,

Tim Verifikasi Belum Nilai Amdal Ekspansi Lahan PT RAPP di Pulau Padang

Koalisi Pendukung Perjuangan Rakyat Pulau Meranti melalui media rilis, Rabu 5 September 2012, menyesalkan pernyataan Budi Indra Setiawan Ketua Tim Verifikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut HTI PT RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang menyatakan bahwa Pulau Padang akan tenggelam adalah isu belaka dan industri HTI tidak membahayakan Pulau Padang. Kendati kenyataan memperlihatkan bahwa Pulau Padang terus mengalami penurunan hingga satu meter setiap tahun.

Tim Verifikasi Kerentanan Lingkungan dan Gambut ini berjumlah Sembilan orang dan dibentuk oleh Kementerian Kehutanan untuk menindaklanjuti konflik yang ada antara masyarakat dengan industri Hutan Tanaman Industri PT RAPP di Pulau Padang. Tim ini bertugas melaksanakan pengukuran, pelaporan dan verifikasi terhadap kerentanan lingkungan dan gambut di areal HTI PT.RAPP pada lahan gambut di Pulau Padang.

Tahapan yang harus dilakukan tim verifikasi menurut Fadil Nandila Wakil Koordinator Jikalahari, seharusnya memverifikasi prosedur dan laporan dokumen Amdal, memverifikasi keabsahan terbitnya SK 327 tahun 2009, memverifikasi hipotesis ancaman tenggelam Pulau Padang, baik ada HTI maupun tanpa ada HTI. “Jangan buru-buru mensosialisasikan keberadaan HTI di Pulau Padang tidak akan menenggelamkan Pulau, karena tanpanya saja, abrasi sedang mengancam Pulau Padang,” tegas Fadil Nandila.

Hutan di Senalit yang diubah jadi kanal oleh PT RAPP. Foto: STR

SK 327 tahun 2009 memberi tambahan areal seluas 115.025 hektar kepada PT RAPP, seluas 45.205 hektar di antaranya ada di Pulau Padang– Izin itu tersebar di Kubupaten Kampar, Singingi, Siak, Pelalawan dan Bengkalis. Izin itu diberikan oleh Menhut MS Kaban detik-detik dirinya lepas dari Kabinet SBY periode pertama. SK ini kemudian berbuntut panjang dengan pecahnya konflik antara masyarakat dengan PT RAPP.

SK ini menambah luasan wilayah konsesi RAPP yang sebelumnya sudah diperoleh di wilayah Riau yang diantara konsesi tambahannya terdapat di hutan gambut Pulau Padang dan Semenanjung Kampar.“Penyimpangan hukum atas terbitnya SK 327 tersebut setidaknya terdapat pada proses kelengkapan administrasi, konfirmasi kawasan, penyusunan Amdal dan pelanggaran terhadap aturan hukum lainnya. Dari pelanggaran proses perizinan ini wajar saja protes dari masyarakat terus terjadi karena ini menyangkut pengambil-alihan hak penguasaan tanah dari generasi mereka,” kata Riko Kurniawan, juru bicara koalisi ini.

Selain itu, Pulau Padang sejatinya masuk dalam kategori pulau kecil dan terbentuk dari kubah gambut yang sangat rentan jika ada aktifitas konversi hutan skala luas. Dengan pola pengelolaan secara tradisional, berdasarkan pengamatan kasat mata di Pulau Padang menunjukkan tingkat penurunan permukaan tanah gambut mencapai 1 meter lebih dalam beberapa tahun terakhir.

Koalisi juga mengritik pernyataan Budi Indra Setiawan pada awal September 2012 silam. “Indra Setiawan mengatakan tidak akan terjadi kebakaran karena gambut di Pulau Padang senantiasa basah, justru akan menyelamatkan Pulau Padang. Hadirnya HTI Pulau Padang tak akan tenggelam, butuh waktu 1.600 tahun lagi  untuk tenggelam. Dan maraknya aksi massa semata-mata karena pengaruh hasil kajian Raflis, meski kajiannya itu dapat diterima,” kata Sutarno, seorang warga Pulau Padang pada Mongabay Indonesia.

Peta industri HTI PT RAPP di Pulau Padang. Peta: STR

“Itu (Pulau Padang akan tenggelam) isu ngawur yang dilontarkan pihak tak bertanggungjawab,” kata Budi Indra Setiawan Riau Pos edisi 3 September 2012.

Sementara aktivis lingkungan Raflis mengatakan bahwa pernyataan Budi harus berbasis bukti ilmiah. “Dia (Budi Setiawan) harus buktikan secara ilmiah bahwa Pulau Padang tak akan tenggelam. Hipotesis sementara itu untuk memancing debat ilmiah sebelum Pulau Padang tenggelam. Agar ada upaya preventif dari akademisi. Kalau perusahaan sudah beroperasi tak ada guna lagi diteliti tenggelamnya Pulau Padang,”  kata Raflis pada Mongabay Indonesia, 2 September 2012.

Rusmadya Maharuddin Forest Campaigner Greenpeace SEA yang advokasi kasus Semenanjung Kampar sejak 2009 hingga kini mengatakan, tim Verifikasi bentukan Menhut sudah diprediksi, “Kita takut nasib Pulau Padang sama dengan Semenanjung Kampar. Karena tuntutan masyarakat Semenanjung Kampar dan Pulau Padang sama yaitu Verifikasi legalitas SK 327 tahun 2009. Bukan dengan bentuk tim Pakar atau tim Verifikasi. Karena tim itu tak menjawab tuntutan warga,” katanya diujung telepon pada 4 September 2012 malam.

Rusmadya beri contoh soal legalitas. Pulau Padang adalah pulau kecil berdasarkan UU No 27/2007 pasal 1 ayat 3, Pulau Padang adalah gambut dalam lebih dari tiga meter menurut Keppres 32/1990 dan PP No. 47/1997 dan AMDAL SK 327 tahun 2009 bermasalah. “Nah semua legalitas itu harus diverifikasi oleh Menhut dengan cara membentuk tim verifikasi legalitas,” lanjut Rusmadya.

Peta HTI PT RAPP setelah SK 327 yang menambah luasan wilayah HTI secara signifikan, dan merugikan masyarakat. Peta: Jikalahari

“Tim verifikasi seyogyanya bersedia memverifikasi dokumen Amdal yang yang menjadi dasar terbitnya SK 327 tahun 2009, memverifikasi SK tersebut apakah memang layak dikatakan legal, dan memverifiksi apakah hipotesis Pulau Padang terancam tenggelam baik tanpa HTI maupun ada HTI,”jelas Fadil Nandila Wakil Koordinator Jikalahri dalam rilis 5 September 2012.

“Ini tidaklah melanggar tugas yang diamanatkan Menhut kepada tim, hanya bergantung pada tim bersedia berpikir dan bekerja keras atau tidak. Yang jelas mereka adalah kumpulan para pemikir yang ditugaskan oleh Menteri.”

Kebijakan untuk menyelamatkan Pulau Padang saat ini, menurut Rusmadya,”Menhut harus memasukkan Pulau Padang dalam moratorium pemerintah.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,