,

Tingkat Konsumsi Negara Maju, Ancam Keragaman Hayati Negara Berkembang

Tingkat konsumsi di negara-negara maju membahayakan keanekaragaman hayati di berbagai negara di dunia. Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian dalam jurnal Nature yang mengupas kaitan antara perdagangan internasional dan hancurnya keragaman hayati. Dalam studi ini menunjukkan bagaimana ancaman pada keragaman hayati dan ekosistem, terutama yang terjadi di negara-negara berkembang, bisa dikaitkan dengan tingginya permintaan dari negara-negara maju. Beberapa komoditi utama yang memiliki permintaan sangat tinggi adalah kopi, coklat, kedelai, daging sapi dan minyak kelapa sawit.

Para peneliti mengaitkan 25.000 spesies terancam dari daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada 15.000 lebih komoditi yang dinilai bertanggung jawab atas hilangnya keragaman hayati. Rantai suplai dari berbagai komoditi ini kemudian dideteksi dari negara-negara penghasilnya hingga sampai ke negara tujuan ekspor. Dengan melakukan lewat metode ini, para peneliti berhasil mengalkulasi jejak keragaman hayati di187 negara di dunia. Misalnya negara-negara seperti Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris, yang relatif memberi kontribusi yang kecil pada kerusakan habitat di negara mereka sendiri, namun berkontribusi dalam hilangnya keragaman hayati di negara lain dengan mengonsumsi komoditas dari negara-negara lainnya.

Para peneliti juga mengalkulasi laba bersih perdagangan internasional dari setiap komoditas di tiap negara yang telah berkontribusi dalam membahayakan keragaman hayati.

“Negara-negara maju memiliki kecenderungan lebih sedikit dalam mengekspor barang, namun mereka adalah importir utama dari negara-negara yang menghasilkan komoditi tersebut,” tulis para peneliti. Amerika Serikat, faktanya adalah pengimpor terbesar dari barang-barang yang mengancam keragaman hayati dunia. Para ahli menambahkan,”Di sisi lain, negara-negara berkembang terus merusak alam dan mengancam keragaman hayati negara mereka sendiri, demi memenuhi barang-barang komoditi ekspor.”

Enam dari sepuluh negara pengekspor terbesar ada di Asia Tenggara. Indonesia adalah eksportir terbesar dengan komoditi utamanya adalah karet, kopi, coklat dan kelapa sawit, dan diperkirakan sudah membahayakan 294 spesies yang terancam di dunia.

Para ahli merekomendasikan untuk menekan dampak negatif dari perdagangan internasional terhadap keragaman hayati, baik dengan menekan produksi dan tingkat konsumsi di negara-negara tujuan ekspor.

Kalimantan, salah satu wilayah Indonesia yang memiliki keragaman hayati tinggi. Kini terus tergerus demi memenuhi pemenuhan target komoditi perdagangan internasional. Foto: Rhett A. Butler

“Kebijakan yang berupaya menekan ancaman kepada spesies lokal harus dibuat dari kacamata global, dimana tidak hanya produsen lokal yang berkontribusi merusak habitat namun juga dari segi konsumen yang mengambil keuntungan dari kerusakan dan degradasi hutan tersebut,” ungkap para ahli.

Rekomendasi yang lebih spesifik adalah memberikan label pada produk dan memperluas larangan internasional dalam perdagangan spesies yang terancam termasuk ke dalam produk-produk yang terkait hilangnya keragaman hayati tersebut.

Namun bagaimanapun strategi ini seharusnya juga mempertimbangkan pembangunan ekonomi dari negara-negara berkembang, menurut koresponden dalam edisi lanjutan dari jurnal Nature, Marco Sakai. DI satu sisi, kebijakan yang ada harus menekan produksi komoditas yang membahayakan lingkungan di negara-negara berkembang, Sakai juga menekankan pentingnya asistensi bagi negara-negara berkembang untuk melewati masa transisi untuk bisa menghasilkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan dan tetap meningkatkan kualitas hidup warga negara yang ada di wilayah tersebut.

CITATIONS:

M. Lenzen, D. Moran, K. Kanemoto, B. Foran, L. Lobefaro & A. Geschke. International trade drives biodiversity threats in developing nations. Nature. Volume 486, Issue 7401, 7 June 2012, Pages 109-112.

Marco Sakai. Sustainability: Limit consumption to preserve habitats. Nature, Volume 486, Issue 7404, 28 June 2012, Page 473.

————————————————-

Jacob Munger adalah searing peneliti di Center for Sustainability and the Global Environment (SAGE), University of Wisconsin-Madison.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,