Regulasi Lemah, Tambang Emas Liar Riau Berpotensi Lahirkan Generasi Cacat

Masalah Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di desa Petapahan, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) dikhawatirkan akan berdampak terhadap pencemaran air di berbagai aliran sungai di daerah tersebut. Seperti dilaporkan oleh Riau Terkini, proses penambangan yang membawa limbah logam ini berpotensi merusak kualitas kesehatan manusia di masa mendatang.

DPRD Indragiri Hulu menegaskan perlu sebuah peraturan daerah yang mengatur aktivitas penambangan emas ini. Tanpa regulasi pemerintah lokal dan tindakan tegas di lapangan, sulit untuk menekan aktivitas penambang. Jika ini terus terjadi perkebunan rakyat di sekitar tambang akan tercemar dan mati, hal ini juga menyebabkan air yang menjadi sumber khidupan masyarakat setempat akan terpolusi dan dikhawatirkan akan menjadi penyebab lahirnya generasi cacat akibat terpolusi limbah logam.

“Sebenarnya ini permasalah lama namun jika dilihat dari sudut lingkungan hidup, maka masalah PETI ini sangat mengkhawatirkan sekali,”kata Abu Bakar Siddik, anggota Komisi C dari Dapil Inhu-Kuansing ini.

Lanjut Abu Bakar Siddik,“kekhawatiran itu sudah demikian parah karena akibat dari banyaknya penambangan dengan cara menggunakan logam berat air raksa, karena itu kita dari Komisi C meminta kepada BLH Riau untuk meneliti air Batang Kuansing ini, lagi pun semua penambangan ini muaranya ke Batang Kuansing dan ke Sungai Indragiri,” ungkap anggota Komisi C yang juga membidangi masalah lingkungan hidup ini.

“Air Raksa itukan sama dengan logam berat, kalau terminum kemudian dia akan mengendap di tes-tes tempat pembuatan sperma, kalau sudah seperti itu maka akan merusak keturunan dan akhirnya 10 sampai 20 tahun mendatang warga di sana akan terbentuk seperti seorang pencot,” jelasnya kepada Riau Terkini.

Selain itu, menurut Abu Bakar Siddik, hal ini juga karena tidak adanya ketentuan yang berlaku yang bersifat mengikat bagi para penambang tersebut. “Mulai dari bagaimana menambang itu, apa yang boleh dilakukan saat menambang dan sebagainya, hal inilah yang tidak ada sama sekali,” kata Abu Bakar Siddik.

Untuk mengatasi ini, menurut Abu Bakar Siddik perlu dibentuk sebuah Peraturan Daerah (Perda). “Paling tidaknya Perda itu sebagai turunan dari UU Migas,” kata Abu Bakar Siddik.

Polres Kuansing sendiri, sejauh ini berupaya untuk menekan aktivitas penambangan emas liar ini. Namun sejauh ini belum memberi hasil yang maksimal. “Kita apresiasi langkah yang dilakukan Polres Kuansing, kita berharap langkah seperti ini, juga diterapkan Polres-Polres di daerah yang ada PETI nya ini,” ungkap Supriyati anggota komisi C DPRD Indragiri Hulu.

Kasus penambangan emas liar di Riau sendiri adalah kasus lama yang hingga kini belum terselesaikan.Sejak 2008, kasus ini masih terus bergulir, anggota DPR RI yang mewakili Riau, Azlaini Agus, pernah menawarkan solusi untuk penambangan emas ini, begitu pula dengan berbagai aksi demosntrasi mahasiswa yang menuntut pemerintah propinsi bertindak untuk menutup pertambangan liar ini, namun semua masih berakhir di wacana.

Sisi lain, pertambangan emas liar ini pun sebenarnya berbahaya bagi penambang itu sendiri. Sejak tahun 2011, setidaknya satu orang penambang tewas setiap bulan akibat tertimpa longsor dari tanah pertambangan saat mencari emas.

Hingga saat ini, diperkirakan masih sekitar 400 pertambangan emas liar masih beroperasi di propinsi Riau.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,