,

Komnas HAM Berikan Jaminan Perlindungan HAM untuk Warga Sekitar PLTU Batang

Selama 3 hari, tanggal 19 – 21 Ferbuari 2013,  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)  bertemu ribuan warga yang berasal dari desa Ponowareng, Karanggeneng, Ujungnegoro, Wonokerso dan Roban. Kedatangan Komnas HAM kali ini karena dugaan adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Batang terkait rencana Pembangunan PLTU Batang. Hal ini juga berkaitan dengan adanya pelanggaran HAM terhadap kelima warga Batang yang ditahan di LP Kedungpane.

Dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia dijelaskan, di hari pertama kedatangannya, Komnas HAM langsung mengadakan dialog di desa Ponowareng bersama warga Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro dan Roban. Dalam dialog tersebut juga hadir Kapolres Tulis dan Danramil Tulis. Warga menyampaikan keresahan mereka tehadap keberadaan TNI dan Polri, intimidasi warga oleh perangkat desa dan keterlibatan aparat TNI dan Polri terhadap pemilik tanah, keberadaan Posko pengadaan tanah oleh PT Bhimasena Power Indonesia, serta adanya pelarangan hak berpendapat dan hak berkumpul oleh aparat TNI dan Polri setempat.  “Kami merasa tertekan dengan keberadaan TNI dan Polri dan keberadaan posko pengadaan tanah, maka kami menginginkan agar TNI dan Polri segera ditarik dan Posko pengadaan tanah segera dibubarkan,” tutur Kasmir, warga Karanggeneng.

Pengaturan Kawasan Pantai Ujungnegoro dan Roban. Dokumen: Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah

Masyarakat meminta agar aparat TNI dan Polri ditarik dari desa, mereka juga menuntut penarikan posko pengadaan tanah yang meresahkan warga, serta menghentikan pelanggaran HAM terhadap masyarakat dan hentikan pengukuran tanah illegal. Tuntutan tersebut pun langsung direspon oleh pihak Kapolres Batang dan Dandim Batang untuk menarik pasukan secara bertahap dan berkomitmen untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan intimidasi terhadap hak asasi masyarakat. Komitmen Kapolres Batang dan Dandim batang tersebut disampaikan di depan perwakilan masyarakat dari Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro dan Roban dan didepan Komnas HAM.

“Keberadaan TNI dan Polri ini membuat kami tertekan dan tidak nyaman, pendirian posko –posko BPI yang berfungsi untuk pembebasan lahan ini juga membuat warga gerah,” kata Ilmiyanto, seorang warga Ponowareng

Sebelumnya, para warga telah melaporkan semua situasi yang selama ini mereka alami. Mulai dari  pelarangan terhadap hak bependapat secara tertulis dan lisan, pelarangan terhadap hak berkumpul, warga dipaksa untuk menjual tanahnya, penempatan TNI dan Polri di desa-desa, pembuatan posko PT Bhimasena Power Indonesia di desa-desa yang terlalu dini kepada berbagai pihak termasuk Komnas HAM. Keberadaan TNI dan Polri dinilai sangat meresahkan warga karena warga merasa tidak nyaman. Bentuk intimdasi lainnya, TNI dan Polri ini bersama pihak perangkat desa dan BPI mendatangi rumah-rumah warga untuk menawarkan pembelian tanah dengan harga Rp 100.000,00/meter.

Menurut Wahyu Nandang Herawan dari LBH Semarang kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, peran TNI dan Polri ini sebuah institusi negara sebagai pengayom dan pelayan masyarakat bukan sebagai alat-alat swasta untuk menekan dan membatasi hak asasi masyarakat apalagi melarang hak asasi masyarakat.  Keberadaan TNI dan Polri ini dinilai sebagai bentuk “intimidasi” terhadap warga atas keberatannya terhadap rencana pembangunan PLTU Batang yang mengancam lingkungan dan tanah produkrif mereka. “Datangnya Komnas HAM diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait pelanggaran HAM agar menghormati hak asasi masyrakat dan dapat memberikan masukan kepada pemerintah agar membatalkan pembangunan PLTU Batang,” kata Nandang.

PETA: Struktur Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah. Dokumen: LBH Semarang

Proyek PLTU Dinilai Salahi RTRW Jawa Tengah

Pelaksanaan proyek PLTU Batang dilakukan melalui Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011, tanggal 19 September 2011, yang telah dilakukan perubahan atas Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005, tanggal 15 Desember 2005 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang.

Keputusan Bupati Nomor 523/306/2011 yang baru tersebut anehnya justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029, maupun Perda kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031, yang menyebutkan bahwa kawasan Konservasi laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban dengan luas + 6.889,75 Ha merupakan Kawasan Perlindungan Terumbu Karang.

Selain hal itu juga, dalam pasal 46 ayat 2 huruf (d) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, bahwa Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban di Kabupaten Batang ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,