Organisasi Lingkungan Anugerahi Valuing Nature Award untuk Presiden RI

Tiga organisasi lingkungan dunia mengaunugerahi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan penghargaan “Valuing Nature Award” atas kepemimpinannya dalam melindungi berbagai kekayaan hayati dan habitatnya di nusantara. Penghargaan ini diberikan oleh World Resources Institute, The Nature Conservancy dan WWF dalam sebuah jamuan makan malam di New York, Amerika Serikat.

Penghargaan “Valuing Nature Award” ini adalah yang pertamakalinya diselenggarakan. Penghargaan ini diberikan bagi negarawan atau tokoh yang dinilai berjasa mendorong perlindungan dan pelestarian alam serta spesies yang ada di dalamnya secara kontinyu.

Dalam rilis media yang dimuat di situs World Resources Institute, penghargaan kepada Yudhoyono diberikan terutama terkait kepemimpinannya dalam pembentukan kerjasama multilateral program Coral Triangle Initiative atau Segitiga Terumbu Karang yang berupaya melindungi pesisir dan perairan di enam negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, yaitu: Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.

Upaya ini dinilai penting karena kawasan perairan Segitiga Terumbu Karang  ini memiliki kekayaan hayati terbesar di dunia, dan merupakan rumah bagi lebih dari 75% spesies terumbu karang dan 37% spesies ikan yang ada di dunia. Secara total, kawasan ini bernilai ekonomi sangat tinggi, yaitu sekitar 2.3 miliar dollar. Selain gantungan hidup bagi berbagai hayati laut, kawasan ini juga memberikan kehidupan bagi manusia yang ada di sekitarnya dengan memberikan bahan pangan, kesempatan berbisnis dan pekerjan, serta banyak hal lainnya bagi jutaan orang.

Terkait upaya perlindungan ini, pemerintah juga berupaya terus meningkatkan wilayah Kawasan Konservasi Laut hingga mencapai target 20 juta hektar di tahun 2020. Saat ini, pemerintah Indonesia sudah melindungi kawasan seluas 13.4 juta hektar, dan diharapkan bisa menambahk sekitar 10 juta hektar lagi dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

Namun, penghargaan internasional ini rupanya tidak berbanding lurus dalam prestasi di dalam negeri. Setidaknya itulah penilaian seorang aktivis politik AP Batubara, yang pernah mendapat penghargaan lingkungan Sahwali Award tahun 1997. Dia menilai, pemerintahan Presiden SBY tidak memiliki rencana jangka panjang pembangunan lingkungan hidup.

Sepeti dilansir oleh Detik.com tanggal 2 September silam, SBY disebutnya hanya membahas isu lingkungan hidup ketika ada momen tertentu, misalnya Hari Bumi tiap 22 April, Hari Lingkungan Hidup se-Dunia tiap 5 Juni atau menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) mengenai lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

“Kualitas air, udara, tanah, dan lingkungan hidup kita terus memburuk. World Bank menaksir setiap tahun terjadi pengurangan wilayah hutan (deforestasi) antara 700.000 – 1.200.000 hektar. Artinya, setiap tahun kita kehilangan hutan seluas 2.461.538 kali lapangan sepak bola,” terang AP Batubara.

Mengutip informasi dari Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), kualitas air sungai di 32 provinsi di Indonesia juga jelek: 82 persen tercemar berat, 13 persen tercemar sedang, 3 persen tercemar ringan dan hanya 2 persen yang memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas II. Begitu pula World Health Organization (WHO) menyatakan mutu udara di kota-kota besar Indonesia kebanyakan tercemar polusi udara, kecuali Pekanbaru.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,