, ,

Lebih 4 Tahun Menanti, Akhirnya Hutan Desa Segamai-Serapung Terwujud

“Kami senang akhirnya hutan desa sudah keluar izin. Itu perjuangan dari 2009,” kata Eddy Saritonga, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (HD) Segamai, di Jakarta, Kamis(7/3/13). Pria ini sehari-hari bekerja sebagai guru sekolah dasar (SD), sekaligus ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Segamai, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Palalawan, Riau.

Masyarakat di desa ini, mayoritas bertani, seperti menanam jagung, kelapa sampai sawit. Jarak desa ke HD sekitar 15 kilometer. “Harus menyeberang Sungai Kampar. Ia ada di Muara Sungai Kampar.” Hari itu, Eddy ke Jakarta, memenuhi undangan Greenpeace, pada acara Peluncuran Kampanye Greenpeace 2013: 100 persen Indonesia Hijau Damai, Jumat(8/3/13).

Pada kesempatan itu, Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, sekaligus menyerahkan izin HD seluas 4.000 hektar yang tertuang dalam SK Menhut Nomor 154 dan 155/Menhut-II/2013. Penyerahan izin kepada dua desa, masing-masing desa 2.000 hektar diterima perwakilan dari Desa Segamai, Eddy Saritonga, dan Kepala Desa Serapung, Jasman.

Menurut Eddy, proses mendapatkan HD,  tidak mudah, memakan waktu lebih dari empat tahun.  Terlebih, mereka harus bersaing dengan perusahaan kelas kakap yang tampil dengan proyek ‘hijau’ lewat restorasi ekosistem. Kawasan hutan yang dilaiknya dicadangkan bagi rakyat pun tersunat. “Kami mengajukan 7.576 hektar. Usulan ke bupati, tak ada kabar. Bupati berganti. Pada 2011, kami usul lagi. Izin keluar 2.000 hektar,” ujar dia.

Untuk mendapatkan izin HD di kawasan bekas hutan tanaman industri (HTI), PT Agam Sempurna ini, mereka didampingi Yayasan Mitra Insani, Jikalahari dan Telapak BT Riau. Warga tak hanya berjuang di daerah. “Kami dua kali datang ke Kemenhut untuk tanyakan tentang hutan desa ini.”

Apakah hal pertama yang akan dilakukan setelah mendapat HD? “Pokoknya bagaimana menyelamatkan hutan dulu,” ucap Eddy. Mengapa? Sebab, kawasan yang menjadi HD ini dikelilingi konsesi-konsesi perusahaan kayu. “Kalau tak ada hutan yang dijaga, mau tinggal di mana satwa-satwa itu?”

Di  kawasan HD itu,  sebagian masih hutan alami, terutama di sekitar Tasik (Danau) Sangar. Selain masih alami, hutan juga bergambut dalam. Hasil pengukuran terakhir, di sekitar kawasan itu, gambut mencapai belasan meter. Di bagian lain, mereka berencana menanam kayu jelutung. “Nanti, kalau sudah besar pun kami tak akan tebang pohon ini. Hanya ambil getahnya seperti karet. Kami tak menebang pohon, hanya memanfaatkan hasil hutan non kayu.”

Tak jauh dari Desa Segamai, ada Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Palalawan. Desa ini juga mendapatkan izin HD seluas 2.000 hektar, dari pengajuan 2.300 hektar. Herbert dari Yayasan Mitra Insani mengatakan, perjuangan desa ini juga dimulai sejak 2009. Kawasan HD mereka juga berbatasan dengan HTI PT Satria Perkasa Agung, anak usaha PT Indah Kiat. “Kami juga sampai dua kali ke Kemenhut tanyakan ini,” kata Jasman.

Menurut Herbert, saat ini masih ada tiga usulan HD, yakni, Teluk Lanus seluas 7.500 hektar, Sungai Rawa 2000 hektar dan Desa Penyengat 4.000 hektar. “Hutan Desa ini bukti upaya memperjuangkan hak kelola masyarakat atas sumber daya hutan. Sudah selayaknya inisiatif ini diperluas untuk menjawab hutan tidak hanya bagi perusahaan” ucap Zainuri Hasyim, Direktur Yayasan Mitra Insani.

Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari menyatakan, HD ini merupakan penantian panjang warga. “Meskipun yang dikabulkan hanya sebagian kecil, satu persen dari cadangan hutan desa yang tersisa.” Sebagian besar, katanya, diambil oleh perusahaan untuk brand image, lewat proyek restorasi ekosistem. Meskipun begitu, setidaknya, kata Muslim,  HD ini untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa masyarakat bisa menjaga hutan.

Menhut, Zulkifli Hasan, malam itu mengakui jika pencadangan hutan untuk rakyat kadang tak terealisasi sesuai rencana. “Hutan desa, HTR, cadangkan besar tapi kadang-kadang tak sampai pada rakyat.” Jadi, dia berharap, dengan ada lembaga-lembaga non pemerintah pendamping dan mengawal proses ini, bisa menjadi lebih baik. “Program bagus, cita-cita bagus, kalau tak dikawal bisa tak jalan,” ucap Zulkifli.

Sebagian hutan desa masih alami. Warga akan menanam pohon di hutan desa menggunakan tanaman yang bisa dimanfaatkan hasil non hutannya, hingga tak perlu menebang. Foto: Yayasan Mitra Insani

Malam Greenpeace

Pada malam itu, pembukaan kampanye Greenpeace 2013, berlangsung semarak dan bermakna. Suguhan panggung para musisi dan seniman lewat aksi teatrikal begitu memukau. Beragam suguhan ini menjadi bermakna karena penuh dengan pesan-pesan penyelamatan lingkungan.

Ada Navicula, Edo Kondologit, Krishna feat Ade Tanesia  & Low Budget Acoustic, Billy and The Beatbox, Marjinal membawakan lantunan lagu bertema alam, kerusakan hutan, sampai satwa yang terancam seperti harimau dan orangutan. Alunan lagu para musisi diramaikan aksi parkour sampai silat harimau. Tisna Sanjaya, seniman kawakan asal Bandung, bersama pertunjukan teatrikal menceritakan Sungai Citarum, yang ‘menderita’ akibat limbah berbahaya.

Pada malam itu, Greenpeace juga menyerahkan temuan Kepak Sayap Enggang, Tur Mata Harimau 2012 kepada Menhut. Kiki Taufik, Kepala Pemetaan dan Penelitian Greenpeace mengatakan, temuan Tiger Tour, antara lain di Proyek Lahan Gambut, Kalimantan Tengah (PLG Kalteng) yang masuk kawasan moratorium, terjadi kebakaran lahan dan ditanami sawit. Di Kalimantan Barat (Kalbar) juga ditemukan pembabatan hutan alam dan kebakaran lahan di kawasan moratorium. “Ekses otoda yang luas biasa,” timpal Menhut.

Setelah itu, Zulkifli  memaparkan tentang deforestasi Indonesia, era per era dan berbagai program hutan rakyat. “Apakah hutan bagus, lingkungan bagus, ekonomi turun? Tidak,” ucap Zulkifli. Menurut dia, eksploitasi jika dilakukan lebih dari daya dukung alam bisa merugikan. “Jangan biarkan Kemenhut sendiri. Terima kasih Greenpeace.” Menhut juga menyebut beberapa lembaga swadaya masyarakat lain yang banyak menjaga lingkungan seperti, Walhi dan Jikalahari.

Perjalanan panjang Desa Segamai dan Serapung mendapatkan hutan desa, bisa dilihat di Ketika Suara Warga Pulau Muda dan Teluk Meranti Diabaikan dan  Warga Palalawan Desak Bupati Cabut Rekomendasi PT GCN.

Longgena Ginting, Kepala Greenpeace di Indonesia, saat menyerahkan temuan Tur mata Harimau 2012 ke Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan. Foto: Ridzki R Sigit
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, usai menyerahkan SK Hutan Desa kepada perwakilan masyarakat Desa Segamai dan Serapung. Foto: Ridzki R Sigit
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,