,

Primata dari Inggris Latihan Penyesuaian Sebelum Dilepasliarkan

Sejak 2 Februari lalu, pusat rehabilitasi primata The Aspinall Foundation, Ciwidey-Bandung, mempunyai penghuni baru. Ada satu owa betina, satu lutung Jawa jantan dan lima lutung betina dari kebun binatang Howletts  dan Port Lympe Animal Park-Inggris, untuk dilepasliarkan di Indonesia.

Ketujuh primata ini hasil breeding kedua kebun binatang di bawah pengelolaan The Aspinall Foundation bermarkas di Kent, Inggris. “Ketujuh primata itu hasil proses breeding di kedua kebun binatang itu,” kata koordinator animal keeper, Sigit Ibrahim di Bandung.

Kedua kebun binatang milik The Aspinall Foundation memiliki populasi lutung Jawa terbanyak di Eropa. Ada lebih 50 lutung. “Sekarang sedang pelatihan agar bisa menyesuaikan dengan pakan alami di Indonesia.”

Sigit mengatakan, di kebun binatang tempat mereka berasal, pakan lebih banyak umbi-umbian dan buah karena di Inggris susah mencari daun. “Beberapa hari ini kita coba berikan pakan seperti kaliandra, bobontengan dan daun-daunan lain. Ini untuk melatih mereka siap dilepasliarkan ke alam.”

Menurut dia,  lutung-lutung Jawa itu akan menghuni pusat rehabilitasi Ciwidey sekitar dua bulan. Setelah bisa beradaptasi, akan dikirim ke Javan Langur Centre (JLC). JLC merupakan pusat rehabilitasi khusus lutung Jawa, di bawah naungan  The Aspinall Foundation Indonesia berada di Coban Talun, Batu-Jawa Timur. Sebenarnya, JLC ada sejak 2003, baru dikelola TAF sejak 2012.

“Secara umum proses pengiriman bisa dibilang cepat tanpa kesulitan berarti. Hewan juga sehat dan terbebas dari penyakit. Tinggal dilatih beradaptasi dengan iklim Indonesia agar siap dilepasliarkan ke alam,” kata dokter hewan yang mengurus primata mereka, Zulfi.

Zulfi mengatakan, sebelum proses pengiriman terlebih dahulu pemeriksaan guna memastikan primata tidak mengidap penyakit. Depertment of Environment Food and Rural Affair, Pemerintah Inggris, terlebih dahulu memeriksa kesehatan primata-primata itu hingga nanti Defra mengeluarkan sertifikat yang menyatakan primata benar-benar terbebas penyakit.

Sertifikat pemasukan hewan memberikan syarat  yang mengharuskan bebas dari berbagai penyakit seperti hepatitis, saimian retro virus (SRV), bahkan cacing.

Rencana awal, primata dari Inggris ini ada sembilan, delapan lutung dan satu owa. Namun, hasil pemeriksaan kesehatan dua lutung  mengidap  parasit cacing hingga batal dikirim. “Pengiriman ini langkah awal. Jika primata ini sukses dilepasliarkan ke alam, akan ada kiriman lanjutan lagi,” ucap Zulfi.

Sebelum dilepasliarkan,  lutung Jawa akan dibentuk menjadi satu keluarga. Sebab, lutung mempunyai sifat hidup berkelompok, dengan jumlah individu antara 7-18 ekor. Lutung Jawa penganut komposisi one male multi female. Artinya, cukup satu jantan dewasa didampingi betina minimal empat ekor, selebihnya anak-anak dari keturunan mereka.

Saat ini, ada enam lutung Jawa direhabiltasi. Demi kelancaran proses rehabilitasi, JLC menyediakan kandang karantina, kandang sosialisasi, klinik dan pondokan.“Jika tidak ada halangan akhir tahun ini mereka akan dilepasliarkan di hutan lindung Gunung Pusungrawung-Batu,” ucap Iwan Kurniawan, Manager Project JLC.

Menurut Iwan, sebelum dilepasliarkan harus dipastikan sudah mampu bersikap seperti primata liar, antara lain, sosial, memakan makanan alami. Hampir 70 persen makanan mereka di alam dedaunan terutama pucuk atau daun muda. Lalu, produktif (mampu berkembangbiak secara alami), arboreal (mengahabiskan sebagian besar waktu untuk beraktivitas di atas pohon), protektif dan kepekaan terhadap ancaman di sekitar.

“Proses pelatihan ini memakan waktu paling cepat enam bulan tetapi bisa juga mencapai satu tahun lebih. Semua tergantung kondisi perilaku dan psikologi individu lutung. Biasa kondisi ini sangat dipengaruhi pola perlakuan dan perawatan sebelumnya.”

Saat ini, JLC menyelesaikan pembangunan kandang sosialisasi yang menjadi tempat tinggal sementara bagi keenam lutung kiriman sebelum dilepasliarkan ke alam. Proses pembuatan kandang diperkirakan memakan waktu dua sampai tiga bulan .

Lutung Jawa menanti pelepasliaran. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
,