,

Pengembangan Kawasan Industri Kariangau = Bencana Ekosistem Teluk Balikpapan (Bagian 1)

TELUK Balikpapan begitu kaya potensi, antara lain, sektor perikanan, dan ekowisata. Ia juga terkenal dengan daerah hijau. Sebab, orang bisa menikmati habitat alami hanya dalam satu jam dari bandara Sepinggan, ataupun 45 menit dari pusat kota.

Namun, semua ini bakal hilang jika ada pengembangkan Kawasan Industri Kariangau (KIK) seluas 5.130 hektare di Teluk itu, secara administrasi masuk Kelurahan Kariangau,  Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan.

Dalam makalah Forum Peduli Teluk Balikpapan menyebutkan, awal mula master plan KIK yang diusulkan Kapet Sasamba, selaku konsultan pemerintah Kalimantan Timur (Kaltim), seluas 2.189 hektare. Dengan jangkauan dari Teluk Kariangau sampai Teluk Waru.

Rencana berubah. Usulan Dinas Pekerjaan Umum Kaltim, KIK menjadi 5.130 hektare dari arah Hulu sampai Pulau Balang. Usulan ini, ternyata diakomodir dalam usulan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Balikpapan 2011-2031.

RTRW Kota Balikpapan 2005-2015 versi keduaPeta RTRW Kota Balikpapan 2005-2015 sebelum perluasan KIK

Kawasan pesisir barat Kota Balikpapan, merupakan aliran Sungai Pusa, Tengah, Berenga, Tempadung, Baruangin dan Kemantis. Ini salah satu pesisir di Kaltim, yang tergolong bagus. Hutan mangrove ada di sepanjang pesisir ini.

Saat ini, kawasan hutan mangrove di sepanjang pesisir barat Balikpapan, masih aman karena dilindungi Perda No 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan 2005-2015. Namun, kawasan ini terancam dengan rencana pengembangan KIK.

Rencana perluasan KIK dari bagian Hilir Teluk Balikpapan ke Hulu dan jalan trans Kalimantan, yang melewati Pulau Padang, bisa mengakibatkan kerusakan eksosistem luar biasa.

Muchamad Solechan, Koordinator Wilayah Balikpapan Forum Peduli Teluk Balikpapan, membenarkan ancaman ini. Menurut dia, bencana ekologis luar biasa dapat terjadi jika perluasan KIK sampai ke daerah hulu Teluk Balikpapan.

Perairan Teluk Balikpapan, merupakan sistem perairan yang relatif tertutup. Sebab, tak ada sungai besar yang berair ke hulu Teluk Balikpapan. “Pola arus air Teluk kebanyakan tak keluar ke perairan Selat Makassar. Ia hanya bergerak dari hulu ke hilir. Lalu, kembali lagi lewat pasang surut,” katanya via surat elektronik kepada Mongabay di Jakarta, medio Juli 2012.

Dengan kondisi ini, kata Solechan, hampir semua sedimentasi yang akan turun ke Teluk Balikpapan menetap di sana. Termasuk, limbah buangan industri akan menumpuk di perairan Teluk. Jika ini terus menerus terjadi, dalam jangka panjang akan menyebabkan polusi ekstrim.

Bukti nyata kerusakan alam sudah terlihat dengan pembangunan dua unit pengelolaan minyak sawit mentah milik PT Mekar Bumi Andalas (MBA) dan PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI). Dua pabrik ini di luar KIK.

Perusakan  terumbu karang sebelum dan sudah pabrik pengolahan sawit beroperasi. Foto: Forum Peduli Teluk Balikpapan

Terumbu karang rusak parah. Terjadi perubahan kondisi terumbu karang Batu Kapal sebelum dan sesudah PT DKI, beroperasi. Sebelum beroperasi, 28 November 2009, terumbu karang tampak hidup dan subur. Namun, kala diambil foto pada 1 Oktober 2011, ketika perusahaan sudah beroperasi, terumbu karang terlihat kering. Sebagian besar mati.

Keadaan ini diamini Stanislav Lhota, seorang peneliti bekantan dan habitatnya (hutan mangrove) di Teluk Balikpapan. Lhota lulusan Fakultas Ilmu Biologi di University of South Bohemia. Dia telah meneliti bekantan dan hutan mangrove selama tiga tahun di daerah ini.

Menurut dia, jika ada perluasan, terjadi pendangkalan air karena sedimentasi. Perhubungan laut akan terganggu. Pembukaan lahan hutan di daerah aliran sungai (DAS), bisa menghasilkan sampai tujuh ton sedimentasi per hektare per tahun. Lebih parah bila reklamasi pantai dengan cara cut and fill, bisa menciptakan erosi dan sedimentasi lebih tinggi.

Pesisir timur Teluk Balikpapan merupakan wilayah berbukit. Ia tak memiliki dataran selain kawasan mangrove di sepanjang pantai. “Jadi, tak ada cara lain membangun kawasan industri selain reklamasi pantai dengan cut and fill. Ini cara paling buruk.”

Pembangunan pabrik PT MBA di Sungai Berenga. Foto: Forum Peduli Teluk Balikpapan

Teluk Balikpapan relatif dangkal, dengan kedalaman dua sampai 10 meter. Hanya bagian kecil dari dasar laut di dekat Pantai Kaiangau dalam sampai 39 meter, dari hasil pengukuran Coastal Resources Management Project Kalimantan Timur, 1998-1999.

Namun, tingkat sedimentasi di daerah ini bisa satu sampai dua meter per tahun. Tahun 2009, kedalaman di pesisir Teluk Balikpapan, yakni Teluk Waru, hanya 22 meter, sebelumnya mencapai 30-39 meter. Bagian 2: Hutan Sungai Wain dan Habitat Satwa Terancam

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,