Komitmen Lingkungan Terbaru Asia Pulp & Paper: Bak Menggarami Air Laut

Komitmen ramah lingkungan produsen kertas PT Asia Pulp & Paper untuk melindungi hutan hujan tropis di Sumatera nampaknya bak menggarami air laut, alias sia-sia belaka. Dalam laporan yang diterbitkan oleh koalisi LSM di Propinsi Riau bernama Eyes of The Forest komitmen ini tidak menawarkan sesuatu yang baru.

Laporan berjudul SMG/APP: The Pulping Continues [PDF] ini menganalisa data tutupan hutan dan konsesi di propinsi Riau, dimana Asia Pulp & Paper serta perusahaan induknya Sinar Mas Group (SMG) memiliki hak pengelolaan hutan. Laporan ini juga membandingan status hutan yang ada dengan komitmen terbaru yang dicanangkan oleh APP bernama Sustainability Roadmap dan Sustainability Action Plan tahun 2004. Organisasi Eyes of the Forest menemukan bahwa APP secara signifikan  “kembali ke awal” ke komitmen awal yaitu menghapus setahap demi setahap penebangan di hutan alami hingga 2015, setelah perusahaan ini gagal mencapai target yang sama di tahun 2004 dan 2007.  Laporan ini mencatat bahwa APP kini berencana untuk terus menggunakan serat yang dihasilkan oleh penebangan hutan alam sampai tahun 2020 melalui jaringan pemasok “independen”.

Lokasi penebangan yang dilakukan oleh PT Tebo Multi Agro di Jambi. Peta: Google Map

“Komitmen Sustainability Roadmap yang terbaru dari SMG/APP ini bisa dilihat sebagai komitmen business-as-usual yang membuat perusahaan ini meneruskan praktek penggunaan serat dari penebagan hutan alam untuk memenuhi kebutuhan pabrik mereka,” seperti diungkapkan laporan ini. Eyes on the Forest yakin bahwa ‘keijakan baru’ SMG/APP tak menawarkan keuntungan apa pun bagi proses konservasi alam di Riau.”

Laporan ini justru mengingatkan bahwa propinsi Riau bisa kehilangan hingga setengah dari hutan alam yang tersisa saat ini terkait produksi pulp and paper ini.

“Dari analisis kami, tak ada hutan alam yang tersisa yang bisa diaplikasikan dalam komitmen baru mereka di propinsi Riau, terutama sejak semua hutan alam di dalam konsesi mereka sendiri sudah ditebang atau dilindungi dibawah Undang-Undang atau komitmen yang disampaikan oleh APP ini tak lebih hanya sekedr konfirmasi belaka bahwa perusahaan ini akan mematuhi hukum tersebut,” ungkap Muslim Rasyid Koordinator Jikalahari yang merupakan anggota Eyes of the Forest, dalam pernyataannya.

Kanal-kanal panjang yang semakin mengeringkan lahan gambut yang dalam. APP menyebut wilayah ini sebagai 'Senepis Tiger Sanctuary'. Hutan alam tadinya sangat lebat di kiri dan kanan kanal ini, namun PT Suntara Gajapati menebanginya sampai bersih untuk memperoleh bahan baku pembuat pulp bagi PT Asia Pulp & Paper. Wilayah ini adalah sebuah High Conservation Value Forest, dan sebuah ekosistem lahan gambut yang penting bagi harimau Sumatera yang semakin terancam. Foto: Eyes of the Forest

“Kami yakin bahwa kebijakan APP ini juga tidak memberikan keuntungan bagi konservasi hutan di luar proponsi Riau,” tambahnya, sambil menyinggung bahwa perusahaan yang sejenis dengan Sinar Mas Group ini akan membangun perkebunan HTI seluas 500.000 hektar di Papua dan pabrik pulp di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur.

Eyes of the Forest mengkhawatirkan bahwa rencana ekspansi ini bisa membawa dampak kerugian yang sangat signifikan bagi berbagai habitat spesies yang terancam, seperti harimau dan gajah di Sumatera.

Untuk hal ini, APP menyatakan sudah menyewa jasa “ahli yang mumpuni” untuk melakukan penilaian High Conservation Value Forest (HCVF) untuk konsesi mereka. Namun dalam catatan ini, APP sudah pernah melakukan hal serupa di masa lalu, hanya untuk sekedar menebang area hutan dan dinilai gagal untuk melindungi hutan ini dari penebangan liar. Dalam beberapa kasus beberapa para ahli “kemudian mengecam klaim yang dibuat oleh SMG / APP sehubungan dengan sertifikat dan verifikasi yang telah dikeluarkan,” demikian menurut Eyes on the Forest. APP juga telah gagal untuk membuat laporan-laporan ini terbuka kepada masyarakat. Mereka tidak menanggapi permintaan mongabay.com yang meminta komentar terkait laporan ini.

Foto Lokasi penebangan yang dilakukan oleh PT Suntara Gajapati. Peta Google Map

“Mengingat sejarah buruk SMG/APP dalam melindungi HCVF dan ketidaktransparanan mereka, Eyes of the Forest yakin bahwa SMG/APP masih akan melakukan produksi pulp di HCVF dalam pabrik mereka di tahun-tahun mendatang,” ungkap laporan ini.

Laporan SMG/APP: The Pulping Continues menyerukan kepada berbagai bisnis di Indonesia untuk tidak lagi membeli kertas dari APP sampai mereka melakukan moratorium terhadap penebangan hutan alami dan melakukan system yang bisa dipercaya untuk tidak menjual jenis serat tersebut dari rantai distribusi mereka.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,