Tabel: Moratorium Hutan Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara dengan angka deforestasi tertinggi di dunia akibat penebangan hutan, produksi pulp and paper, ekspansi pertanian, kebakaran dan perkebunan kelapa sawit. Sebuah studi yang diterbitkan tahun lalu oleh Jukka Miettinen, Chenghua Shi dan Soo Chin Liew dari Center for Remote Imaging, Sensing and Processing (CRISP) di Universitas Nasional Singapura memperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 8.8 juta hektar atau 9.3% dari seluruh tutupan hutannya antara tahun 2000 hingga 2010.

Terkait dengan tingginya kandungan karbon di dalam hutan dan lahan gambut Indonesia, deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi memiliki dampak yang besar terhadap iklim. Deforestasi dan degradasi hutan menyumbang lebih dari 75% emisi gas rumah kaca Indonesia. Sektor kehutanan -penebangan dan perkebunan saiwt, bisnis kayu dan produksi pulp and paper- menyumbang kurang dari 5% terhadap devisa negara, tetapi menyumbang lebih dari 80% angka emisi karbon

Moratorium penebangan hutan untuk perizinan konsesi baru dilakukan tahun 2010 silam dibawah perjanjian kerjasama dengan Norwegia untuk menekan emisi akibat defprestasi dan degradasi hutan. Kendati direncanakan mulai 1 Januari 2011, moratorium ini tidak kunjung terlaksana sampai Mei 2011, terkait perdebatan status lahan seperti apa yang masuk ke dalam moratorium ini.

Awalnya moratorium ini diharapkan akan memasukkan semua area hutan, namun lobby dari sektor industri melemahkan secara signifikan, hasilnya hanya lahan gambut dan hutan primer yang masuk ke dalam peta moratorium, dengan mengecualikan pertambangan, energi dan tanaman pangan. Perusahaan konsesi kayu yang sudah beroperasi juga tidak masuk peta ini, anehnya tak lama setelah program moratorium ini duluncurkan, alokasi lahan untuk bisnis industri kayu meningkat duakali lipat dalam waktu singkat.

Peta moratorium ini direvisi setiap enam bulan berbasis survey lapangan (peta antara berbagai lembaga negara di Indonesia tidak selalu sama). Peta Revisi Moratorium di bulan Mei 2011 mencakup 69.144,073 hektar hutan primer dan gambut,  lalu November 2011 mencakup 65.374,251 hektar, sementara di peta terakhir di Mei 2012 adalah 65.282,006 hektar. Dan terhitung sejak bulan Mei 2012, 14.5 juta hektar lahan gambut dan hutan primer dimasukkan ke dalam peta moratorium ini.

Tim khusus yang dibentuk presiden, UKP4 dan Satgas REDD+, bertanggung jawab terhadap program moratorium ini. UKP4 memiliki otoritas untuk melakukan penyelidikan di seluruh lembaga negara di 33 propinsi di Indonesia. Kendati memiliki otoritas, UKP4 mendapat resistensidari pemerintah propinsi dan lembaga negara lain, termasuk Kementerian Kehutanan RI, yang menguasai wilayah hutan Indonesia. Hal ini jelas terlihat dalam kasus pembabatan hutan gambut Rawa Tripa di Aceh, Sumatera, yang masih berlangsung kendati UKP4 telah meminta pemerintah ropinsi dan Kementerian Kehutanan menghentikan penebangan ini.

Program moratorium ini akan berakhir tahun 2013.

Peta Moratorium Indonesia. Peta didapat dari Microsoft Bing, Desain oleh Mongabay Indonesia
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,