan ekosistem di Kali Surabaya.

Gerakan membersihkan kali Surabaya. Foto: Ecoton

Tahun ini Ecoton juga mendorong  Pemprov JawaTimur untuk menetapkan kawasan hulu Kali Surabaya menjadi kawasan suaka perairan karena terdapat lebih dari 16 Spesies ikan ditemukan di Hulu Kali Surabaya (Mlirip-Bambe). Atas berbagai perusakan sungai akibat pembuangan limbah dari Pabrik Gula Gempol Kerep, Ecoton meminta PTPN X dan Kementerian BUMN untuk melakukan pemulihan ekosistem Kali Surabaya dengan membayar ganti rugi kematian ikan sebesar Rp. 1.152.160.000 (penghitungan terlampir) dan melakukan restorasi ekosistem Kali Surabaya melalui pemulihan ikan asli Kali Surabaya dengan membangun sarana pembenihan/pembibitan, restorasi bantaran dan edukasi masyarakat di DAS Kali Surabaya sebesar Rp. 2.700.000.000 (penghitungan terlampir)

Tanggal 18 Juni silam, Ecoton telah memasukkan pengaduan ini ke Kementerian BUMN di Jakarta, dan memberikan tenggat waktu 10 hari untuk mendapat tanggapan dari pihak kementreian tersebut atas masalah ini. Akhir pekan ini, adalah batas waktu yang diberikan oleh Ecoton kepada Kementerian yang dipimpin oleh Arek Suroboyo, Dahlan Iskan tersebut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,