,

Kebakaran Hutan Jateng: Sebagian Api di Gunung Slamet Mulai Padam (Bagian I)

Handly Talky (HT) dari Base Camp pendakian, Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, terus berbunyi. Tim SAR, TNI dan Polri terus memantau keberangkatan tim pertama ke lokasi kebakaran hutan. Kamis, 30 Agustus 2012, sudah enam hari tim relawan bertugas untuk menyelamatkan manusia dan alam.

Sinar matahari yang memancar dan hembusan angin dingin bersatu menghantam kulit. Warga sekitar tetap melakukan aktivitas rutin untuk berkebun. Menanam, menyiram dan memetik sayur dan buah. Begitu juga dengan Komandan SAR Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Sugeng Riyadi dan rekan-rekan tim relawan yang benar-benar di sibukkan sejak Sabtu, 25 Agustus 2012 hingga pagi itu. Mengkondisikan dapur umum, memantau tim relawan, melihat kondisi kebakaran, berkoordinasi dengan relawan dan instansi pemerintah, serta tidak ketinggalan melayani rekan-rekan media. Mereka di amanahkan tugas yang cukup berat. Memadamkan Api di hutan lindung, Gunung Slamet. Di ketinggian berkisar antara 2.500 hingga 3.200 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL).

“Ini sudah menjadi tanggung jawab kita semua untuk selamatkan manusia dan alam. Lelah itu pasti, tapi tugas ini lebih berarti. Hari ini, akan ada 2 tim relawan yang diberangkatkan,” kata Sugeng kepada Mongabay Indonesia.

Kebakaran hutan terjadi sejak Sabtu pagi, 25 Agustus 2012, sekitar pukul 03.00. Kebakaran pertama kali terlihat pukul 06.00, saat matahari mulai muncul, dilihat oleh warga sekitar. Kepulan asap putih tebal membumbung dari gunung dengan ketinggian berkisar 3.000 meter di atas permukaan laut.  Dan sampai kemarin belum diketahui penyebab pastinya dari kebakaran tersebut. Begitupun juga dengan kepastian berapa luas lahan yang terbakar.

Tim relawan hanya menduga dari berbagai kemungkinan. Karena api unggun yang dibuat oleh pendaki, puntung rokok yang dibuang pendaki atau gesekan pohon karena musim kemarau ini. Sedangkan lokasi kebakaran ada di pos 5 dan Pos 7. Pos-pos ini merupakan pos tempat pendaki biasanya mendirikan tenda, sebelum pagi harinya melakukan perjalanan menuju puncak gunung. Di pos ini banyak ditumbuhi semak belukar yang mudah terbakar saat musim kemarau. Hutan di dekat batas vegetasi memang rawan terjadi kebakaran. “Untuk kepastian penyebab kebakaran nanti pihak Perhutani yang akan melakukan verifikasi di lokasi dan mendata berapa hektar luas lahan yang terbakar,” kata Sugeng.

Komanda Kodim Letkol.Arm Jati Bambang Priyambodo memberikan apel pelepasan tim relawan kedua, Rabu 29 Agustus 2012. Foto: Tommy Apriando

Hari pertama dan kedua kebakaran terjadi, tim relawan langsung dibentuk untuk segera melakukan evakuasi terhadap para pendaki. Sedangkan upaya pemadaman Api, dilakukan sejak Senin hingga Kamis. “Bagaimanapun juga, kita selamatkan dulu jiwa manusianya, setelah itu alam yang terbakar,” kata Sugeng kepada Mongabay Indonesia.

