, ,

Kaleidoskop Satwa 2012: Perdagangan Satwa Langka Indonesia Masih Subur (Bagian III)

Bagian terakhir dari seri Kaleidoskop Satwa 2012 akan menyoroti berbagai kasus perdagangan satwa yang masih marak terjadi di Indonesia. Umumnya satwa yang diperdagangkan diambil dari alam liar Indonesia secara langsung, dan bukan hasil penangkaran. Banyak diantaranya, justru dipelihara oleh para pejabat negeri ini yang seharusnya memahami peraturan dan memberikan contoh untuk tidak memelihara satwa dilindungi. Dalam beberapa kasus, bahkan juga melibatkan aparat keamanan yang seharusnya menjadi rantai untuk menjaga kelestarian satwa Indonesia, dan bukan sebaliknya, mengamankan perdagangan satwa ilegal demi ego visual segelintir orang.

Beberapa jenis satwa yang paling laris di pasaran gelap untuk dijadikan peliharaan adalah berbagai jenis burung langka dari Indonesia bagian timur, beberapa primata baik kecil maupun besar, serta beberapa jenis mamalia seperti beruang madu atau binturong. Sementara jenis satwa yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau diambil bagian tubuhnya umumnya adalah penyu, yang biasanya dibunuh untuk dijadikan pajangan dengan cangkang yang indah, atau telur penyu untuk dikonsumsi, atau bahkan daging penyu yang dipercaya memiliki khasiat tertentu oleh beberapa bangsa di Asia seperti Cina dan Jepang. Spesies lain yang juga rentan diburu untuk dimanfaatkan bagian tubuhnya adalah ular, yang umumnya dikuliti untuk digunakan sebagai material mentah dalam bisnis busana wanita untuk dijadikan dompet, tas dan sepatu.

Reptil Indonesia yang laris di pasar satwa, menurut hasil penelitian Natusch dan Lyons. Foto: Daniel Natusch dan Jessica Lyons

Dua peneliti bernama Daniel Natusch dan Jessica Lyons dari Universitas New South Wales Australia antara bulan September 2010 dan April 2011 telah melakukan survey terhadap para pedagang reptil dan amfibi di propinsi Maluku, Papua Barat dan Papua. Para penulis menemukan beberapa jenis spesies yang banyak diperdagangkan, diantaranya: ular piton hijau (Morelia viridis), ular piton boelen (Morelia boeleni), kadal leher berumbai (Clamydosaurus kingii), Kura-kura Papua/snapping turtle (Elseya brndenhorsti), kadal lidah biru (Tiliqua Scincoides), katak pohon hijau (Litoria caerulea), dan beberapa spesies dari biawak (Varanus sp.)

Menurut hasil kajian ini, sekitar 5.370 individu dari 52 spesies berhasil ditemukan untuk diperdagangkan. Setidaknya sekitar 44% adalah dilindungi atau tidak untuk ditangkarkan, hal ini menjadikan perdagangan jenis-jenis spesies ini ilegal. Sekitar setengah dari jumlah spesies yang ditemukan ini tercatat dalam CITES atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna.

Penyu sisik masih diyakini membawa khasiat khusus bagi kesehatan manusia, sekaligus suvenir indah. Foto: Dhenok Hastuti

Sementara menurut Dirjen PHKA, Darori, penyu dan trenggiling saat ini menjadi komoditas yang cukup tinggi permintaannya di luar negeri, terutama di wilayah Asia Timur seperti Cina, Taiwan, dan Vietnam. Dijelaskan, penyu-penyu tersebut umumnya diawetkan dan dijadikan pajangan. “Karena di negara-negara itu, penyu-penyu ini jadi semacam kepercayaan. Ada keyakinan bahwa penyu itu melambangkan sesuatu yang spesial. Selain itu, ada juga yang senang mengkonsumsi dagingnya,” ujar Darori. Penyu hijau termasuk hewan terancam punah dan dilindungi oleh pemerintah melalui Undang undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES), di mana penyu masuk dalam status Appendix 1.

