,

Tiga Orangutan Jalani Rehabilitasi, Pihak Perusahaan Tidak Bertanggung Jawab

Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong, kembali menyerahkan tiga orangutan yang dipelihara warga di kawasan Sangatta, Muara Wahau dan Samarinda ke Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Borneo Orangutan Survival Foundation) Samboja Lestari 6 Oktober lalu.

Orangutan jantan yang berusia antara 1-2 tahun ini telah dipelihara sejak satu tahun yang lalu setelah ditemukan di pinggir jalan dekat sebuah Perkebunan Kelapa Sawit di Muara Wahau, Kutai Timur. Sementara orangutan betina yang berusia 3-4 tahun, ditemukan di sebuah perkebunan pribadi di wilayah Sangatta dan telah dipelihara selama tiga tahun. Adapun orangutan betina yang berusia 4-5 tahun diserahkan masyarakat Samarinda ke Universitas Mulawarman dan terakhir diserahkan ke BKSDA Kaltim.

“Dengan latar belakang penemuan ketiga orangutan tersebut, sesungguhnya nasib mereka tidak jauh berbeda dengan ribuan orangutan lain di Indonesia beberapa dekade terakhir ini yang menjadi korban atas lenyapnya kawasan hutan yang menjadi rumah dan habitat alami mereka, yang telah berubah menjadi lahan perkebunan dan pertambangan,” papar Suwardi, staf komunikasi Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo.

Saat ini ketiga orangutan tersebut masuk dalam karantina di Samboja Lestari untuk dapat dilepasliarkan kembali. “Di sinilah kemudian salah satu peranan yang dijalankan Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari Yayasan BOS, yaitu berupaya mengembalikan sifat dan perilaku orangutan yang alami. Selama di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari ini, orangutan yang nyaris kehilangan sifat alaminya ini diajarkan kembali bagaimana cara memanjat pohon, membuat sarang, dan bersosialisasi dengan orangutan-orangutan lain, sebelum akhirnya mereka dilepasliarkan ke habitat aslinya,” kata Drh Agus Irwanto, Dokter Yayasan BOS di Samboja Lestari.

Butuh Biaya 800 juta perbulan

Meliarkan orangutan, membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Sementara, bayi orangutan tidak bisa langsung dilepaskan begitu saja karena kurang lebih sama seperti bayi manusia, bayi orangutan juga membutuhkan induknya untuk melatih, mengajari dan membesarkan sampai bayi orangutan tersebut mampu mandiri hidup mandiri.

BKSDA Kalimantan Timur dan Yayasan BOS menghimbau kerjasama dan dukungan berbagai pihak. “Biaya untuk memulihkan kembali orangutan tidaklah sedikit, karena selain waktu biaya yang dibutuhkan  sangatlah besar, sehingga butuh bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak,” Ungkap Aschta Boestani Tajudin, Manajer Samboja Lestari.

Perawatan orangutan satu bulannya memakan biaya sekitar Rp 800 juta, untuk 224 orang utan yang ada di Samboja Lestari. Dan untuk perindividu orang utan memakan biaya sekitar Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Hingga kini tidak ada peranan pemerintah secara rill mengenai hal ini.

“Seperti yang dikatakan Presiden bahwa tahun 2015 sudah tidak ada lagi orangutan yang di rehabilitasi. Namun hal tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan yang ada seperti pemerintah tidak menyediakan dana untuk hal itu, namun saat ini kendala utama yakni area pelepasan yang tidak ada. Ini sangat berat, satu sisi ada tuntutan pemerintah, satu sisi butuh biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pelepasliaran orang utan. Paling tidak perbulannya membutuhkan sekitar Rp 3,5 Juta hingga Rp 4 juta untuk merawat orangutan dan ada sekitar 224 individu orangutan yang ada di Samboja Lestari, dan setiap bulannya membutuhkan sekitar Rp 800 juta,” papar wanita yang akrab dipanggil Ibu Nita ini

Perusahaan yang secara langsung maupun tidak, telah menjadi pemicu kejadian ini,  diharapkan dapat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan orangutan-orangutan yang hingga saat ini sedang menjalani perawatan dan rehabilitasi di Samboja Lestari, khususnya ketiga orangutan yang baru saja memasuki Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari.

“Perusahaan harus bertanggung jawab karena menghilangkan habitat orangutan, paling tidak harus duduk bersama mencari solusi, Pemerintah memiliki kebijakan, sementara perusahaan memiliki dana, sementara kami memiliki niat,” ungkap Ibu Nita.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,