Dalam evakuasi para pendaki yang dilakukan oleh tim relawan sejak hari pertama dan hari kedua, ada 280 pendaki yang di evakuasi paksa untuk turun dari Gunung Slamet. Hal yang cukup menyulitkan adalah posisi pendaki pun berbeda-beda. Ada yang sudah di Pos 3,Pos 4, Pos 5, Pos 6 bahkan ada juga yang di puncak Gunung. Dan sejak Minggu, pukul 17.00, tim relawan sudah steril-kan lokasi gunung dari pendakian. “Kami paksa pendaki untuk turun demi keselamatan. Untuk pendaki yang terjebak api, kami evakuasi melalui jalur alternatif, dan semua selamat,” kata Mulyanto, Komandan Lapangan SAR Purbalingga.

Terkait dengan upaya pemadaman, secara keseluruhan tim relawan lebih dari 300 orang. Adapun rincian personil relawan meliputi 11 TNI, 30 SAR Purbalingga, 20 Tagana, 4 Polres Purbalingga, 10 Aremba (mapala), 50 Perhutani, 10 PMI dan lainnya warga sekitar dan karang taruna. Lokasi diketinggian berkisar 2.300 hingga 2.550 mdpl,memang  menyulitkan relawan untuk menuju sumber kebakaran. Untuk memadamkan api yang dilakukan adalah dengan cara membuat sekat parit-patir, guna memotong rambatan api. Dengan demikian, kebakaran dapat dilokalisasi sehingga api secara perlahan terus mengecil. Alat yang digunakan hanya cangkul, kayu dan celurit/arit. “Api membesar kami serang pinggir, api kecil serang dalam,”kata Lelkol Arm Jati Bambang Priyambodo, Komandan kodim, Purbalingga yang memimpin apel pelepasan tim relawan.

Peta lokasi Gunung Slamet, Jawa Tengah. Peta: Google Map

Hutan di lereng Gunung Slamet ternyata sudah sering mengalami kebakaran. Pada Juli 1984, ratusan siswa SMAN 2 Purwokerto terjebak kobaran api di puncak Gunung Slamet. Bahkan titik api terlihat hingga Purwokerto. Penyebab kebakaran saat itu diduga dari puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh para pendaki hingga menyulut pohon-pohon maupun ilalang yang mengering.

Pada 2007, kebakaran juga melanda kawasan hutan Gunung Slamet. Hutan semak di sekitar badan Gunung Slamet, yang masuk dalam lokasi Kabupaten Purbalingga, Kamis malam, 16 Agustus 2007, sekitar pukul 21.00, terbakar. Kebakaran itu melalap semak-semak di sekitar pos tujuh dan pos delapan jalur pendakian atau yang dikenal pula antara Pos Sang Hyang Rangkah dan Sang Hyang Kendit, pada ketinggian 2.288 meter di atas permukaan laut.

Pada awal September 2009, lebih dari 52 hektare terbakar  yang merupakan kawasan hutan lindung di atas ketinggian 2.500 meter di atas permukaan air laut atau di blok Samarantu, terbakar. Selain itu pada Agustus 2011 dan terakhir pada tahun 25 Agustus 2012 ini. “Sekarang  ini kebakaran yang kelima kalinya, beberapa penyebabnya karena membuang puntung rokok sembarangan dan percikan api unggun dan terjadi di musim kemarau. Kami sudah peringatkan, namun di lokasi mereka sering abaikan itu,” kata Mulyanto menambahkan.

Gunung Slamet, Jawa Tengah. Peta: Google Map

Berdasarkan koordinasi terakhir, dengan Sugeng Riyadi yang berada di lokasi pada Kamis sore, 30 Agustus 2012 pukul 16.00 wib. Api kebakaran untuk wilayah Purbalingga, sudah berhasil dipadamkan oleh tim relawan. Kebakaran hutan yang terjadi sejak enam hari lalu, cenderung meluas di wilayah perbatasan Kabupaten Purbalingga dan Pemalang, Jawa Tengah, akibat tiupan angin yang kencang. Selain itu, upaya pemadaman juga dihadapkan pada sulitnya medan dan kekeringan akibat kemarau.  “Api sudah padam, namun kami akan terus melakukan pemantauan,” kata Sugeng.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,