,

Pengambilan Lahan Oleh Pemasok APP Berlanjut, Warga Ditakuti Senjata Api

Konflik tumpang tindih kepemilikan lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan pemasok kayu untuk industri bubur kertas di Riau terus terjadi. Setelah ratusan masyarakat adat Kedatukan III Koto Sebelimbing, Kampar, Riau bersikeras mengambil alih kembali 4.500 hektar lahan mereka yang berada di kawasan konsesi HTI milik PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), pihak perusahaan menggunakan bunyi letusan untuk menakuti warga, mereka pun melakukan pengusiran dengan menggunakan tenaga keamanan.

Salah satunya adalah Jalimin (53), yang sontak menggigil saat tiba-tiba didatangi sekitar puluhan sekuriti PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) bersama belasan polisi setempat. Jalimin bersama dua temannya dari Kampung Pertemuan, Desa Siabu, Kecamatan Salo, sedang menanam bibit karet. Tanpa mengiraukan perdebatan, sekuriti itu langsung memintanya meninggalkan lahan yang diklaim Jalimini sebagai tanah ulayat milik Kedatukan Rajo Melayu.

“Bapak silahkan berangkat sore ini juga. Kalau tidak, nanti ada polisi yang angkut bapak. Itu kata-katanya yang saya ingat. Lantaran takut, kami lari ke hutan bersembunyi sampai besok paginya,” tutur Jalimin kepada Mongabay Indonesia di lokasi kejadian, Jumat 16 November 2012 silam.

Jalimin dan temannya terpaksa bersembunyi di hutan hingga esok paginya mengingat kerja kerasnya menaman bibit karet yang sudah mencapai 50 hektar. Namun subuh hari, bapak dari dua anak ini mendengar suara seperti tembakan senjata api.

“Ada sekitar enam atau tujuh suara tembakan yang kami dengar dekat gubuk yang kami bangun. Kami tidak tau apakah itu untuk memburu binatang atau  menakut-nakuti kami, tapi kami memang takut dan paginya pulang ke desa,” kata Jalimin.

Tunggul kayu alam yang tersisa di antara hamparan bibit akasia di lahan sengketa. Foto: Zamzami

Belum sampai seminggu setelah kejadian itu, situasi di lahan sengketa memanas. Puluhan warga suku Rajo Melayu berkumpul karena mendengar kabar akan dilakukan pembongkaran gubuk-gubuk yang dibangun warga untuk menjaga ladang. Hingga sore, tidak ada pergerakan dari perusahaan dan sejumlah warga pulang ke desa.

“Sorenya tinggal 17 warga saja. Saat itulah seratusan sekuriti kembali mendatangi lahan tersebut bersama anggota kepolisian. Jumlah kami tidak seimbang. Kami mundur dan tujuh buah gubuk dirobohkan mereka,” tambah Jalimin.

Sengketa lahan antara masyarakat adat Kedatukan III Kota Sebelimbing Kampar, Riau dengan perusahaan HTI milik PT PSPI, penyuplai independen bahan kayu untuk pabrik Asia Pulp and Paper. Konflik ini telah berlangsung sejak 2007. Pemicunya adalah SK Kemenhut Nomor 249/Kpts-II/1998 yang memberikan hak pengelolaan HTI kepada PT PSPI seluas 50.725 hektar.

Sejak mendapatkan izin dan sudah beberapa kali melakukan pemanenan, belum ada penyelesaian tata batas sebagaimana yang diatur dalam undang-undang yang akhirnya 4.500 hektar tanah Rajo Melayu yang berada dalam konsesi hingga sekarang belum di-inclave.

“Sampai sekarang sudah tiga kali pembongkaran gubuk-gubuk warga. Totalnya 27 pondok yang dihancurkan. Terakhir pertengahan puasa kemarin. Kami tetap akan ada di sini karena kami memang sudah ada di tanah ini seratusan tahun lalu,” kata Datuk Rajo Melayu di dalam gubuk mushola yang dibangun warga sebagai pusat perjuangan mereka kemarin.

Konflik tersebut hanya menyisakan kelelahan bagi Samsiar (55), warga Kampung Pertemuan. Ia bersama keluarganya sempat menanam bibit semangka, pisang dan karet. Belum lagi tumbuh dan menghasilkan, tanamannya dihancurkan. “Memang adzab. Manalah sempat berbuah, baru ditanam aja dah ditebang mereka,” ujarnya lirih.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,