, ,

Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 1)

KONFLIK-konflik agraria atau sumber daya alam (SDA) makin parah. Ketidakjelasan tata ruang termasuk penetapan kawasan hutan, sampai sikap pemerintah yang seakan membiarkan konflik, makin memperburuk keadaan. Perusahaan-perusahaan masuk ke wilayah-wilayah berpenghuni, atau di lahan milik masyarakat adat maupun lokal. Konflik antar warga, warga-perusahaan, warga-pemerintah, pun muncul. Masyarakat menjadi pihak yang paling banyak menanggung rugi.

Gesekan-gesekan berujung terus terjadi. Sederet konflik SDA menyebabkan kerugian harta dan jiwa terjadi hingga penutup tahun ini. Data Walhi, menyebutkan, pada 2011, ada 8.307 kasus konflik agraria, 4302 kasus dinyatakan telah selesai.

Paling banyak konflik terjadi di Sumatera Barat 883 kasus, di Sulawesi Selatan 780, Jawa Barat 749, Jawa Tengah 532, Bali 515, Jawa Timur 400, Nusa Tenggara Timur 335, Sumatera Utara 331, Banten, 324, dan Kalimantan Timur 242 kasus. Berikut kami sajikan cuplikan sebagian kecil konflik agraria yang terjadi tahun ini.

Januari 2012

Awal tahun,  catatan konflik agraria dimulai dari sekitar 84 petani Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, aksi protes di depan pintu masuk gedung DPR. Mereka meneruskan protes tahun 2011, yang sempat aksi jahit mulut.

Kali ini, mereka tidak lagi jahit mulut karena membahayakan jiwa demonstran.  Aksi mereka mendesak pemerintah, terutama Kementerian Kehutanan (Kemenhut), agar segera mencabut izin PT. Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) yang dianggap merusak ekosistem hutan di Pulau Padang. Perusahaan menggusur lahan yang dimiliki warga.

Masih dalam Januari, di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan juga terjadi konflik agraria gara-gara perusahaan milik adik bupati, PT Batulicin Bumi Bersujud (PT BBB)  mengajukan izin HTI ke Kemenhut. Izin seluar 29 ribu hektar itu sebagian masuk wilayah adat Suku Dayak Pegunungan Meratus, terdiri antara lain, perkampungan, pekuburan, sawah ladang. Masyarakat protes dan melaporkan kasus ini Ke Menteri Kehutanan.

Di Halmahera Tengah, konflik warga dengan perusahaan tambang terjadi pada akhir bulan ini. Sengketa lahan terjadi di Halmahera Tengah karena ada pembukaan pertambangan nikel oleh perusahaan asing, PT. Weda Bay Nickel. Masyarakat Desa Gemaf dan 66 keluarga Desa Lelilef Sawai, belum mendapat ganti rugi, tetapi lahan dirampas. Mereka melapor ke Komnas HAM. Rekomendasi lembaga itu,  agar perusahaan negosiasi pergantian rugi dan tidak intimidasi.

Namun, perusahaan tetap menggusur lahan, hingga warga memblokade jalan dan mengusir alat-alat berat perusahaan. Masyarakat tetap bertahan dengan membuat palang-palang pemilik lahan dan poster-poster seruan aksi.

Berlanjut, pada 26 Januari, massa membakar kantor Bupati Bima, NTB buntut penolakan terhadap rencana masuknya pertambangan. Sekitar 20 ribu massa tergabung dari unsur masyarakat dan mahasiwa aksi demonstrasi di depan kantor Bupati Bima. Mereka menuntut janji Bupati Ferry Zulkarnaen pada lima hari lalu bahwa akan ada dialog dengan masyarakat mengenai pencabutan SK Nomor 188 Tahun 2010 tentang Izin Pertambangan Emas.

Februari 2012

Pada hari pertama bulan ini ditandai pembentukan panita khusus konflik agraria. Pansus ini dibuat dengan melihat begitu marak konflik agraria dari satu daerah ke daerah lain.

Pada 2 Februari, di Riau, lima petani menjadi korban kekerasan aparat. Peritiwa ini terjadi ketika warga demonstrasi mempertahankan lahan mereka dari oleh PT Majuma Agro Indonesia (MAI).

Trend Konflik Sumber Daya Alam di Riau. Data: Walhi Riau, Desain oleh Mongabay Indonesia. Foto latar Sapariah Saturi

Pada penutup bulan ini, 25 Februari, ratusan warga Kampung Fajar Indah, Panca Jaya, Mesuji, Lampung, mengamuk di PT Barat Selatan Makmur Investindo. Warga protes kehadiran perusahaan sawit ini hingga berujung pembakaran kantor dan gudang bahan bakar perusahaan ini.

Maret 2012

Pada awal Maret, konflik lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Sei Semayang, di Kelurahan Tunggurono, Kecamatan Binjai Timur, memanas. Tiga kubu yang terdiri dari PTPN II Sei Semayang, dan dua kubu warga tani terlibat bentrok di atas lahan eks HGU PTPN II Sei Semayang. Ada yang melepas panah beracun dalam bentrokan ini hingga beberapa warga terluka.

Petani Jambi yang berkonflik dengan perusahaan, melanjutkan aksi dengan berkemah di depan Kementerian Kehutanan di Jakarta, pada November 2012. Foto: Sapariah Saturi

Lalu, pada penutup bulan ini, empat petani menjahit mulut karena kecewa atas konflik lahan tanpa penyelesaian. Puluhan lain menutup mulut dengan lakban di halaman Kantor Gubernur Jambi, Telanaipura, Kota Jambi.

