Laporan Greenpeace: Merek Pakaian Terkenal Mengandung Zat Berbahaya

Sebagian ditemukan dari sampel produk yang diproduksi dan dijual di Indonesia.

GREENPEACE International serentak di berbagai belahan dunia, Selasa(20/11/12), merilis laporan investigasi mengenai sejumlah produk merek fast fashion ternama yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya. Temuan ini juga diperoleh dari produk yang dijual maupun diproduksi di Indonesia.

Salah satu temuan utama, adalah semua merek yang diuji setidaknya mempunyai beberapa item produk yang mengandung zat NPEs, yang terurai menjadi bahan kimia yang menyebabkan gangguan hormon, dengan konsentrasi tertinggi – di atas 1.000 ppm. Temuan ini ada dalam produk pakaian dari Zara, Metersbonwe, Levi’s, C & A, Mango, Calvin Klein, Jack & Jones dan Marks & Spencer (M&S).

Bahan kimia lain yang diidentifikasi termasuk toksik phthalates (sejenis ester) dengan tingkat tinggi dalam empat produk, dan amina penyebab kanker dari penggunaan pewarna azo tertentu dalam dua produk Zara. Kehadiran jenis lain dari bahan kimia industri yang berpotensi berbahaya ditemukan di banyak pakaian yang diujicoba. Merek produk lain juga mengandung zat berbahaya, seperti Benetton, Only, Vero Moda, Blazek, Diesel, Esprit, Gap, Victoria Secret, Metersbonwe, Tommy Hilfiger, dan Vancl.

Produk-produk yang diuji terutama diproduksi di belahan bumi Selatan, termasuk jeans, celana panjang, t-shirt, gaun dan pakaian dalam dibuat dari kedua jenis serat yaitu buatan dan alami.

Ahmad Ashov Birry, Jurukampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, mengatakan, investigasi ini mencakup 20 merek fashion global, termasuk Armani, Levi’s dan Zara,  M& S dan lain-lain. Sebanyak 141 item pakaian diambil di 27 negara, yang diproduksi setidaknya 18 negara. Sebanyak 25 item tidak dapat diidentifikasi asal negara pembuat.  “Di laporan ini, ada lima sampel dibeli di Indonesia, empat sampel atau 80 persen teridentifikasi mengandung etoksilat nonilfenol (NPEs),” katanya saat rilis laporan berjudul “Benang Beracun – Merek Fashion Ternama Terjahit Dengannya” di Jakarta.

Lalu, dari delapan sampel yang dibuat di Indonesia, enam atau 75 persen teridentifikasi mengandung NPEs. Adapun merek-merek yang diproduksi di Indonesia dan teridentifikasi mengandung NPEs yaitu Armani, Esprit, Gap, Mango, Mark & Spencer. Sedangkan, merek-merek dijual di Indonesia dan mengandung NPEs yaitu Calvin Klein, Esprit, Gap, Levi’s, Mark & Spencer.

Menurut Ashov, tahun 2011, Indonesia menempati urutan kesembilan dunia dalam industri garmen (hilir) dan peringkat ke-11 dunia untuk industri tekstil (hulu).  Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), katanya, pada 2010 ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia mencapai US$11,21 miliar, naik 21 persen dibanding 2009. Ekspor TPT Indonesia menguasai 1,67% pangsa pasar dunia, 4,55% pangsa pasar di Amerika Serikat, dan 1,28% Uni Eropa.

Lokasi industri TPT terkonsentrasi di Jawa Barat (57 persen), Jawa Tengah (14 persen), dan Jakarta (17 persen). Sisanya, tersebar di Jawa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta. Daerah aliran Sungai Citarum, mendukung 20% total produksi industri Indonesia, merupakan sumber dari 60% produksi tekstil nasional.  “Dari data itu, diduga merek-merek ternama itu turut meracuni Sungai Citarum dan sungai-sungai lain di Indonesia dengan bahan kimia berbahaya,” kata Ashov. Namun, dia menekankan investigasi Greenpeace belum sampai pabrik-pabrik asal produk.

“Greenpeace menuntut merek fashion berkomitmen nol pembuangan semua bahan kimia berbahaya pada tahun 2020 .” Komitmen ini seperti sudah dilakukan merek  H&M dan M&S. Greenpeace juga meminta pemasok mereka mengungkapkan semua bahan kimia beracun yang dilepaskan kepada masyarakat di lokasi pencemaran air.

Rahma Shofiana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, mengatakan, bahan kimia tak bisa terurai dan akan terakumulasi terus menerus yang berpotensi menjadi bahan kimia yang dapat mengganggu sistem hormon, bahkan menyebabkan kanker ketika dilepaskan ke lingkungan. “Memang, dampak langsung belum tentu terkena si pemakai. Namun, jika pakaian itu dicuci, bahan kimia menyebar lewat air cucian.”

Pemaparan itu, katanya, tak serta merta tetapi jangka panjang dengan beberapa cara, seperti lewat udara, terminum sampai rantai makanan, misal, ikan yang terkontaminasi.

Yifang Li, Senior Toxics Campaigner Greenpeace untuk Asia Timur dalam rilis kepada media mengatakan, merek fashion ternama menjadikan semua korban mode dengan menjual pakaian mengandung bahan kimia berbahaya. “Ini berkontribusi terhadap polusi air beracun di seluruh dunia, baik ketika proses produksi maupun saat pakaian itu dicuci,” ujar dia.

Laporan dan lembar fakta dapat di lihat di sini 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,