,

Pencemaran Terus terjadi, Ekspansi Tambang Kini Incar Habitat Gajah Bengkulu

Ekspansi tambang batubara ke propinsi Bengkulu nampaknya masih akan terus berlangsung kendati pencemaran lingkungan semakin parah. Kabar terakhir yang dilansir oleh Harian Kompas menyatakan bahwa Pusat Latihan Gajah Sebelat kini menjadi incaran perusahaan tambang batubara untuk dieksplorasi. Bahkan hal ini tidak ditampik oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Darori. Beliau mengatakan tanggal 27 Agustus 2012 silam bahwa kajian atas lahan yang akan digunakan untuk tambang di lokasi habitat gajah ini masih belum selesai. Darori menyatakan bahwa eksplorasi batubara di wilayah ini akan membawa keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Menurut rencana, sekitar 750 hektar lahan Pusat Pelatihan Gajah Sebelat akan dialihfungsikan menjadi tambang batubara dan kelapa sawit dari total sekitar 6.800 hektar pusat pelatihan gajah ini. Anang Widyatmoko dari Elephant Care Community Bengkulu menyampaikan bahwa kondisi ini akan memicu konflik antara gajah dengan masyarakat sekitar jika alihfungsi lahan terjadi. “Sekeliling PLG ini perkebunan sawit, ada parit-parit pemisah (tak bisa dilalui gajah). Kalau hutan dikurangi, gajah bisa menyerang permukiman sekitar. Mengkhawatirkan,” ujarnya kepada Kompas tanggal 27 Agustus silam.

Ekspansi pertambangan batubara di Bengkulu memang semakin masif saat ini. Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu seperti diberitakan oleh Metro TV News tanggal 27 Februari 2012 silam telah menerbitkan 100 izin eksplorasi pertambangan di daerah itu, terutama tambang batu bara.

“Ada 100 izin eksplorasi atau penelitian yang didominasi tambang batu bara karena potensinya yang paling besar,” kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu Karyamin di Bengkulu kepada Metro TV tanggal 27 Februari 2012 silam. Ia mengatakan potensi batu bara terbesar terdapat di beberapa kabupaten dan kota terutama Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Seluma, Lebong dan Kabupaten Mukomuko. Potensi terbesar, terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara yang mencapai 300 juta ton. “Berdasarkan peta potensi cadangan dan data singkapan yang diterbitkan tahun 1998 oleh direktorat geologi, potensi cadangan terbesar di Bengkulu Utara,” tambahnya.

Sementara di Kabupaten Bengkulu Tengah terdapat potensi 60 juta ton, Mukomuko 10 juta ton, Seluma 30 juta ton dan Lebong 3 juta ton. Saat ini, kata dia, terdapat 15 perusahaan tambang yang berproduksi dengan penjualan mencapai 3,2 juta ton pada 2011. Produksi terbesar dihasilkan PT Bukit Sunur dan Danau Mas Hitam yang mencapai rata-rata 20.000 ton per bulan. “Tahun ini ditargetkan meningkat menjadi 3,5 juta ton pengapalan, karena tergantung pada kondisi alur pelabuhan,” tambahnya.

Hal ini nampaknya masih akan terus terjadi seiring dengan rencana pemerintah menambah luasan lahan tambang yang akan menggusur Pusat Pelatihan Gajah Sebelat.

Berdasarkan penelusuran di lapangan yng dilakukan oleh Harian Kompas pertengahan Mei 2012 silam, terdapat dua perusahaan pertambangan batubara yang mengantongi izin dari Pemprov Bengkulu. PT Inmas Abadi memiliki izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Bengkulu ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah 30 Desember 2011. Luas area operasi mencakup 5.672,49 hektar.

Dalam salinan surat keputusan yang diperoleh Kompas, tertulis beberapa pensiunan perwira tinggi militer dan kepolisian serta perwira tinggi kepolisian yang masih aktif di Bengkulu duduk di jajaran manajemen. Tahun 1990-an, PT Inmas Abadi pernah melakukan penambangan di dalam kawasan hutan PLG Seblat. Karena melanggar, salah seorang dari manajemen perusahaan itu ditangkap dan dimejahijaukan.

Ketika dikonfirmasi, Plt Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengatakan, IUP PT Inmas Abadi telah dicabut awal tahun 2012. Pemprov Bengkulu menilai PT Inmas Abadi ingkar janji karena tidak membangun pelabuhan di Bengkulu Tengah sebagai pintu pemasaran batubara.

Peta Kawasan Hutan di Bengkulu. Klik untuk memperbesar peta. Sumber: DInas Kehutanan Propinsi Bengkulu

Bencana Terus Terjadi Sepanjang 2012

Sepanjang tahun 2012 sendiri, pertambangan batubara sudah menimbulkan berbagai masalah lingkungan di propinsi Bengkulu. Kendati demikian, pemerintah lokal nampaknya belum jera untuk terus menambah luasan tambang dan memberikan izin baru kepada sejumlah perusahaan yang mengajukan pembabatan hutan.

