, ,

Rembuk Masyarakat NTT Desak Pemerintah Audit Izin Pertambangan

Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (Pemda NTT) didesak mengaudit semua izin usaha pertambangan (IUP) karena dinilai menjadi akar persoalan, baik konflik sosial, kehancuran ekologi serta hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat. Dari 414 IUP di NTT, hanya 28 persen dinyatakan clear and cleanoleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) alias 72 persen bermasalah.

Demikian rekomendasi seminar bertajuk “Rembuk Masyarakat NTT: Sikapi Industri Pertambangan dan Pengembangan Sektor Ekonomi Pilihan” oleh Forum Pemuda NTT Peduli Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT) di Jakarta, Sabtu (19/1/13).

Hadir sebagai pembicara  Andre Wijaya, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Praktisi Hukum Gusty Dawarja dan Damianus Bilo,  Pengusaha asal NTT Johny G Plate dan Viktor Bungtilu Laiskodat. Lalu, Dosen Fisika Universitas Indonesia Dr Kebamoto, Tokoh Senior NTT Thobias Djaji serta Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan Primus Dorimulu.

Andre Wijaya  mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi Jatam, dari 414 IUP itu, hanya 114 yang menurut Kementerian ESDM clear and clean. “Jadi, sekitar 300 lebih IUP di NTT itu ilegal, karena mendapat izin yang tidak clear and clean. Ini merupakan hasil  deal di belakang layar antara Pemda dengan para pengusaha tambang,” katanya.

Dia mengatakan, pemerintah NTT tidak membuka diskursus publik dengan masyarakat di daerah lingkar tambang. Dia juga menyoroti ketimpangan proses penegakan hukum ketika masyarakat dan perusahaan tambang terlibat konflik.

“Seringkali, perusahaan, meski tidak mendapat izin, tapi tidak diproses hukum. Ketika warga protes dan menolak kehadiran perusahaan, mereka diproses hukum oleh polisi.”

Andre mencontohkan, kasus di Desa Lante, Kabupaten Manggarai, NTT, pada 20 Desember 2012, belasan warga ditangkap karena menyegel alat perusahaan tambang. Padahal perusahaan telah menghancurkan sawah para petani.

Pator Yohanes Kristo Tara, Ketua Formadda NTT mengatakan, pertambangan harus dilawan dan pemerintah harus mencari cara memanfaatkan potensi-potensi lokal agar pertambangan tidak menjadi pilihan pembangunan. Data Formadda,  ada 414 IUP di seluruh NTT.

“Menjadikan NTT wilayah tambang sesungguhnya bertentangan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 yang menetapkan koridor Bali-Nusa Tenggara (NTB, NTT) sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional dengan kegiatan utama pariwisata, peternakan dan perikanan.”

Johny G Plate sepakat, NTT bukan wilayah tepat untuk pertambangan. Dari segi manfaat, pertambangan tidak cocok bagi NTT  dengan mayoritas masyarakat petani dan peternak. Dari segi tempat, luas NTT tidak mencukupi untuk areal pertambangan, hanya memiliki tiga pulau kecil dan puluhan pulau sangat kecil.  “Dari segi waktu, NTT tidak siap menjadi daerah tambang, apalagi kalau kita berbicara dari segi kesiapan masyarakat.” Dia mendesak pemerintah solusi kebijakan lain. “Jangan mendukung tambang yang jelas-jelas merusak.”

Damianus Bilo dan Gusty Dawarja sepakat pemerintah perlu segera mengecek atau audit semua proses pemberian IUP. “Kalau terbukti hukum bahwa izin-izin itu ilegal, penjara tempat layak bagi pemerintah yang telah menghancurkan NTT,” ucap Gusty.

Natalis Pigai, Komisioner Komnas HAM menegaskan keberadaan korporasi,  termasuk perusahaan tambang NTT menjadi salah satu prioritas Komnas HAM. Komnas HAM sudah membentuk empat tim internal menyelidiki kasus pertambangan di NTT. “Setiap oknum, entah pemerintah ataupun perusahaan tambang yang terbukti melanggar HAM, harus diproses.”

Kebamoto, Primus Dorimulu, Vikctor Laiskodat, dan Thobias Djaji sepakat sektor ekonomi pilihan seperti pertanian, peternakan, pariwisata, dan perikanan maupun kelautan cocok bagi NTT.

Primus mengatakan, NTT bisa dijadikan leading sector bagi peternakan karena sudah memberi kontribusi besar bagi masyarakat selama beratus-ratus tahun. “Hanya sekarang, bagaimana potensi ini ditata baik oleh pemimpin di NTT.” Victor Bungtilu menambahkan, bila NTT mengembangkan  sektor pariwisata, sektor-sektor lain pun akan maju.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,