Selain permintaannya tinggi, penyelundupan penyu juga makin marak karena harga jualnya yang cukup menggiurkan. “Seekor penyu yang berdiameter 1 meter, di negara tetangga kita harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah per ekor. Di sini, satu ekor dibayar Rp 5 juta saja, nelayan atau rakyat kita sudah senang,” tambahnya. Dalam tahun 2012 ini saja, kata Darori, sudah ada lebih dari 200 ekor penyu berbagai jenis yang berhasil digagalkan penyelundupannya oleh berbagai pihak seperti Kepolisian dan Bea Cukai, dari berbagai wilayah di Indonesia. “Terbaru, kemarin juga digagalkan lagi upaya penyelundupan penyu di NTT dengan jumlah yang lebih besar lagi,” kata

Perdagangan penyu dari Indonesia sudah berlangsung sejak era 1950-an. “Selama 29 tahun, sejak 1961, Jepang telah mengimpor tak kurang dari 200.000 cangkang penyu sisik dari Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif Everlasting Nature of Asia (ELNA), Hiroyuki Suganuma, dalam sebuah diskusi di Japan Foundation Jakarta 8 September silam.

Selain dijual, perdagangan satwa secara legal juga menjadi rantai dari suplai satwa untuk keperluan hiburan, salah satunya adalah lumba-lumba. Dalam prakteknya, proses penangkapan lumba-lumba ini melibatka nelayan lokal yang mendapat order dari perusahaan penyedia jasa sirkus lumba-lumba, dengan modus operandi pura-pura tertangkap jala nelayan secara tidak sengaja dan dijual kepada penadah.

Dari catatan Mongabay-Indonesia inilah beberapa kasus yang sempat terjadi dalam isu perdagangan satwa, baik satwa yang masih hidup, maupun bagian-bagian tubuh satwa untuk dimanfaatkan.

Elang Brontok (Haliastur indus) yang laris di pasar burung. Foto: Aji Wihardandi

APRIL 2012

Sekitar 30 ekor elang diperjualbelikan di Pasar Burung Pramuka hingga saat ini, demikian pernyataan Pramudya Ketua Jakarta Animal Aid Network dalam Aksi Hari Bumi di Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Minggu 22 April 2012 silam. Menurut Pramudya, Jika satu ekor elang memiliki luasan habitat 4 hektar persegi, maka 30 ekor elang tersebut mewakili 120 hektar, sama dengan membersihkan satwa tersebut dari ekosistem alaminya.  Satwa yang diperjualbelikan tidak hanya elang. Namun juga ulang, kukang, monyet dan macaca. Untuk kukang, diperkirakan 60-80 ekor dijual tiap bulannya. Angka tersebut hanya terhitung di Pasar Burung Pramuka. Jakarta sendiri memiliki 3 pasar burung, yakni Pasar Burung Barito, Pasar Burung Jatinegara dan Pasar Burung Ngasem. Pasar Burung Pramuka, menurut Pramudya, merupakan tempat penjualan satwa liar terbesar di Asia Tenggara.

Gajah mati diracun, gadingnya hilang dicuri. Foto: WWF Riau

MEI 2012

Bulan Mei 2012, Seekor gajah Sumatera (elephas maximus sumatrae) ditemukan mati tanpa gading di kawasan hutan Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan tim khusus langsung melakukan pengecekan ke lapangan, terkait perisiwa ini. Gajah mati tanpa gading itu diperkirakan berusia 20 tahun lebih, berkelamin jantan. Hasil pemeriksaan BBKSDA, diperkirakan gajah ini sengaja dibunuh, lalu gading berukuran besar dan bagus diambil. Kepala BKSDA Riau, Ir Bambang Dahono Adji MM MSi mengatakan, dari hasil identifikasi di lapangan, gading sengaja diambil. ‘’Perdagangan pasar gelap, gading dijual dengan harga mahal,’’ ungkapnya

JUNI 2012

Awal Juni 2012, gajah jantan yang ditemukan mati membusuk di kawasan jalan Pipa Air Bersih Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, diduga mati tak wajar. Bangkai gajah yang tak jauh dari Terminal AKAP Duri itu diduga korban pembunuhan demi mengambil gading. “Dugaan sementara begitu. Sebab gajah itu tak ada gading lagi. Padahal umur gajah itu diperkirakan sudah sekitar 50 tahun. Tapi untuk memastikan penyebabnya, kami harus melakukan otopsi dulu,” kata Kepala Seksi wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Mulyo Hutomo.

Dari pantauan Mongabay Indonesia, belasan kedai di sekitar Pantai Padang, Kota Padang, Sumbar hingga saat ini masih menjual telur penyu. Penjualan dilakukan secara terang-terangan bersama sejumlah makanan dan minuman ringan yang juga ditawarkan di kedai-kedai tersebut. Belum tampak dilakukan penertiban terhadap penjualan telur penyu yang masuk dalam kategori satwa dilindungi itu. Transaksi jual beli juga bisa dilakukan dengan relatif mudah. Sedikitnya 14 buah kedai yang memperjualbelikan telur penyu.

