Film Life of Pi: Ramah Satwa Atau Tidak?

Film dengan efek visual yang luar biasa karya Ang Lee, berjudul Life of Pi, meraih sukses besar di ajang Piala Oscar ke 85 yang baru saja berlalu. Film ini meraih 11 nominasi Oscar dan meraih banyak penghargaan, termasuk Sutradara Terbaik, Sinematografi Terbaik, Visual Efek Terbaik dan Original Score Terbaik. Kesukesan secara finansial juga diraih film ini dengan meraup 583 juta dollar Amerika di seluruh dunia.

Dalam tulisan yang dibuat oleh Sonia Horon dalam media online Global Animal ini, film yang berkisah tentang seorang bocah yang berupaya untuk terus hidup dari kecelakaan kapal bersama seekor harimau Bengali ini di satu sisi menimbulkan pertanyaan bagi para pecinta satwa. Kendati karakter utama satwa di film ini sebagian besar adalah rekayasa visual tiga dimensi, namun empat harimau hidup digunakan dalam pengambilan gambar tunggal.

Supervisor visual efek Life of Pi, Bill Westenhofer dari Rhythm and Hues Studios mengatakan bahwa tokoh Richard Parker adalah 85% dibuat dalam bentuk digital dan hanya 15% harimau sesungguhnya. Dia juga mengatakan kepada New York Times bahwa dari 170 adegan harimau di film ini, hanya 23 adegan menggunakan harimau hidup.

“Kami menggunakan harimau hidup untuk pengambilan adegan tunggal, dimana hanya harimau di dalam frame film, dan mereka melakukan sesuatu yang tidak harus sama persis di dalam aksi yang kami kehendaki…dengan melakukan hal itu, kami mendapat gambaran yang presisi untuk proses digitalisasi visual kami. Kami tidak bisa menggunakan efek visual seluruhnya. Hal ini akan mendorong para artis untuk memberikan kemampuan akting mereka yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, sesuatu yang terlihat nyata yang pernah dilakukan oleh manusia terhadap binatang.”

Namun sampai saat ini keraguan masih merebak terkait perlakuan terhadap satwa yang digunakan dalam film pemenang Oscar ini, kendati persetujuan sudah dikeluarkan oleh American Humane Association (AHA) yang melakukan pemantauan kesejahteraan satwa sepanjang pengambilan film ini berlangsung. Organisasi AHA selama ini dikenal sebagai organisasi yang dilibatkan dalam pemberian status ‘Tidak ada satwa yang disiksa‘ dalam film yang melibatkan satwa. Namun kini kredibilitas status dan persetujuan yang mereka keluarkan terus dipertanyakan terkait beberapa kasus yang melibatkan kematian satwa di dalam adegan film.

Beberapa tahun lalu, AHA juga memberikan persetujuan ‘tak ada satwa yang disiksa’ di dalam film Zookeper, namun faktanya seekor jerapah mati di dalam proses pengambilan gambar. Lalu di film Water for Elephants, yang menggunakan seekor gajah bernama Tai yang disuplai oleh Have Trunk Will Travel, dan sebuah kelompok pelatihan rahasia memperlihatkan kekejaman yang nyata terhadap gajah tersebut. Hal yang sama juga terjadi di dalam film Luck sebuah acara TV di HBO yang mengakibatkan tiga ekor kuda mati di dalam set pengambilan gambar, sebelum akhirnya produser membatalkan serial ini.

Organisasi pecinta dan pemerhati hak satwa di Amerika Serikat, PETA menyatakan secara terbuka bahwa: “Para pecinta film mungkin akan kaget melihat fakta bahwa kehadiran American Humane Association di dalam pengambilan gambar tak menjamin bahwa satwa yang ada di dalam film tidak dieksploitasi, atau dilukai atau terbunuh dalam proses pembuatan film. Perwakilan AHA, hanya memantau saat pengambilan gambar, bukan apa yang terjadi saat istirahat pengambilan gambar, dimana penyiksaan masih sangat mungkin terjadi.”

Kendati hanya melibatkan empat ekor harimau seminimal mungkin, Life of Pi memperlihatkan pesan bahwa manusia dan satwa bisa berinteraksi dengan baik. Dan meski tidak 100% menggunakan efek visual, film ini memperlihatkan bahwa sejauh ini anda bisa membuat film yang baik tanpa harus menyiksa binatang. Kecuali nanti terbukti bahwa ada dampak yang diterima oleh salah satu satwa pasca film ini dibuat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,