,

Kaleidoskop Tata Kelola Hutan di Indonesia: Penghancuran Hutan Masih Berlanjut (Bagian-1)

Pemerintah berniat memperbaiki tata kelola kehutanan, salah satu lewat moratorium perizinan di hutan dan gambut selama dua tahun mulai Mei 2011. Sayangnya, keinginan ini belum sejalan dengan fakta di lapangan. Masih banyak pembabatan hutan dan gambut di wilayah-wilayah yang masuk peta moratorium.

Terkait moratorium penebangan hutan, pemerintah mengeluarkan inisiatif one map policy juga dikenal dengan nama peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB), tiap enam bulan direvisi. Kini memasuki revisi III.  Meski demikian kelompok masyarakat sipil masih melihat PIPIB belum menjawab persoalan mendasar dari praktik tata kelola kehutanan di negeri ini.

“Kemenangan” awal oleh masyarakat sipil menjadi pelipur lara pada akhir tahun ini. Walhi memenangkan gugatan kepada pemerintah Aceh, untuk mencabut izin perkebunan sawit PT Kalista Alam, di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PPTUN) Medan. Setelah sempat kalah di PTUN Aceh. Perusahaan ini telah beroperasi di hutan gambut Rawa Tripa, yang masuk wilayah moratorium.

Pemerintah Indonesia, mengklaim mampu menurunkan laju kerusakan hutan di Indonesia dan memunculkan inisiatif green business perdagangan kayu melalui peluncuran skema sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dengan Uni Eropa.

Angka deforestasi Indonesia pada 2011, yang digadang-gadang Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tinggal 0,5 juta hektar— meskipun metode kemunculan angka ini banyak dipertanyakan—yang disampaikan Presiden sebelum pertemuan Rio+20.  Angka sebesar itupun sebagai perbandingan, masih identik dengan luas Bali!

Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, mengungkapkan, belakangan ini, pembabatan hutan marak lagi. Dia mengaku khawatir. Sebagai penutup akhir tahun, dalam penegakan hukum di sektor kehutanan ini, enam lembaga pemerintah mengadakan nota kesepahaman. Mereka sepakat akan menyikapi kejahatan kehutanan dengan serius dan melihat dari berbagai sisi hukum.  Berikut ini, kami menyajikan kilas balik pengelolaan kehutanan selama 2012.

Revisi PIPIB II

Pada 21 Mei 2012,  Kemenhut dan Satgas REDD+ mengumumkan penambahan luas wilayah Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) revisi II seluas 379.000 hektar pada kawasan hutan primer dan lahan gambut.

Penambahan luas wilayah moratorium hutan per Mei tahun ini diperoleh dari perhitungan ulang oleh tim verifikasi moratorium setelah memeroleh pengaduan dari sejumlah unsur masyarakat. Dia mencontohkan, dalam revisi kedua ini, mengeluarkan desa yang terletak pada tanah mineral di wilayah gambut, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng). Juga memasukkan kembali kawasan PT Kalista Alam ke peta moratorium.

Pada PIPIB revisi II, kawasan moratorium hutan kini seluas 65,7 juta hektar, terdiri dari 6,25 juta ha lahan gambut dan 8,27 juta ha hutan primer.

Klaim Deforestasi

Pada akhir Mei, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan, deforestasi di Indonesia, menurun signifikan menjadi 450 ribu hektar antara 2009 hingga 2011 dari 3.5 juta hektar per tahun antara 1996 hingga 2003. Keberhasilan ini menampik tuduhan Indonesia gagal menghentikan laju deforestasi.

Hutan Jambi Hilang

Pada 11 Juni 2012,  Direktur Eksekutif Walhi Jambi Arif Munandar menyebutkan dalam 10 tahun, sebanyak satu juta hektar hutan di Jambi, hilang. Secara keseluruhan tahun 1990, masih ada 2,4 juta hektar hutan atau sekitar 49.97 persen dari seluruh luas Jambi. Periode tahun 1990 -2000, tutupan hutan tinggal 1,4 juta hektar atau sekitar 29,66 persen dari luas Jambi atau hilang 989.466 hektar (20,31%) dari total tutupan hutan. Untuk hutan rawa mengalami pengurangan tutupan hutan sampai tahun yang sama sebesar 553.856 hektar atau 11,37 persen dari tutupan hutan.