Jumat 15 Juni 2012, sekitar 12,7 ton trenggiling  hasil sitaan  periode 2011 sampai 2012 dimusnahkan. Secara simbolis dilakukan di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) oleh Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, dihadiri Bareskrim Mabes Polri, Kejaksaan Agung RI. Rafles Panjaitan, Direktur Penyidikan dan Perlindungan Kawasan Hutan Kemenhut,  mengatakan, trenggiling yang akan dimusnahkan terdiri dari 12.677, 18 kilogram dan 95, 96 kilogram sisik.

Primata, menjadi salah satu komoditi laris di pusat perdagangan satwa ilegal terbesar Indonesia di Pasar 16 Ilir Palembang. Foto: Aji Wihardandi

JULI 2012

ProFauna Indonesia merilis laporan perdagangan satwa terbaru mereka. Dalam laporan terbaru ProFauna Indonesia dan International Primate Protection League (IPPL) yang berjudul Perdagangan Primata di Palembang, Sumatera Selatan yang diluncurkan pada awal Juli 2012 tersebut menunjukan bahwa Palembang menjadi kota penting dalam jaringan perdagangan primata di Indonesia, karena primata tersebut juga dikirim ke beberapa kota besar di Jawa seperti Jakarta dan Yogyakarta. Setidaknya 10 ekor primata dibunuh setiap minggunya untuk dijual bagian-bagian tubuh mereka. Konsumen utama otak primate di Palembang itu adalah pelaut asing asal Taiwan, Cina, Korea dan Vietnam. Daging dan otak primata dipercaya bisa meningkatkan vitalitas kaum pria.

Hasil investigasi lembaga ProFauna Indonesia, yang dilakukan sejak bulan Juli 2012 menemukan berbagai bukti dokumen terkait izin angkut yang diberikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Ternate, Maluku Utara kepada anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat untuk mengangkut sejumlah burung nuri keluar dari wilayah Ternate menuju Ambon. Delapan ekor burung nuri yang dikirimkan dari Ternate tersebut ada empat jenis, yaitu nuri bayan (Eclectus roratus), nuri kepala hitam (Lorius domicella), nuri ternate (Lorius garrulus) dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Dua jenis burung yang diangkut, yaitu nuri bayan dan nuri kepala hitam adalah burung yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Undang-Undang ini cukup jelas disebutkan bahwa perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi itu dilarang dan pelanggarnya bisa dikenai sanksi penjara 5 tahun atau denda Rp 100 juta.

AGUSTUS 2012

Tim gabungan dari sejumlah instansi mengagalkan upaya penyelundupan 3.900 butir telur penyu dari Kalimantan Barat (Kalbar) ke Sarawak, Malaysia Timur, Minggu 5 Agustus 2012 malam. Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Bambang Nugroho, mengatakan, tim gabungan berhasil mengamankan truk pengangkut ribuan telur penyu ini. Truk dengan nomor polisi KB 8833 CL, dicegat petugas saat melintas di Jagoi Babang, daerah berbatasan dengan Malaysia. ”Pemilik telur, Syarifah Rusidah, pedagang lintas batas negara,” kata Bambang. Syarifah warga Pemangkat, Sambas. Syarifah biasa membawa barang-barang dari Indonesia, dijual di Serikin, Serawak. Diduga penjualan telur penyu ini bukan kali pertama.  Dengan alasan kemanusiaan, petugas tidak menahan Syarifah. Tersangka lanjut berdagang di Pasar Serikin.

Pada 6 Agustus 2012, lima orang ditangkap di Filipina, karena menyelundupkan 17 kuskus Sulawesi (Ailurops ursinus). Satwa khas Sulawesi, yang sering menjadi korban perburuan dan perdagangan seperti monyet hitam Sulawesi, kuskus, tarsius, anoa, babirusa, dan burung rangkong. Tak hanya itu. Banyak juga burung khas Wallacea menjadi korban perdagangan ilegal seperti nuri dan kakatua.