Petani meminta penyelesaian atas konflik lahan yang mereka alami dengan sejumlah perusahaan. Masyarakat Suku Bathin IX menuntut pengembalian lebih dari 3.600 hektar tanah adat yang menjadi kebun sawit PT Asiatic Persada, anak usaha Wilmar Group. Petani Desa Kunangan Jaya dan Mekar Jaya berebut lahan dengan PT Agronusa Alam Sejahtera dan Wanakasita Nusantara seluas 11.000 hektar.

April 2012

Awal bulan ini, diwarnai aksi petani dari Kacamatan Batahan, Kabupaten Mandailing Natal ke kantor DPRD setempat. Mereka menuntut penyelesaian sengketa lahan dengan PT Palmaris Raya. Mereka para transmigran yang didatangkan dari Jawa pada 1998 ke daerah itu. Namun, ratusan warga ini hidup menderita karena lahan yang diperuntukkan bagi mereka malah dicaplok perusahaan.

Pada akhir April terjadi tragedi dampak suara warga tak didengar. Sejak awal, warga keberatan dengan kehadiran perkebunan sawit milik PT SLS di Desa Bago Tanggul, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Namun, tuntutan mereka tak digubris dan menyebabkan kekesalan massa. Pada 23 April warga menghadang  jalan perusahaan dengan bersenjata hingga menyebabkan satu karyawan perusahaan tewas.  Situasi memanas. Polisi dan aparat TNI berjaga-jaga.

Mei 2012

Konflik warga dan perusahaan terus terjadi.  Di Riau,  pada 7 Mei 2012, di Topung Hulu, PT RAKA berkonflik dengan warga hingga terjadi bentrokan fisik dengan enam korban penembakan. Perusahaan ini juga berkonflik dengan masyarakat di Kecamatan Tapung Hilir. Di hari yang sama warga Desa Batang Kumu, Rokan Hulu bentrok dengan PT Mazuma Agro Indonesia (MAI). Tiga rumah warga dirusak.

Pada 9 Mei, terjadi unjuk rasa penolakan kehadiran tambang di Bima. Penolakan dilakukan terhadap kehadiran tambang batu marmer di Desa Campa, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima ini berakhir ricuh dan massa yang pro dan kotra nyaris bentrok. Beruntung, bentrok tak sampai terjadi setelah dilerai oleh aparat yang mengawal jalannya aksi.

Aksi sejumlah pemuda ini berawal di Desa Dena. Massa sempat menghadang sebuah truk warna merah. Truk ini dikira milik PT Bunga Raya. Pasalnya, aktivitas truk PT Bunga Raya yang sering berlalu lalang di jalan lingkungan desa mengakibatkan ruas jalan rusak. Setelah di periksa, truk bukan milik PT Bunga Raya dan akhirnya dilepas.

Pada 22 Mei, bentrokan warga dan PT PN II di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, pecah. Belasan orang luka-luka. Suasana mencekam. Di beberapa kampung sekitar lokasi bentrok sepi, sebagian warga pergi. Mereka takut ditangkap polisi karena terlibat dalam bentrokan dan pembakaran lima truk PTPN II.

Konflik terjadi karena lahan masyarakat diklaim milik BUMN ini. Satu sisi, HGU perusahaan ini belum diperpanjang. Ada juga lahan masyarakat adat dulu disewa perusahaan perkebunan masa Belanda, sebelum dinasionalisasi menjadi PTPN II.

Penolakan warga terhadap kehadiran perusahaan tambang emas. Foto: Iswadi Sual

Pada 26 Mei, terjadi demonstrasi anti tambang di Desa Picuan Lama, Minahasa Selatan, Sumatera Utara (Sulut) menyebabkan dua orang luka tembak dan menahan seorang mahasiswa, Iswadi Sual.

Demonstrasi warga Desa Picuan, Motoling Timur, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara (Sulut), menolak perusahaan tambang emas, PT Sumber Energi Jaya (SEJ) sudah berlangsung sekitar tiga bulan. Mereka meminta, pemerintah mencabut perizinan tambang emas perusahaan yang berkantor pusat di Kapuk Pulo, Jakarta ini.

Pada siang itu pembubaran aksi warga oleh polisi terjadi.  Akibatnya, dua warga terkena tembakan, masing-masing, Leri Sumolang (di pantat) dan Nautri Marentek (di lengan). Iswadi ditahan polisi.

Juni 2012

Para relawan bakar diri yang sedang aksi di Gedung DPRD Riau. Foto: Ahlul Fadli

Awal  Juni, dihebohkan kabar  10 warga Pulau Padang ingin bakar diri. Mereka protes karena tuntutan tak digubris pemerintah. Tuntutan mereka, pemerintah merevisi SK 327, izin hutan tanaman industri (HTI) kepada PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti.

Mereka telah mengirimkan surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lagi-lagi tak ada tanggapan. Pada 25 Juni 2012, Serikat Tani Riau (STR) pun akan aksi bakar diri di depan Istana Negara Jakarta.

Kejadian tak kalah miris terjadi di Padang Halaban, Kecamatan Aek Natas, Sumatera Utara (Sumut), 4 Juni 2012. Puluhan petani diamankan polisi, satu warga tertembak karena berkonflik dengan perusahaan sawit raksasa, PT Smart Tbk, anak usaha Sinas Mas.

Polisi yang bersenjata lengkap total menangkap 60 orang petani dan membawa ke Polres Labuhan Batu memakai tiga truk Dalmas. Mereka ditangkap paksa dengan disisir dari rumah ke rumah sampai menyerahkan diri tanpa perlawanan. (bersambung)

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,