Tercatat sejak bulan Maret 2012, berbagai bencana lingkungan terjadi akibat berbagai aktivitas tambang di Bengkulu. Tanggal 26 Maret 2012 silam, situs Republika Online memuat adanya laporan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) terkait dua desa di Propinsi Bengkulu, yang terancam musnah akibat praktek ekplorasi tambang yang tidak mengindahkan lingkungan. Dua desa tersebut yakni Desa Penago Baru dan Desa Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu. Sedang pengerukan tambang dimaksud adalah pengerukan pasir besi besar-besaran yang dilakukan PT. Famiaterdio, yang sudah berlangsung sejak tahun 2005 silam.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Siti Maemunah, mengaku prihatin atas daya rusak dan ketidaksanggupan pemerintah dalam menjaga kelestarian kawasan pesisir Seluma, Bengkulu.“Masalah yang diakibatkan perusahaan sangat banyak, seharusnya Bupati berani menghentikan kegiatan pertambangan dan memaksa perusahan melakukan reklamasi”, ungkap Siti Maimunah, Koordinator JATAM kepada Republika tanggal 26 Maret silam.

Hal senada diungkapkan oleh Andi Wijaya, seorang warga desa  Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, mengutarakan, bahwa pihaknya dan sejumlah warga di dua desa tersebut sering melakukan aksi protes. Bahkan demonstrasi terakhir yang dilakukan warga, malah ditanggapi sinis oleh Bupati setempat.”Dia (bupati) bilang, walaupun rakyat menangis darah. Pertambangan tak akan pernah dihentikan”, ungkap Andi Wijaya kepada Republika.

Kasus lingkungan lainnya yang terjadi di Bengkulu adalah pencemaran Daerah Aliran Sungai di sekitar Sungai Bengkulu akibat aktivitas tambang batubara.  Hal ini dilaporkan oleh AntaraNews.com tanggal 13 April silam. Sekitar delapan perusahaan yang beroperasi di hulu sungai menjadi penyebab utama kerusakan DAS dan tercemarnya air sungai karena dipenuhi limbah batu bara. Delapan perusahaan tambang itu bahkan sudah dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni PT Bukit Sunur, PT Danau Mas Hitam, PT Bara Sirat Unggul Permai, PT Bara Mas Utama, PT Kusuma Raya Utama, PT Bara Alam Raya dan PT Inti Bara Perdana.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun ini akan menilai kinerja pengelolaan lingkungan lima perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di hulu sungai di Bengkulu. “Melalui kegiatan penilaian pengelolaan lingkungan hidup atau Proper pada 2012 ada lima perusahaan tambang di hulu sungai yang akan dinilai,” kata Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Zainudin.

Lima perusahaan tambang batu bara yang akan dinilai pengelolaan lingkungannya tersebut yakni PT Danau Mas Hitam, PT Bukit Sunur, PT Inti Bara Perdana, PT Kusuma Raya Utama dan PT Ratu Samban Mining.

Ia mengatakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) terhadap lima perusahaan tambang batu bara tersebut untuk mengetahui penyebab utama pencemaran Sungai Bengkulu, yang salah satunya diakibatkan limbah batu bara. “Hasil dari Proper terhadap lima perusahaan ini akan menunjukkan perusahaan mana yang berkontribusi atas pencemaran Sungai Bengkulu,” tambahnya.

Selama ini kata dia, sejumlah pihak saling menuding dan lepas tangan terhadap kondisi Sungai Bengkulu yang sudah tercemar. Limbah batu bara yakni bekas pencucian dari lokasi penggalian di hulu sungai diyakini menjadi salah satu penyebab pencemaran sungai itu.

Berdasarkan data citra satelit tahun 2005, kerusakan hutan di Bengkulu mencapai 300 ribu hektar, dari luasan kawasan hutan sebesar 920 rbu hektar. Artinya, dalam kurun waktu tujuh tahun sejak data tersebut diterbitkan, kerusakan yang terjadi bisa lebih besar.

Kerusakan hutan di Bengkulu sselain disebabkan oleh perambahan liar oleh masyarakat dan penebangan liar oleh perusahaan kini juga disebabkan oleh aktivitas pertambangan yang semakin marak. Pada tahun 2010 silam, Dinas Kehutanan Bengkulu sudah mengusulkan 8000 hutan yang sudah dirambah menjadi Hutan Kemasyarakatan. Dengan sistem ini, masyarakat memiliki hak kelola hutan, namun mereka wajib menanami kembali hutan yang sudah dirambah serta dilarang melakukan penebangan di masa mendatang. Hingga kini, usulan ini pun ternyata bukan dinilai sebagai sebuah solusi yang baik untuk menyelamatkan hutan Bengkulu oleh berbagai pihak karena berpotensi memicu perambahan baru di kawasan hutan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,