,

Orangutan Terjebak Pembersihan Lahan Sawit di Ketapang

SETELAH orangutan masuk kampung di Kabupaten Pontianak, terbakar dan tewas, Rabu(29/8/12), penderitaan juga dialami satwa dilindungi ini di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).  Orangutan terjebak di lahan perkebunan sawityang dibersihkan di Dusun Manjau, Desa Laman Satong, Kabupaten Ketapang. Beberapa aktivis berupaya evakuasi orangutan karena khawatir jiwa mereka terancam jika area yang ditempati dibersihkan.

Informasi berawal dari Joko, masyarakat setempat yang mengabarkan kepada Yayasan Palung, organisasi lingkungan hidup, Rabu siang. Tito P Indrawan, Direktur Yayasan Palung, membenarkan, akan evakuasi orangutan  itu. Pembersihan lahan ini di wilayah PT Kayong Agro Lestari (KAL), perkebunan sawit. “Hewan itu terjebak  dan bertahan di salah satu tegakan pohon,” katanya, Rabu(29/8/12).

Fakta ini cukup miris, lantaran PT KAL telah menyerahkan hak atas lahan seluas 3.400 hektare untuk jadi kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV) di Ketapang. Di tempat ini, sedianya dijadikan pelepasliaran satwa dilindungi.

Habitat orangutan di ambang bahaya, salah satu oleh pengembangan kebun sawit yang besar. Foto: Rhett Butler

Terjebaknya orangutan di perkebunan sawit yang land clearing, bukan kali pertama. Di Ketapang, dua tahun terakhir tercatat tiga kasus temuan masyarakat orangutan masuk perkebunan. “Ada laporan keberadaan orangutan terjebak land clearing, setelah kita ke lokasi, mereka bisa menyelamatkan diri.”

Edy, staf Yayasan Palung yang mengevakuasi orangutan mengatakan, Desa Laman Satong sekitar 80 kilometer dari ibukota Ketapang. Dusun Manjau, hanya dapat ditempuh dengan mobil bergardan ganda. Topografi berbukit dan jalan berlubang menyebabkan lokasi sulit ditempuh. “Sementara ini, kami belum bisa evakuasi karena hujan dan jalan licin.”

Informasi terbaru, di lokasi orangutan terjebak hanya ditemukan kotoran dan bulu rontok. ‎Warga dan tim berharap mereka bisa menyelamatkan diri.

Konflik Tinggi

Ketapang, Kalbar, daerah cukup tinggi konflik hewan dan manusia, atau hewan dan ekosistem. Sayangnya, mitigasi konflik mengatasi hal ini sangat minim. Tito  mengatakan, konflik hewan dengan manusia dan hewan dengan ekosistem tinggi, karena habitat hewan menyempit. “Pembukaan kawasan hutan penyebab utama konflik ini.”

Pembukaan kawasan hutan di Ketapang marak, karena perkebunan sawit dan pertambangan. Tak hanya orangutan, satwa dan tumbuhan hidup lain mengalami nasib sama. “Memang saat ini pemerintah daerah sudah menyatakan moratorium terhadap izin-izin baru pembukaan kawasan hutan. Kenyataan, kawasan-kawasan yang tengah buka hutan, mengantongi izin lama,” ujar dia.

Trenggiling, owa-owa serta macan dahan adalah satwa-satwa dilindungi dan menjadi buruan karena nilai tinggi. Mariamah Achmad, peneliti di Yayasan Palung mengatakan, macan dahan Borneo (Neofelis diardi borneensis) yang disebut-sebut populasi di alam bebas diperkirakan antara 5.000 hingga 11.000 ekor, sangat jarang dijumpai. “Laporan yang menjumpai hewan ini tidak ada dalam dua tahun terakhir,” katanya.

Yopie Suhendra, aktivis lingkungan hidup di Kalbar, menyatakan, konflik antarhewan-manusia, dan hewan-ekosistem tinggi karena mitigasi nyaris tak ada. “Balai Konservasi Sumber Daya Alam tidak mempunyai blue print kuat mengatasi hal ini.” Sumber daya manusia sebagai ujung tombak penegakan hukum, terkesan lembek. “Banyak kasus pemeliharaan satwa dilindungi yang seharusnya kasus penyitaan menjadi penyerahan masyarakat.”

Kondisi ini tak menimbulkan efek jera, dan tidak dapat memberantas perdagangan satwa dilindungi. Mitigasi konflik, hanya sebatas pamflet. Belakangan, tugas pokok dan fungsi banyak dibantu LSM-LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,