,

Badak Sumatera Ditetapkan Sebagai Satwa Nasional 2012, Apa Dampak Positifnya?

Terkait peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 5 November silam, Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan tanaman mangrove jenis Kandelia Candel ditetapkan sebagai Satwa dan Puspa Nasional 2012. Dari rilis Kementerian Lingkungan Hidup, penetapan ini dilakukan untuk memperkuat upaya perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan keragaman hayati Indonesia.

Penetapan itu disampaikan Wapres Boediono di Istana Wakil Presiden Jakarta, Senin 19 November 2012 terkait  peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang tahun ini bertema “Lestarikan Puspa dan Satwa, Menjaga Bumi Lestari”.

“Tahun ini telah ditetapkan Mangrove Kandelia Candel sebagai Puspa Nasional 2012. Dan Badak Sumatera Satwa Nasional 2012,” kata Boediono saat memberikan kata sambutan di depan Menteri Lingkungan Hidup Balthazar Kambuaya, Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari.

Populasi Badak dewasa yang ada di seluruh dunia saat ini kurang dari 250 ekor. Populasi ini diperkirakan akan berkurang 25 persen dalan masa satu generasi ke depan. Panjang satu generasi sekitar 20 tahun. Saat ini, Badak Sumatera diketahui hanya hidup di Sumatera yaitu di Taman Nasional (TN) Way Kambas, TN Leuser, TN Bukit Barisan Selatan, dan TN Kerinci-Seblat. Keberadaan Badak menjadi sangat terdesak dikarenakan adanya keterbatasan ruang akibat alih fungsi lahan dan kondisi lingkungan yang kurang mendukung kehidupannya.

Tutupan hutan primer Sumatera antara 1990-2010. Klik untuk memperbesar tabel.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) sendiri sudah menetapkan bahwa spesies ini masuk dalam kategori kritis mengingat populasinya yang semakin berkurang. Indonesia sendiri baru berhasil menambah jumlah badak Sumatera tanggal 23 Juni 2012 silam dengan kelahiran Andatu, seekor anak badak hasil perkawinan jantan dan betina di penangkaran badak Sumatera di Way Kambas. Sementara di alam liar, belum diketahui secara pasti hingga kini penambahan populasi mereka.

Tabel tutupan hutan di Sumatera 1990-2010. Klik untuk memperbesar tabel.

Dukungan terhadap kelestarian habitat badak Sumatera nampaknya memang semakin krusial, mengingat tutupan hutan di Sumatera yang semakin berkurang secara drastis. Berdasar kajian Belinda Arunarwati Margono dari South Dakota University dan Kementerian Kehutanan RI, kondisi hutan Sumatera memang mengerikan.

Pertumbuhan hutan yang berusia tua di Sumatera menyusut sekitar 40% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, sementara secara keseluruhan hutan di Indonesia sudah musnah sekitar 36%, hal ini terungkap dalam kajian komprehensif berdasarkan citra satelit yang baru saja dipublikasikan dalam Environmental Research Letters.

Dari kajian yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Belinda Arunarwati Margono dari South Dakota State University dan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia ini, secara umum, Sumatera telah kehilangan 7,5 juta hektar hutan antara tahun 1990 hingga 2010, dan sekitar 2.6 juta hektar diantaranya adalah hutan primer. Sebagian besar hutan yang hilang adalah hutan sekunder yang habis akibat penebangan liar. Hanya 8% hutan perawan yang tersisa di Sumatera.

Perubahan tutupan hutan di Sumatera. Klik untuk perbesar grafik.

Sementara itu, ekspansi bisnis yang rakus lahan seperti hutan tanaman industri dan kelapa sawit terus terjadi. Bahkan Sumatera, adalah salah satu pusat perkembangan kelapa sawit, yang tidak hanya di level Indonesia, namun juga dunia. Propinsi Riau, adalah propinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia dengan 1,5 juta hektar, dari sekitar 8 juta hektar total perkebunan sawit di Indonesia. Sementara, bisnis kertas yang dilakukan oleh Asia Pulp and Paper, berdasarkan laporan Eyes on the Forest, sejak 1984 sudah memusnahkan sekitar 2 juta hektar hutan Sumatera.

Badak Sumatera, nampaknya lebih memerlukan habitat mereka, dan tidak sekedar penetapan terkait perayaan hari-hari khusus. Menekan laju penggundulan hutan untuk menjaga keberlangsungan spesies langka ini, jelas lebih utama saat ini. Karena sekali lagi, Cinta itu memberi bukti, bukan Janji…

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,