,

Festival Mata Air 2012: Revolusi Lingkungan dari Kaki Gunung Merbabu

Kabut dingin mulai turun dari Gunung Merbabu. Hembusan dingin angin dan mendung mulai menyelimuti Taman Nasional Gunung Merbabu, Jumat, 30 November 2012. Pukul 6.30 pagi, warga Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang sudah mulai membawa bibit tanaman ke lokasi penanaman di ketinggian 1500 MDPL.

Lalu pukul 8.30 pagi, disusul 1000 siswa SMP Negeri  1 Getasan beserta pengajarnya, Aparat TNI dari Koramil Getasan, Karang Taruna Krida Bhakti, komunitas KOMPPAS, relawan  dan aktivis lingkungan dari berbagai daerah  datang ke lokasi penanaman. Mereka membawa bibit-bibit tanaman untuk mereka tanam di lubang-lubang yang sudah dibuat seminggu sebelumnya oleh masyarakat dan panitia.

Siswa-siswi SMP 1 Getasan berbaris menuju lokasi penanaman pohon (kiri). Para relawan melakukan penanaman pohon untuk menjaga lereng Gunung Merbabu (kanan). Foto: Tommy Apriando

Inilah segelintir potret sebagian aktivitas dalam Festival Mata Air 2012 di Salatiga. Kegiatan ini menjadi ajang kampanye TUK melalui aksi tanam pohon, penggunaan daur ulang sampah, konser musik dan kesenian budaya lokal dengan mengusung tema besar konservasi mata air dan revolusi lingkungan. “Masyarakat dan pemerintah perlu sadar bersama akan konservasi mata air, untuk kehidupan yang akan datang,” kata Eric Setyo Dharmawan, Ketua panitia penyelenggara dari Komunitas Tanaman Untuk Kehidupan.

Acara ini dirasa semakin krusial, mengingat semakin banyaknya habitat manusia dibangun tanpa memerhatikan tata guna lahan dan dampak terhadap lingkungan. Lahan yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air justru terhalang oleh bangunan dan menyebabkan semakin sedikit air yang masuk ke dalam tanah sehingga debit mata air terus menurun. Untuk membantu mencegah semakin menyusutnya debit air, warga terus menghijaukan lereng Merbabu, memantau kondisi tanaman, karena lerang Merbabu menjadi daerah tangkapan air untuk mata air Senjoyo.

Dari data kantor Lingkungan Hidup (KLH) Salatiga tahun 2007, ada empat mata air besar yang ada di Kota Salatiga, yaitu mata air Kalitaman (debet air 150 liter per detik), mata air Kalisombo (50 liter per detik), mata air Benoyo (50 liter per detik), dan yang terbesar mata air Senjoyo (1.000 liter per detik).  Jumlah debit ini, kini semakin berkurang.

Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM) dipilih menjadi  lokasi penanaman, karena tahun-tahun sebelumnya Konservasi Mata Air (KMA) dilakukan di mata air Senjoyo. Selain itu, lokasi lereng merbabu sebagai daerah resapan air dan memiliki mata air untuk kehidupan warga sekitar. Menurut Saemingan Sastro Rejo, ketua karang taruna Tunas Krida Bhakti kepada Mongabay Indonesia mengatakan, debit air setiap tahunnya terus menurun. “Awal saya datang di desa Tajuk, tahun 1980, debit air besar,tetapi saat ini terus menurun,” kata Saemingan.

Penanaman ini merupakan bentuk kepedulian dan kesadaran warga yang tinggal di lereng Gunung Merbabu. Air menjadi kebutuhan sentral bagi warga, apalagi kehidupan warga di lereng merapi adalah petani. Hal ini masih ditambah dengan kerusakan hutan di Gunung Merbabu yang cukup parah. Ketika dikelola Perhutani, sebagai hutan produksi banyak oknum Perhutani yang mengeksploitasi kayu di hutan .

Selain itu, kebakaran hutan pada musim kemarau lalu yang menyebabkan berkisar 50 hektar tanaman terbakar. Sejak tahun 2004, perhutani sudah tidak lagi mengelola hutan di lerang Merbabu bagian utara, saat ini dijadikan TNGM dan dikelola oleh Balai TNGM. “Air adalah sumber kehidupan kami, sehingga konservasi terhadap mata air wajib untuk kami lakukan,” kata Saemingan.

Sejak tahun 2007, warga sudah melakukan penanaman sekitar  40.000 ribu jenis tamanan. 90 persen tanaman itu hidup dengan baik. Mulai dari cemara gunung, puspa, akasia dekoren, preh, bringin, dadap, kina,manisjangan. “Semua tanaman ini adalah endemik Gunung Merbabu,” tambah Eric Setyo.

Aktivitas kesenian dalam Festival Mata Air 2012. Foto: Tommy Apriando

Festival Mata Air tahun 2012 kali ini adalah festival dari komunitas TUK yang ke 5.

Festival ini akan mengusung tema Revolusi Untuk Lingkungan. Acara diselenggarakan pada tanggal 1-2 Desember 2012, bertempat di area bekas terminal soka Salatiga yang terletak di Jalan Diponegoro Salatiga. Beberapa tahun terahir hingga saat ini tempat tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal oleh masyarakat sekitar.

Dalam pra acara FMA tahun ini, TUK sudah melakukan acara contohnya adalah Clean Up the World yang dilakukan pada tgl 23 Septembar 2012, sosialisasi kepada jaringan yang ada di Jogja, Jakarta, Pati, Magelang dan Blora Serta kominitas 2 yang ada di Salatiga. Saat ini TUK juga telah melakukan beberapa workshop seperti workshop instalasi, workshop marching band dll untuk pendukung acara FMA 5.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,