SPORC (Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat) Brigade Elang  bersama tim penyidik Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggagalkan perdagangan satu lembar kulit  utuh harimau Sumatera dan satu kulit macan tutul, Selasa(14/8/12), sekitar pukul 21.00 di Jalan Gaharu II, Cilandak Tengah, Jakarta Selatan (Jaksel). Pelaku RS alias B (52) diamankan  dan menjalani pemeriksaan di Kemenhut. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kemenhut, Darori, dalam jumpa pers, Rabu(15/8/12) mengatakan, pelaku ditangkap saat transaksi kulit harimau Sumatera dan macan tutul. Sekaligus ditangkap pula empat pemilik yang memperdagangan kulit satwa dilindungi itu. Darori mengatakan, satu lembar kulit hewan (offset) ini dihargai Rp 26-Rp28 juta. Sedang di internet bisa Rp76 jutaan.

Pada 22 Agustus 2012, di Depok, berhasil disita selembar kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), selembar opsetan penyu sisik (Eretmochwlys imbricata). Seorang tersangka, berinisial DS, sudah tahap penyerahan berkas ke Kejaksaan.

TIM Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bekerja sama dengan Polda dan Korem Sulawesi Utara(Sulut) serta Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), sejak Senin 27 Agustus 201,  melakukan operasi penyelamatan satwa. Sampai Selasa(28/8/12), beberapa ekor satwa langka dan dilindungi berhasil dijaring, antara lain, monyet hitam Sulawesi, burung kasuari, kakak tua, nuri, dan elang. Tim gabungan yang dikomandoi Polisi Kehutanan dari BKSDA berhasil mengamankan monyet hitam Sulawesi betina.  Satwa langka ini berhasil diselamatkan dari seorang dealer yang biasa memperdagangkan reptile ke Singapura dan Filipina.

Paruh enggang yang dimanakan petugas. Foto: Aseanty Pahlevy

SEPTEMBER 2012

6 September 2012, petugas pengamanan Bandara Supadio Pontianak, berhasil menggagalkan percobaan penyelundupan paruh enggang gading, yang akan dikirim melalui kargo maskapai penerbangan. Sebanyak 103 paruh enggang dikirim melalui Batavia, 86 paruh melalui Garuda Indonesia.

Aksi penyelundupan paruh enggang gading terus terjadi. Kali ini sekitar 73 paruh enggang coba diselundupkan.  Aksi itu digagalkan petugas AVSEC Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) melalui terminal Cargo, Rabu(26/9/12). Petugas pelaksana X-Ray,Yusuf Bari P mengatakan,  puluhan paruh enggang gading itu terdeteksi dalam layar setelah teridentifikasi mesin X-Ray.

Sirip hiu masih diminati oleh restoran-restoran kelas atas di Asia, sirip hiu diyakini memiliki manfaat yang tinggi bagi kesehatan manusia, meski itu cuma mitos.

OKTOBER 2012

Dalam tulisan Mary O’Malley dalam www.bikyamasr.com yang diterbitkan 5 Oktober 2012 silam, perburuan hiu sudah dimulai sejak era 1970-an, dan Indonesia adalah penyuplai sekitar 14% dari kebutuhan sirip hiu dunia antara tahun 1998 hingga 2002. Terkait dengan meningkatnya pasar bagi sirip hiu untuk dikonsumsi, maka tingkat perburuan ikan hiu di Indonesia juga terus meningkat. Perburuan ikan hiu di Indonesia meningkat dari hanya sekitar 1000 Metrik ton di tahun 1950, menjadi 117.600 metrik ton di tahun 2003 dengan nilai ekspor mencapai 6000 Dollar AS di tahun 1975 dan membengkak hingga lebih dari10 juta dollar di tahun 1991. Sebagian besar sirip hiu ini dikonsumsi oleh para penikmat kuliner kelas hotel bintang lima dan sebagian restoran yang menyediakan masakan Cina kelas atas.

17 Oktober 2012, di Jalan Gamprit, Jatiwaringin, Bekasi, di rumah Camat, Kramat Jati, Jakarta, Ucok Bangsawan Harahap (UBH), tim gabungan berhasil mengamankan sekitar 42 satwa dilindungi, terdiri dari 41 beragam jenis burung dan seekor siamang (Symphalangus syndactylus).  Meskipun belum ditahan, sang camat sudah ditetapkan sebagai tersangka, kini dalam penyidikan lebih lanjut. Penggerebekan Rabu itu, berlangsung sekitar pukul 22.00. Petugas operasi ini gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri, dan Lembaga Anti Perdagangan Satwa Liar (LAPS). Adapun burung-burung itu antara lain dua kakak tua putih moluken (Cacatua alba), seekor elang bondol (Haliastur indus), dua nuri kepala hitam (Lorius lory), seekor rangkong (Bucerotidae), seekor merak (Pavo muticus), tujuh bayan (Lorius roratus) dan 10 ofsetan cendrawasih (Paradiseidae).

