, ,

Kebakaran Lahan, Masyarakat Kerap Jadi Kambing Hitam

KABUT asap bak agenda tahunan di Kalimantan Barat (Kalbar). Masyarakat desa peladang kerap menjadi kambing hitam, dituding sebagai pemicu kebakaran hutan dan lahan, karena metode lahan berpindah. Padahal, fakta di lapangan perkebunan besar menjadi biang keladi.

Jalung, aktivis Lanting Borneo di Kapuas Hulu mengatakan, ladang berpindah kerap menjadi alasan pemerintah dan pihak-pihak yang tidak ingin terungkap bahwa biang keladi bukan masyarakat. “Tradisi masyarakat dahulu, selalu berpindah-pindah dalam berladang, dijadikan kambing hitam,” katanya, Rabu(8/8/12).

Padahal, tradisi ini sudah lama ditinggalkan. Seiring berkembang waktu, areal bertanam menjadi sempit, dan populasi manusia bertambah pesat, tradisi ini tidak lagi dilakukan. Masyarakat lebih suka bertanam di daerah komunitas. Selain lebih dekat, pengawasan pun mudah.


Sumber: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Paskalis Basyah, tokoh masyarakat di Daerah Aliran Sungai Mendalam, mengatakan, pembersihan lahan dengan pembakaran memang termurah dan mudah. Namun, skala masyarakat masih kecil dibandingkan pembersihan lahan perusahaan.

Masyarakat dulu, dengan sistem ladang berpindah. Sebenarnya, mempunyai filosofi tersendiri: setelah ditanami, lahan dibiarkan mengembalikan kemampuan secara alami. Dalam ilmu pertanian, dikenal dengan sistem bero. “Sekarang sudah beda. Masyarakat tahu aturan, tak bisa tanam sembarangan. Tanah harus punya surat menyurat, baru bisa kita tanami.”

Basyah mengatakan, sebenarnya pemikiran masyarakat pedesaan berkembang, akan hukum positif dan zaman. Masyarakat kini lebih memilih bertanam karet, karena lebih menghasilkan. Sejak 2007, masyarakat DAS Mendalam menanam jagung, sebagai komoditas pertanian yang mempunyai nilai tinggi.

Pemerintah, sebenarnya ada upaya penanggulangan kabut asap ini. Sosialisasi lebih banyak masyarakat pedesaan. Selain Undang-undang Lingkungan Hidup dan Perkebunan, Pemerintah Kalbar menjerat pelaku pembakaran dengan peraturan daerah.  Yakni, Perda No. 6/1998 tentang Tata Cara Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Protap Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan, melalui SK Gubernur No. 41/2001. Ini menjadi dasar penindakan pembakar lahan.


Sumber: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Kalbar membentuk Satgas Peduli Api di desa-desa. Personel Satgas ini warga desa tempatan dilatih untuk memadamkan kebakaran. Dari Kementerian Kehutanan, Satuan Pemadan Kebakaran Hutan dan Lahan dari Manggala Agni, ditempatkan di daerah-daerah rawan titik api. Namun, kabut asap tetap terjadi.

Penyebab utama, penegakan hukum masih lemah. Hanya sekali tahun 2004, kasus pembakaran lahan ke persidangan.  Kala itu, lima perusahaan sawit besar di Kalbar menjadi tersangka. “Tetapi lepas tahun itu, penindakan tak ada lagi,” kata Direktur Eksekutif Walhi, Anton P Wijaya.

Data Walhi Juli lalu, terditeksi 34 titik api dari perusahaan perkebunan. “Jadi tudingan masyarakat penyebab kebakaran hutan dan lahan, sama sekali tidak mendasar.” Perang sebenarnya antara pemerintah dengan pengusaha perkebunan.

Pada 13 September 2006, kebakaran terjadi dan menghanguskan Bukit Kuali di Dusun Lais, Desa Lalang, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau bersumber dari PT Mega Sawindo Perkasa (MSP).

Tahun sama, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar menyebutkan, ada sembilan perusahaan terbukti membakar, total 2.773-3.173 hektare. Kebakaran hutan dan lahan terbesar sepanjang sejarah perkebunan sawit terjadi di area PT ANI di Kabupaten Landak menghanguskan 60 hektare hingga sebagian hutan adat. “Lalu, dengan data seperti ini, apa penegak hukum tidak dapat menindak?” tanya Anton.


Sumber: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Catatan Walhi, sejak 2007-2008, terdeteksi dua perusahaan sawit milik Wilmar Group di Sambas ditengarai membakar lahan. Perusahaan itu PT Wilmar Sambas Plantation dan PT Buluh Cawang Plantation. Namun kedua perusahaan itu lolos dari jeratan hukum.

Pemerintah pusat seharusnya serius menyikapi ini. “Efek jera perusahaan pelaku pembakaran sangat penting. Terlebih, hingga saat ini tidak ada solusi riil soal kabut asap.” “Penegakan hukum pelaku pembakaran hutan mutlak.”

Anton mengingatkan, Pemerintah Kalbar mengenai kesepakatan antara pemerintah pusat, provinsi Kalbar, Polda, pemerintah kabupaten, serta 10 perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) di Kalbar. Mereka  sudah menandatangani nota kesepahaman penanganan gangguan usaha perkebunan dan pengendalian kebakaran tahun 2009.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,