, , ,

Danau Sentarum: Menjaga Alam, Menjaga Sumber Kehidupan

“Tak ada yang lebih tahu soal Sentarum kecuali orang Sentarum. Turun-temurun kami hidup di kawasan ini.  Dalam aturan lokal, masyarakat memanfaatkan sumber daya alam sekitar untuk penghidupan. Sebagai bukti, Danau Sentarum tetap lestari dan bermanfaat hingga kini.” Kalimat itu disampaikan Haryanto dalam Pertemuan Masyarakat Danau Sentarum Kelima di Desa Lanjak, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, pertengahan Desember lalu. Kegiatan ini rangkaian Festival Danau Sentarum – Betung Kerihun (FDS-BK) kedua kali di Lanjak, berlangsung 12 – 15 Desember 2012.

Haryanto adalah Kepala Desa Nanga Leboyan. Dia sekaligus mewakili masyarakat Danau Sentarum dalam menyampaikan berbagai persoalan hidup berikut hak-hak mereka. “Keberadaan taman nasional itu semestinya memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat di sekitar danau. Bukan sebaliknya. Kami berharap taman nasional bisa mengayomi warga agar tercipta keseimbangan antara manusia dengan alam,” katanya.

Dia berharap, masyarakat Sentarum menerima imbal balik jasa dari program konservasi yang sudah dicanangkan pemerintah. “Ini harapan kami dari keluarga besar Danau Sentarum. Agar usulan-usulan program dari kami mendapat perhatian dan ditindaklanjuti Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu.”

Berdasarkan catatan, potensi ekonomi madu hutan oleh petani lebah madu hutan berkisar antara 16 – 30 ton per tahun. Khusus kelompok Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS), sekitar 16 ton panen madu melalui skema sertifikasi organik dan memiliki pangsa pasar nasional dan internasional. Harga madu tingkat petani saat ini sekitar Rp60 ribu per kilogram. Artinya, pendapatan petani madu bisa mencapai Rp1 miliar per tahun.

Namun dalam tiga tahun terakhir, terjadi perubahan iklim cukup ekstrim. Banjir mengakibatkan kerusakan besar. Tak hanya terhadap tikung atau dahan buatan tempat lebah bersarang, juga ladang dan kebun karet masyarakat.

Pada periode Juli sampai November tahun ini, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan cukup luas di kawasan danau. Sistem ketahanan pangan dan sumber ekonomi masyarakat pun terancam.

Menanggapi sejumlah persoalan yang dihadapi warga di sekitar Danau Sentarum, Ismet Khaeruddin, National Expert GIZ-FORCLIME Component 3, mengatakan, masyarakat telah bermukim turun-temurun di kawasan ini. “Mereka pasti lebih tahu soal ekologi danau. Bagaimana mereka memanfaatkan potensi ekonomi secara arif, dan membentuk tatanan sosial budaya di kawasan Sentarum,” ujar dia. Mereka sudah ada dan bermukim jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional. “Akan lebih strategis jika hubungan-hubungan itu tetap dipertahankan dan diarahkan untuk mencapai misi konservasi TNDS melalui penataan zonasi TNDS. Sudah terbukti, hubungan-hubungan itu berperan dalam pelestarian kawasan, hingga sistem ekologi masih tetap berfungsi baik sampai saat ini.”

Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Salah satu poin menyebut penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya.

“Masyarakat Danau Sentarum harus ikut berperan aktif dalam pengelolaan TNDS, termasuk proses penyusunan zonasi saat ini. Itu amanat Pasal 19 Permenhut Nomor 56/2006, hingga misi konservasi TNDS dapat tercapai. Tentu, semua ini bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Danau Sentarum,” ucap Ismet.

Sementara itu, Valentinus Heri, Direktur Riak Bumi, mengatakan, sejak 2009, masyarakat Sentarum sudah membentang harapan hingga 2014. “Pertemuan tahunan kali ini ajang melihat bagaimana perkembangan impian itu. Seberapa besar tingkat capaian, dampak, hingga tantangan ke depan.”

Menurut dia, ada hal konkret sudah tercapai, misal pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di empat lokasi. Hampir setiap tahun, ada satu PLTMH dibangun di Kecamatan Batang Lupar menyusul proyek percontohan pembangunan PLTMH di Sungai Pelaik, salah satu perkampungan di kawasan TNDS.

Hal lain, berbagai persoalan terkait isu ketahanan pangan dan rencana pembukaan Pos Lintas Batas Badau-Lubok Antu. “Kita berharap ada upaya lebih konkret menghadapi masalah-masalah dan potensi guna mempercepat pencapaian mimpi bersama ini.”

Albertus Tjiu, Project Leader Kapuas Hulu, WWF-Indonesia Program Kalbar, menambahkan, metode pertemuan tahunan masyarakat Danau Sentarum ini sangat jitu dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Rumusan hasil pertemuan, kata Albertus, mendapat ruang tepat dan cepat serta dikomunikasikan langsung kepada pejabat Pemerintah Kapuas Hulu melalui forum dialog di hari terakhir dengan Wakil Bupati dan jajarannya. “Kolaborasi manajemen dan sinergitas yang sudah terbangun di antara Pemerintah Kapuas Hulu, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat pendamping serta TNDS ini diharapkan mewujudkan impian bersama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Albert.

Produksi madu dari Danau Sentarum. Foto: Ridzki R. Sigit (Mongabay.co.id/NTFP-EP)
Produksi sabun madu dari Danau Sentarum. Foto: Ridzki R. Sigit (Mongabay.co.id/NTFP-EP)
Salah satu kegiatan Festival Danau Sentarum. Foto: Ridzki R. Sigit (Mongabay.co.id/NTFP-EP)
Pelangi di atas Danau Sentarum. Hutan di sekitar kawasan ini harus terjaga. Foto: Ridzki R. Sigit (Mongabay.co.id/NTFP-EP)
Artikel yang diterbitkan oleh
,