Lima Perusahaan Raih FSC

Pada 12 Juni 2012, lima perusahaan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) bekerjasama dengan The Borneo Initiative (TBI) berhasil memperoleh sertifikat Forest Stewardship Council (FSC), sebuah organisasi internasional bermarkas di Jerman untuk mempromosikan manajemen hutan yang berkelanjutan.  Kelima perusahaan ini yaitu PT Mitra Pembangunan Global yang memiliki lahan konsesi 83.950 hektar di Papua Barat; PT Bina Balantak Utama (298.710 hektar, Papua); PT Telagabakti Persada (63.405 hektar, Maluku Utara); Perum Perhutani KPH Banten (80.162 hektar, Banten dan Jawa Barat); dan PT Manokwari Mandiri Lestari (83.240 hektar di Papua Barat).

900 an Perusahaan “Jarah” Hutan

Pada 17 juni 2012, ICW dan Save Our Borneo menyatakan, 282 perkebunan dan 629 pertambangan bertanggung jawab atas deforestasi di wilayah seluas 7 juta hektar di Kalimantan Tengah. Dalam perthitungan laporan ini, total kerugian yang harus ditanggung negara Rp158 triliun.  Dalam laporan ini, diungkap pula kerugian negara serupa Rp121, 4 triliun di Kalimantan Barat, Rp31, 5 triliun di Kalimantan Timur dan Rp9, 6 triliun di Kalimantan Selatan.

Kampanye Greenpeace mengajak KFC bergabung dalam perubahan. Foto: Sapariah Saturi

KFC Indonesia Hentikan Beli Kertas APP

Pada 22 Juni 2012, Country Representative Greenpeace Indonesia Nur Hidayati dan Forest Campaigner Team Leader Zulfahmi bertemu dengan Direktur KFC Indonesia  Juwono, PR Manager Maman Sudarisman dan tim.

Dari pertemuan itu, Greenpeace menyatakan, KFC Indonesia peduli terhadap lingkungan yang diwujudkan melalui program KFC Green Action yang berpilar pada peduli organik, peduli daur ulang dan peduli penghijauan. Ini membantu pemerintah menghijaukan kota dan daerah kritis.

KFC telah melakukan audit internal untuk mengetahui secara pasti sumber pasokan semua packaging yang digunakan KFC Indonesia.  ”Dari hasil audit internal itu, hanya ditemukan satu item yaitu tissue/napkin yang pasokan dari perusahaan yang dimaksud Greenpeace Indonesia.”

Sambil menunggu perkembangan penyelesaian perihal isu perusakan hutan, atas dasar semangat melestarikan hutan sejak 12 Juni 2012 KFC Indonesia telah menghentikan suplai dari perusahaan yang dimaksud Greenpeace Indonesia.

SLVK di Permebelan

Pada 25 Juli 2012, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono menyebutkan, penerapan SVLK berpotensi mengganggu industri permebelan nasional.  Pemberlakuan sertifikat SVLK mulai Maret 2013, terkesan terlalu dipaksakan mengingat masih banyak kelemahan yang perlu dibenahi. Antara lain, pemberkasan SVLK harus melibatkan 22 orang, pembukuan selama setahun harus disiapkan, serta biaya pengurusan sertifikat SVLK terlalu tinggi mencapai Rp50 juta.

Pencanangan SIVLK

Pada 1 Agustus 2012, Kementerian Kehutanan resmi mencanangkan sistem informasi verifikasi legalitas kayu (SIVLK) atau License Information Unit (LIU). Sistem online pengelolaan informasi penerbitan V-Legal ini rencana siap beroperasi akhir tahun 2012, guna mendukung implementasi sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).

Sistem ini, hasil kerja sama enam kementerian, yakni, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Koordinator Perekonomian.  Indonesia merupakan negara Asia pertama yang menerapkan sistem yang diklaim mampu menekan laju illegal logging maupun logging laundering. Diklaim sistem ini akan mampu melacak kayu dari titik penebangan hingga produk akhir.