Anak beruang madu bernama Bedhu, yang dikarantina di YKAY Yogyakarta. Foto: Tommy Apriando

NOPEMBER 2012

Jumat dini hari, 23 November 2012, Taman Satwa WRC Jogja (Wildlife Rescue Centre-Jogja) menerima seekor bayi Beruang Madu (Helarctos malayanus) atau Malayan Sun Bear dari BKSDA (Balai Koservasi Sumber Daya Alam) Wilayah II Jawa Tengah serta seekor Binturong (Archtritis binturong) dan Landak Raya (Histrix histrix brachiura) pada sore harinya. Ketiga satwa tersebut di dapat dari hasil penyitaan pihak BKSDA Jateng yang menindakanjuti laporan adanya penawaran bayi Beruang Madu pada sebuah forum situs online. Operasi penyelamatan satwa liar itu melibatkan pihak BKSDA  Wilayah II Jawa Tengah , Kepolisian Cilacap, serta sejumlah aktivis satwa dari Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY) dan Center for Orangutan Protection (COP).

DESEMBER 2012

Minggu malam 9 Desember 2012 silam, tim Polisi Perairan Polda Bali mengamankan 33 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dari sebuah kapal yang bersandar di Tanjung Benoa, Nusa Dua, Badung, Bali. Polisi melakukan penangkapan ini berdasarkan informasi yang didapat tentang penyelundupan  penyu yang dilindungi ini. Seteah berupaya melakukan penjebakan pada para pelaku pada hari Senin 10 Desember 2012 dinihari, pihak kepolisian masih belum mengetahui pemilik penyu-penyu ini hingga saat ini, karena pelaku diduga kabur sesaat sebelum penggerebekan ini dilakukan.

Duapuuh empat ekor penyu sitaan dari upaya perdagangan ilegal di Bali, dilepas ke pantai Mertasari, Sanur, Bali tanggal 13 Desember 2012 silam, Penyu-penyu tersebut merupakan sebagian dari total 33 ekor penyu hijau yang berhasil disita Kepolisian Perairan Polda Bali pada Minggu 9 Desember 2012 tengah malam dari sebuah kapal yang bersandar di Pantai Tanjung Benoa, Bali. Diduga, penyu-penyu tersebut juga hendak diselundupkan ke luar negeri. Dari total 33 ekor penyu, 6 ekor penyu masih harus menjalani rehabilitasi karena dalam kondisi tidak sehat, sedangkan tiga ekor lainnya harus disita untuk dijadikan barang bukti pada proses peradilan. Semuanya saat ini dititipkan di tempat penangkaran penyu di Serangan, Denpasar.

Evakuasi satwa oleh COP. Foto: COP

Pada tanggal 13 Desember 2012 team Center for Orangutan Protection dan BKSDA Jawa Tengah menggagalkan upaya perdagangan burung paruh bengkok di Klaten. Perdagangan yang dilakukan via online ini berhasil digagalkan setelah tim melakukan penyitaan di rumah si pedagang bernama Hasan ini. Dari upaya penyelamatan ini, satwa yang berhasil diselamatkan adalah 2 ekor nuri Bayan (Psittacula longicauda) seekor Merak Hijau (Pavo muticus), seekor kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), seekor kakatua goffini (Cacatua goffiniana), dan seekor nuri Maluku (Eos bornea).

Tanggal 14 Desember 2012 silam COP dan BKSDA juga melakukan penyitaan orangutan di Pati Jawa Tengah. Orangutan dipelihara oleh seorang pria bernama Sukirno selama 6 tahun, dan diperolehnya dengan  membeli dari tepi jalan di Pati dari seorang sopir truk kayu dari Kalimantan.

Kasus terakhir terjadi tanggal 19 Desember 2012 silam di Wonogiri, Jawa Tengah. Tim gabungan dari Reskrim Khusus Polda Jawa Tengah, BKSDA Jawa Tengah, Center for Orangutan Protection dan Animal Friends of Jogja melakukan penyitaan berbagai jenis burung dilindungi yang disimpan di kandang di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Dari penyitaan ini berhasil diselamatkan seekor elang hitam (Ictinaetus Malayensis), seekor elang bondol (Haliastur indus), lalu seekor jalak putih (Acridotheres melanopterus), seekor kakatua Jambul kuning (Cacatua sulphurea), seekor kakatua Maluku (Cacatua moluccencis) dan dua ekor merak hijau (Pavo muticus).

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,