Penegakan Hukum Mafia Kayu di Papua Barat Lemah

JARINGAN Advokasi LSM Papua Barat menilai, upaya menjerat pelaku kejahatan sektor kehutanan dan perkebunan di Papua Barat, masih lemah. Sebab, pendekatan yang digunakan penegak hukum (Kejaksaan) lebih pada regulasi sektoral, seperti UU Kehutanan, UU Lingkungan maupun UU Perkebunan. Untuk itu, penegak hukum harus menjerat pelaku dengan hukum terpadu, UU Tipikor dan UU Pencucian Uang selain UU sektoral.

Koordinator Advokasi LSM Papua Barat, Andris Wabdaron mengatakan, penerapan UU sektoral memerlukan proses panjang hingga memberikan ruang bagi oknum mafia kayu dan pejabat yang terlibat menghilangkan barang bukti. “Belum lagi mafia kayu ini sudah lari keluar negeri,” katanya, dalam pernyataan pers, Rabu(29/8/12).

Jaringan Advokasi LSM Papua Barat, mengharapkan penegak hukum melawan kejahatan dan korupsi di sektor kehutanan dengan pendekatan luar biasa (extra ordinary).  “Ya, dengan pendekatan penegakan hukum secara terpadu. Artinya, menjerat pelaku kejahatan kehutanan tidak saja dengan UU sektoral juga UU Tipikor dan UU Pencucian Uang,” ujar dia.

Dia menilai, dengan menjerat pelaku kejahatan kehutanan lewat UU Tipikor bakal membawa banyak manfaat. “Antara lain, (bisa menjerat) korupsi yang merugikan keuangan negara, suap menyuap, gratifikasi. Ini dapat menjerat pelaku dari proses perizinan hingga pengangkutan dan pungutan hasil hutan.”

Tak hanya itu, ancaman pidana juga lebih berat dari UU sektoral. Kelebihan lain UU Tipikor, dapat menjerat pihak – pihak yang sengaja atau tidak sengaja berupaya menghalangi proses hukum atau pemeriksaan Kejaksaan.

Andris mencontohkan, kasus PT Sanjaya Makmur, sudah cukup kuat indikasi penyuapan maupun gratifikasi. Sebab, ada dokumen palsu rekomendasi maupun izin Gubernur Papua Barat atas pembelian kayu non-police line Kabupaten Teluk Bintuni. Kejaksaan, bisa menggunakan UU Tipikor. “Ini salah satu alternatif penting dalam pemberantasan mafia kehutanan dan perkebunan.”

Jaringan Advokasi LSM ini juga melihat ada pelanggaran hukum oleh PT Sanjaya Makmur.  Ini merujuk Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Papua Barat Nomor 522.2/448/DISHUTBUN-PN/VIII/2011 mengenai izin pemanfaatan kayu hasil produksi, izin pemungutan kayu masyarakat adat yang non-police-line (IPMA/NPL).  “Surat ini telah berakhir masa berlaku per 4 Agustus 2012, tetapi proses pengangkutan masih terus berlangsung hingga saat ini.”

Untuk itu, Kejaksaan didesak segera menggunakan UU Tipikor dalam menjerat individu oknum pejabat yang terlibat dan korporasi. Dengan begitu, bisa meminimalisir kerugian negara di Kabupaten Bintuni.

Jaringan Advokasi LSM Papua Barat, akan menyerahkan beberapa dokumen dan data awal kepada Kejaksaan. “Ini sebagai referensi indikasi dugaan korupsi oleh oknum pejabat Pemprov Papua Barat, terkait perizinan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,