,

Akibat Tolak PLTU Batang, Warga Desa Kini Jadi Tersangka

Buntut dari penolakan warga Batang atas pendirian PLTU Batang, Jawa Tengah, hari Senin, 29 Oktober 2012 silam, lima warga Batang diperiksa sebagai saksi di Polres Batang untuk dimintai keterangan terkait tuduhan atas penahanan terhadap warga Jepang Satosi Sakamoto yang melakukan survey ke lokasi PLTU, pada 29 September 2012 lalu.

Wahyu Nandang Herawan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, sudah menduga dan memprediksi bahwa pihak-pihak yang berkepentingan berusaha untuk melemahkan pergerakan masyarakat dengan menjerat para tokoh masyarakatnya. “Hal ini sempat terjadi terhadap 2 tokoh yang lain yang dituduh melakukan pengeroyokan terhadap salah satu orang, yang secara jelas-jelas orang tersebut tidak dilokasi kejadian seperti apa yang telah dituduhkan dan memang di tempat tersebut tidak ada kejadian apapun,” tutur Nandang.

Dalam rilis LBH Semarang yang diterima Mongabay Indonesia, Kamis, 1 November 2012, dijelaskan bahwa, hari Senin itu pula, pukul 14.00 wib kelimanya dibawa dari Polres Batang menuju Polda Jawa Tengah dan tiba pukul 16.00 wib. Kelima warga Batang tersebut kemudian langsung diperiksa oleh penyidik Direskrimum Polda Jawa Tengah hingga pukul 01.30 WIB.

Surat penangkapan pun baru dibuat oleh Direskrimum Polda Jawa Tengah setelah 5 warga tersebut dibawa di Polda Jawa Tengah. Mereka disangkakan dengan pasal berlapis-lapis, bahwa telah melakukan penyanderaan (pasal 333 KUHP), pengeroyokan (pasal 170 KUHP), pencurian (pasal 363), pemerasan (pasal 368), perusakan barang dan perbuatan tidak menyenangkan (pasal 335) yang masing-masing ancaman atas tindak pidana tersebut diatas lima tahun dan secara aturan hukum harus di dampingi oleh penasehat hukum.

Nandang menambahkan, kelima warga tersebut saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Dirreskrimum Polda Jateng sejak 30 Oktober 2012 malam.

Kelima warga Batang ini menilai, perubahan status saksi menjadi tersangka terhadap kelima pahlawan Batang ini terlalu dini dan tergesa-gesa serta terkesan dipaksakan.

Sementara itu, Arif Fiyanto, dari Greenpeace Indonesia kepada Mongabay Indonesia mengatakan, penahanan lima warga Batang yang menolak rencana pembangunan PLTU di desa mereka, jelas menunjukkan bahwa institusi kepolisian tidak pernah bersungguh-sungguh untuk menganyomi dan melindungi warganya sendiri.

“Penolakan warga Batang terhadap PLTU dijamin konstitusi. Pemerintah dan pengusaha tidak boleh memaksakan kehendak mereka, suara warga Batang harus didengar oleh pemerintah,” kata  Arif.

Pembangunan PLTU Batubara bukan hanya meningkatkan ancaman perubahan iklim terhadap negara kepulauan ini, tetapi juga bertolak belakang dengan komitmen SBY untuk mengurangi emisi gas rumah dari Indonesia sebesar 26% pada tahun 2020.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,