Interpol dan PBB Incar Mafia Besar Perdagangan Kayu Ilegal Dunia

Memerangi perdagangan kayu hasil hutan tropis ilegal, rupanya tak kalah rumit dengan upaya pemberantasan kartel obat bius dunia. Tak hanya melibatkan negara penghasil, perdagangan ilegal ini juga melibatkan negara-negara pembelinya.

Untuk melawan lalu lintas kayu ilegal yang semakin marak, badan dunia Perserokatan Bangsa-Bangsa (PBB) bekerjasama dengan interpol kini meluncurkan program bernama LEAF atau Law Enforcement Assistance for Forest. Karena tidak hanya kerugian secara ekonomi, namun juga hilangnya kekayaan hutan tropis dunia secara drastis membuat perdagangan kayu ilegal ini bak momok bagi semua negara.

Setiap tahun nilai perdagangan hasil hutan berupa kayu secara ilegal ini mencapai 30 miliar dollar Amerika, sementara nilai perdagangan kayu yang sah adalah sekitar 115 miliar dollar per tahun. Artinya sekitar seperempat dari jumlah kayu yang diperdagangkan di dunia adalah ilegal.

Davyth Stewart yang mewakili Interpol kepada BBC News menyatakan bahwa hal itu adalah sebuah kejahatan pencurian terhadap berbagai negara miskin di dunia. “Sudah miliaran dollar ditanamkan untuk melindungi hutan di seluruh dunia dan di sisi lain, kejahatan terorganisir perdagangan kayu ilegal juga berupaya semakin keras untuk memeproleh untung, dan juga menutupi upaya kejahatan mereka,” jelas Davyth.

Pemrosesan kayu di pabrik. Kini perusahaan pengimpor kayu akan terkena hukuman semakin berat jika memakai produk curian dari berbagai negara berkembang. Upaya melacak asal kayu berbasis DNA, kini digunakan untuk mencari asal kayu yang menjadi komoditi perdagangan. Foto: Aji Wihardandi

“Sebagian besar untung yang diraih oleh perdagangan kayu ilegal ini adalah dalam pemrosesan, pengiriman dan proses produksinya,” sambung Davyth Stewart.

Ditegaskan oleh Stewart, Interpol dan PBB tak hanya mengincar pedagang kayu ilegal ini, namun juga organisasinya, serta tokoh-tokoh utama di belakangnya di setiap negara. “Kami mengincar bos mafia dari jaringan pedagang kayu dunia,” jelas Stewart.

Masalah ini nyaris terjadi di seluruh penjuru dunia, mulai dari Amazon di selatan benua Amerika, lalu Kongo di Afrika, kemudian di pulau Sumatera dan Kalimantan serta seluruh Asia Tenggara, Amerika Tengah dan bahkan juga Rusia.

Di Indonesia sendiri, kasus penebangan liar dan perdagangan liar kayu ini diperkirakan mencapai 8 miliar dollar setahun,” ungkap Stewart.

Kendati demikian, upaya penegakan hukum terus dilakukan di berbagai negara. Seperti di Amerika Serikat misalnya, mereka sudah menerapkan Lacey Act sejak 2008 untuk mencegah impor kayu ilegal. Penerapan peraturan ini memberikan hukuman kepada perusahaan yang membeli kayu ilegal dari negara penghasilnya. Hukum serupa kini tengah digodok di Australia dan Selandia Baru.

Upaya lainnya, adalah meminta dokumen yang lengkap seputar asal kayu tersebut. Hal ini dilakukan oleh salah satu perusahaan pengimpor kayu di Australia bernama Simmonds Lumber ini meminta kelengkapan dokumen untuk mencegah asal kayu yang ilegal, terutama jika kayu itu berasal dari Indonesia.

Selain meminta dokumen, mereka juga memiliki sebuah sistem yang bisa mencegah masuknya kayu ilegal dengan memeriksa DNA kayu tersebut. Sistem yang diperkenalkan tahun 2009 ini bernama Double Helix Tracking Technologies, yang berbasis di Singapura.  Lewat teknologi ini, perusahaan kayu bisa mengetahui darimana asal kayu ini sekalipun ia telah menjadi produk rumah tangga seperti lantai, atau perabot rumah tangga lainnya.

Upaya mengambil DNA dari kayu yang sudah mati atau sudah diubah menjadi perabot rumah tangga ini digambarkan  oleh Jonathan Geach dari Double Helix Technologies tak ubahnya mengambil DNA dari gajah raksasa atau mammooth yang sudah punah ribuan tahun silam.

Namun, kayu bukanlah sesuatu yang terus bergerak seperti layaknya manusia. Pola pergerakan kayu, dan sumber kayu dari sebuah negara ini bisa dilacak karena kayu adalah sebuah produk yang tidak terus bergerak. “Jika kita mencari jenis kayu oak tertentu yang ada di Inggris, Perancis dan Jerman, kamu akan menemukan spesies yang sama, namun kamu akan menemukan jenis yang sedikit berbeda di Perancis bagian tengah, dan juga berbeda lagi dengan yang ada di wilayah Jerman,” jelas Gleach.

Jadi kayu dari wilayah Indonesia, pasti akan terlacak bagaimanapun ia disembunyikan atau sudah berapa lama pun ia berubah menjadi meja di sebuah restoran cepat saji atau di rumah seorang saudagar di Eropa. Jika hal ini terjadi, maka hukuman siap menanti bagi importir yang melakukannya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,