, ,

Penelitian: Pengembangan Sawit di Pohuwato Perlu Kajian Mendalam

Hasil penelitian Fitryane Lihawa, Dosen dari Universitas Negeri Gorontalo, menunjukkan, pengembangan perkebunan sawit di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, berpotensi menimbulkan berbagai dampak buruk pada lingkungan. Untuk itu, perlu kajian mendalam dan komprehensif tentang dampak kumulatif dari rencana pembangunan sawit, termasuk dalam pemberian izin lokasi.

Dampak buruk itu antara lain, meningkatkan level CO2 (karbon dioksida) di atmoster, peningkatan suhu dan gas rumah kaca yang mendorong bencana alam, dan hilangnya keragaman hayati. Lalu, ekosistem hutan hujan tropis, kehancuran habitat flora dan fauna yang mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik satwa dengan manusia.

Jika habitat rusak, satwa tak lagi memiliki tempat cukup untuk hidup dan berkembang biak, sejumlah sumber air hilang, hingga memicu kekeringan. Berkurangnya kawasan resapan air, hingga musim hujan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air. “Perubahan penggunaan lahan menimbulkan pula percepatan degradasi tanah melalui erosi tanah,“ katanya menjelaskan penelitian dengan judul “Prediksi Dampak Erosi Permukaan Pada Pembangunan Perkebunan Sawit di Kabupaten Pohuwato.”

Menurut dia, di daerah tropis yang lembab seperti Indonesia dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun maka air penyebab utama erosi. Partikel tanah yang masuk ke perairan akan membawa unsur kimia yang berpengaruh terhadap kualitas air yang akan menyebabkan penurunan kelimpahan dan diversitas biota air. Pada gilirannya, menyebabkan kesehatan masyarakat terganggu.

“Tidak hanya itu, erosi permukaan tanah pada pembangunan perkebunan sawit ini dapat berdampak penurunan produktivitas tanah hingga hasil tanaman yang dikembangkan menurun. Saat penanaman, kondisi unit lahan akan menjadi lahan dengan tanaman monokultur dan tanpa ada vegetasi penutup tanah.”

Sesuai peta lereng skala 1:50.000, topografi lahan Kabupaten Pohuwato, di rencana lokasi perkebunan sawit semua berbukit. Contoh, PT Banyan Tumbuh Lestari, didominasi wilayah bergunung hingga berbukit. Luas wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 persen 12.527,91 hektar, agak berbukit seluas 3.619,15 hektar, dan wilayah berbukit luas 3.551,74 hektar. Lalu, bentuk wilayah bergelombang hanya 583,06 hektar, dan wilayah datar hanya 23,24 hektar.

Kondisi penggunaan lahan pada rencana lokasi perkebunan sawit sangat beragam. Pada rencana lokasi PT Inti Global Laksana, PT Banyan Tumbuh Lestari, PT Sawindo Cemerlang dan PT Sawit Tiara Nusa adalah hutan produksi konversi (HPK). Pada PT Wiramas Permai, PT Wira Sawit Mandiri ada beberapa penggunaan lahan antara lain semak atau belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, perkebunan, rawa, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, tambak, tubuh air, hutan mangrove sekunder, tanah terbuka, dan hutan mangrove primer. Dari total luasan izin seluruh perusahaan 120.750,46 hektar, namun lahan cocok sesuai syarat kemiringan lereng untuk perkebunan sawit di Kabupaten Pohuwato hanya 50.736,18 hektar.

Jika dibandingkan erosi pada lahan perkebunan sawit di Kalimantan Barat, menunjukkan, di Pohuwato masih sangat ringan. Rendahnya nilai erosi pada masing-masing perusahaan dipengaruhi faktor tindakan konservasi. Penggunaan tanaman penutup tanah (Legume cover crops) yang rapat mampu menekan bahaya erosi sampai batas tidak membahayakan.

“Dalam arti khusus, tanaman penutup tanah adalah tanaman yang sengaja untuk melindungi tanah dari erosi, menambah bahan organik tanah, dan sekaligus meningkatkan produktivitas tanah.” Penilitan ini menunjukkan, struktur tanaman penutup lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnya erosi permukaan.

Penelitian ini menunjukkan, prediksi erosi permukaan yang mungkin terjadi kurun waktu tahun 2009-2015 dalam kriteria sangat ringan untuk lahan dengan tindakan konservasi, dan sedang hingga berat pada lahan tanpa tindakan konservasi.

Tahun 2009, erosi pada setiap lahan rencana perkebunan sawit dengan luas 50.736,18 hektar adalah 543,54 ton per hektar per tahun. Prediksi 2015, erosi permukaan yang mungkin terjadi tanpa tindakan konservasi 923,74 ton per hektar per tahun. Erosi akan terjadi pada lahan dengan tindakan konservasi 53,58 ton per hektar per tahun. “Dalam konservasi perlu pengawasan pihak-pihak terkait agar erosi permukaan tidak meningkat.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,