Alur kerja SVLK

Hutan Mangrove Papua Tergerus

Masyarakat adat di Kawasan Entrop dan Hamadi, dan Kampung Enggros, Jayapura, Papua, mengeluhkan hutan mangrove di sekitar Teluk Youtefa, lebih dari 500 hektare dibabat habis oleh pengusaha dan pemerintah.

Sekitar tahun 1952-1980-an, banyak kepiting dan ikan, hidup di sekitar kawasan hutan itu. Warga Hamadi, Entrop dan Kampung Enggros, tak jauh dari hutan, mudah mencari kepiting dan ikan. Memasuki 1981 sampai kini, pemerintah dan pengusaha membabat habis hutan mangrove di sana. Di lahan 500 hektare lebih itu, berdiri ratusan rumah toko dan bangunan lain. Hutan mangrove berubah jadi pemukiman. Lahan itu berawa tetapi dipaksa menjadi tanah kering demi pembangunan.

Walhi Menang PPTUN

Pada 6 September 2012, Walhi Aceh memenangkan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. Walhi Aceh menggugat Gubernur Aceh dan PT. Kalista Alam untuk mencabut Surat Izin Gubernur Aceh No. 525/BP2T/5322/2011 tanggal 25 Agustus 2011. Di  PTUN, gugatan ini kalah. Walhi banding dan menang.  Kemenangan Walhi disambut dengan baik oleh Ketua Tim Kerja Kajian dan Penegakan Hukum Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ (Satgas REDD), Mas Achmad Santosa.  Santosa menyebutkan putusan ini sejalan dengan rekomendasi Satgas REDD karena izin usaha perkebunan kepada PT. Kallista Alam didasarkan pada izin lokasi yang tidak berlaku lagi dan lokasi itu masuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPIB).

UE Tunda Regulasi

Pada 27 September 2012, Uni Eropa (UE)  memutuskan menunda menandatangani regulasi yang akan mengatur impor kayu dari Indonesia ke sana hingga Februari 2013. Sebelumnya, akhir tahun 2012. Perjanjian bernama Voluntary Partnership Agreement (VPA) ini adalah sebuah basis penting mengatur soal impor kayu yang masuk ke UE, terkait negara sumber, sumber kayu, dan sertifikat keabsahan.

Penundaan ini disampaikan perwakilan Kementerian Kehutanan, Agus Harsito, yang memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan dengan perwakilan UE di Brussels, Belgia. Dalam pertemuan itu, mereka meminta penandatanganan VPA ini hingga Februari 2013. Dampak dari perjanjian ini, tentu saja produk kayu Indonesia akan tertunda masuk ke pasar Eropa.

Disney Stop Beli Kertas RI

Pada 11 Oktober 2012,  Walt Disney, perusahaan bisnis terkemuka produk anak-anak yang memiliki 25.000 pabrik di seluruh dunia memutuskan tidak membeli kertas dari Indonesia atas konsultasi dengan Rainforest Action Network (RAN). Sebab,  kayu asal Indonesia dinilai merusak hutan tropis.  Walt Disney akan membuat produk buku mereka hanya dari sumber kertas terpercaya dan ramah lingkungan dengan memutuskan hubungan bisnis dengan produsen kertas ketiga terbesar di dunia Asia Pulp and Paper (APP).

12 Prioritas Satgas REDD+

Pada 22 Oktober 2012,  Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto, menyebutkan,  Satgas akan memprioritaskan penangangan terhadap 12 kasus kejahatan kehutanan (forest related crimes) yang didominasi oleh perkebunan sawit dan tambang melalui berbagai macam modus.

Satgas banyak menerima laporan masyarakat terkait pelanggaran hukum baik dari pelanggaran administrasi hingga pelanggaran hukum serius.  Selanjutnya Satgas akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian, Kemenhut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kejaksaan.

KFC Inggris ‘Putus” Kertas APP

Pada 1 November 2012,  jaringan makanan siap saji Kentucky Fried Chicken (KFC) Inggris Raya memutuskan tidak menggunakan kertas produksi Asia Pulp and Paper (APP) yang dianggap tidak ramah lingkungan.  Keputusan KFC ini menyusul perusahaan-perusahan global lain seperti penerbit buku Barnes & Noble, pabrikan makanan Danone, produsen mesin fotokopi Xerox dan jaringan retail Amerika Serikat Walmart dan Dollar General, serta pabrikan mainan anak-anak dan pembuat film raksasa Walt Disney.

