,

Jikalahari: Deforestasi di Riau 2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal Tiap Hari

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau atau Jikalahari merilis Catatan Akhir Tahun 2012 bertajuk Presiden SBY, Menhut RI dan Penegak Hukum RI  Tidak Tuntas Memerangi praktek Extraordinary Crime Sektor Kehutanan di Riau.

Dalam Catatan Akhir Tahun itu terekam , dalam tiga tahun terakhir (pada 2009-2012), Riau kehilangan hutan alam sebesar 0,5 juta hektare, dengan laju deforestasi  pertahun sebesar 188 ribu hektare pertahun. “Itu sama dengan hilangnya 10 ribu kali lapangan futsal per hari,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.  Dan 73,5 persen kehancuran itu terjadi pada Hutan Alam Gambut yang seharusnya dilindungi.  Kini sisa hutan alam Riau hanya tersisa 2,005 juta hekatre atau 22,5 persen dari luas daratan.

“Mengapa korporasi melakukan praktek tersebut? Hasil kajian kita menunjukkan karena keuntungan luar biasa besar: Rp 1.994 triliun (SP3 Illog Riau tahun 2008) dan Rp 3 Triliun (korupsi kehutanan), ” lanjut Muslim.

Peta: Sisa Tutupan Hutan Alam Riau Sampai Tahun 2012. Sumber: Jikalahari. Klik untuk memperbesar peta

“Laju deforestasi tiga tahun terakhir lebih besar dari laju deforestasi tahun 2005-2007 sebesar 160 ribu hekatre pertahun. Angka ini memperlihatkan tidak berkurangnya laju deforestasi  dan degradasi secara signifikan bahkan meningkat tajam meskipun ada kebijakan moratorium,” lanjut Muslim lagi. Hutan alam tersebut digunakan untuk memasok bahan baku industri pulp and paper terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga terbesar di dunia, APP dan APRIL.

Selain itu, Jikalahari juga mempertanyakan Moratorium yang tidak efektif menghentikan deforestasi dan degradasi di Riau, karena kawasan yang efektif dilindungi hanya 43 ribu ha, selebihnya kawasan-kawasan yang memang dilindungi secara hukum.

Luasan PIPIB 3 adalah  2,38 Juta Ha. Dari PIPIB 1 dan PIPIB 2 revisi telah terjadi luasan PIPIB berkurang secara signifikan. Dari PIPIB Revisi II ke PIPIB Revisi III terjadi pengurangan luasan sebesar 102.763 hektare di Riau. “Parahnya lagi, luas Hutan alam Riau yang tidak masuk dalam moratorium hutan dan lahan gambut (di luar PIPIB Revisi III) sebesar  971.913.37 hekatre.”

Peta: Tutupan Hutan Alam Riau 2012. Sumber: Jikalahari. Klik untuk memperbesar peta

Hasil perhitungan Jikalahari menemukan sekitar 195.070.56 hektare kawasan HTI yang terlibat kasus Korupsi Kehutanan tidak masuk dalam moratorium. Bahkan 19983.44 Ha lahan yang tidak terdaftar dalam data kehutanan tidak masuk dalam PIPIB (data statistik kehutanan 2011).

“Kawasan moratorium yang berada di dalam konsesi tetap melakukan penebangan dan pembuatan kanal, dengan deforestasi seluas 2790.49 hektare. Selain itu masih ada 44.439.75 hektare Konsesi yang tidak aktif, dan sudah diusulkan untuk dicabut tetapi malah tidak dimasukan kedalam peta moratorium.”

Catatan setebal 14 halaman, menerangkan fakta penghancuran hutan alam Riau ini jelas bertentangan dengan komitmen pemerintahan SBY untuk mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan, yang selalu digembar-gemborkan hingga ke manca Negara.

Peta: PIPIB Revisi 3 Pada Hutan Alam. Sumber: Jikalahari. Klik untuk memperbesar peta

Selain penghancuran hutan, perusahaan terbukti tidak melakukan praktek bisnis yang benar dan sesuai standar Hak Asasi Manusia. Dalam konflik korporasi dengan rakyat, satu warga meninggal di kanal PT Suntara Gaja Pati/APP Tidak ditindaklanjuti penegak hukum, PT RAPP/APRIL merusak 70 sepeda motor, melukai 15 warga di Gunung Sahilan Polisi tak satupun menetapkan karyawan korporasi sebagai tersangka, PT Sumatera Riang Lestari/ APRIL menebang hutan alam dan berkonflik dengan masyarakat, dan Di Pulau Padang rakyat menolak kehadiran PT RAPP/APRIL dan rakyat juga menemukan bahwa PT RAPP melanggar SK Menhut dan  Menhut membiarkan saja.

Hasil riset dan investigasi Jikalahari sepuluh tahun terakhir, menemukan persoalan illegal logging dan korupsi kehutanan masih terkait dengan persoalan dasar yang belum berhasil diselesaikan negara ini: RTRW tidak kunjung tuntas, tumpang tindih perizinan dan pengukuhan tata batas kawasan hutan yang belum selesai.

“Intinya tata kelola hutan semrawut. Akibatnya, kejahatan kehutanan dan korupsi kehutanan muncul hingga merugikan keuangan negara, penderitaan masyarakat sekitar hutan dan merusak lingkungan hidup,” terang Muslim.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,