KFC akan mewajibkan kertas pembungkus makanan yang bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC) dan sistem sertifikasi nasional yang tergabung dalam Program for Endorsement of Forest Certification, seperti misalnya Sustainable Forestry Initiative.

Pada 7 November 2012,  anak perusahaan APP bernama Pindo Deli Perawang menerima sertifikat SVLK. Sertifikasi yang berhasil diterima anak perusahaan APP ini merupakan yang kesembilan kali, setelah delapan perusahaan pemasok kayu  lain menerima sertifikasi serupa Juli 2012. Termasuk PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills di Karawang, Pabrik Kertas Tjiwi Kimia di Sidoarjo dan PT Ekamas Fortuna di Malang, semua berlokasi di Jawa.  Sertifikasi ini dilakukan berdasarkan hasil audit oleh PT TUV Rheinland Indonesia. Di saat bersamaan produk-produk group APP mengalami penolakan dari pembeli global.

Revisi PIPIB III

Pada 19 November 2012Menteri Kehutanan menetapkan revisi PIPIB III sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden RI No. 10 Tahun 2011 tanggal 20 Mei 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dalam revisi PIPIB III  terjadi pengurangan 485.655 hektar hingga luas wilayah masuk PIPIB III tinggal 64.796.237 hektar.  Kemenhut menyebutkan, pengurangan PIPIB III, terjadi karena ada pengurangan alokasi pemantapan luas baku sawah, hasil survei lahan gambut, hasil survei hutan primer dan konfirmasi bupati dan pemegang izin lokasi.

Tumpang Tindih di PIPIB  III

Pada 15 Desember 2012, Greenpeace dan Forest Watch Indonesia menyebutkan dari hasil tinjauan di lapangan, PIPIB III yang dirilis oleh pemerintah masih meninggalan banyak persoalan.  Termasuk, tumpang tindih konsesi di wilayah moratorium. Tumpang tindih (overlapping ) konsesi HPH, masih ada sekitar 2,6 juta hektar, HTI 589 ribu hektar, sawit 850 ribu hektar, batubara 903 ribu hektar dengan total 4,97 hektar.

APRIL Masih “Jarah “ Hutan Alam

Pada 21 Desember 2012, Eyes On The Forest dalam laporan menyebutkan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) yang berlokasi di Riau menyebabkan 140 ribu ribu hektar hutan alam hilang di semua konsesi penyuplai antara 2008-2009, dan 27 persen dari total kehilangan hutan antara 2008/2009 dan 2011.

Dalam laporan ini disebutkan perusahaan yang beroperasi sejak 1995 masih terlibat dalam praktik menghancurkan kayu hutan alam dari konsesi-konsesi dengan izin lewat praktik korupsi.  Adapun Grup APRIL sendiri memiliki akses kepada konsesi-konsesi pemasok kayu pulp sekitar 940 ribu hektar atau 10 persen daratan Riau.

Penandatanganan MoU untuk memperkuat penegakan hukum sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh enam lembaga negara di Jakarta, Kamis(20/12/12). Foto: Sofril Amir/Satgas REDD+

MoU Enam Lembaga Pemerintah

Pada 20 Desember 12, enam lembaga negara menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) guna memperkuat penegakan hukum atas kasus-kasus sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA-LH) di kawasan hutan dan gambut lewat berbagai pendekatan hukum (multidoor). Para penandatangan berharap, komitmen ini tak hanya sebatas nota kesepahaman di atas kertas tetapi harus terealisasi di lapangan.

MoU ditandatangani Menteri Keuangan, Agus D. W. Martowardojo; Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan; Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya; Jaksa Agung, Basrief Arief; Kapolri, Timur Pradopo, dan Kepala PPATK, Muhammad Yusuf. Penandatanganan disaksikan Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 dan Ketua Satgas REDD+, dan Ketua KPK, Abraham Samad, serta dihadiri pejabat, masyarakat sipil, dan media.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,