Si Imut yang Rindu Rumah Alaminya

Dalam rangka menjaga dan mengembalikan agar kukang tidak punah di alamnya, lembaga yang peduli dengan kehidupan satwa liar yaitu IAR (International Animal Rescue) telah melakukan upaya pengembalian kukang hasil sitaan untuk kembali menghuni hutan-hutan alam yang masih baik habitatnya bagi kehidupan kukang.  Salah satunya dengan melakukan translokasi 12 ekor kukang sumatera (Nycticebus coucang) ke Hutan Lindung Batutegi, Lampung pada tanggal 1 April 2013 yang lalu.

Keduabelas ekor kukang sumatera tersebut telah melewati masa rehabilitasi di YIARI sejak tahun 2008.  Sebelum ditranslokasi (dipindahkan) semua kukang tersebut telah menjalani pemerikasaan kesehatan secara menyeluruh, perilaku dan mental untuk kembali kehabitatnya.

Kukang-kukang tersebut tidak langsung dilepasliarkan di alam, namun secara bertahap akan dilepasliarkan dengan dilengkapi dengan radio collar, -semacam radio untuk memonitoring,- yang akan memudahkan pemantauan kukang termasuk penilaian perilaku, sampai akhirnya kukang-kukang tersebut benar-benar dilepas radio collar-nya di pulau Way Rilau, Batutegi Lampung.

Dari kegiatan pelepasan liar satwa primata sebelumnya di kawasan ini, tim monitoring dapat memastikan bahwa satwa yang dilepasliarkan terpenuhi kebutuhan akan pakannya dan dapat bertahan hidup di alam.  Berdasarkan hasil pemantauan habitat dan survey pada tahun 2009, kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung dianggap layak sebagai lokasi translokasi karena di lokasi tersebut ditemukan 29 mamalia dan sedikitnya 140 jenis burung.

Demikian pula di Kawasan HL Batutegi, terdapat berbagai macam pakan baik jenis tumbuhan: getah pohon Shorea sp (banyak jenis), pohon puspa (Schima wallicii), serehan (Piper aduncum), harendong (Melastoma malabraticum), petai, durian dan masih banyak lagi jenis tumbuhan yang merupakan pakan dari Kukang Sumatera.  Selain jenis tumbuhan, berbagai jenis serangga, reptil, aves kecil dan mamalia kecil yang terdapat dalam Kawasan HL Batutegi juga menjadi pakan kukang.

Upaya pelepasan ini sendiri merupakan kerjasama Yayasan IAR Indonesia bersama Dirjen SDA Kegiatan Operasional dan Pemeliharaan SDA I Batutegi Lampung, BKSDA Lampung dan BBKSDA Jawa Barat.

Perdagangan Ilegal Kukang

Meskipun telah dimasukkan dalam kategori dalam Appendix 1 CITES, yang berarti tidak boleh diperdagangkan, namun masih mudah untuk dijumpai perdagangan kukang secara ilegal di pasar hewan maupun yang dilakukan oleh para pedagang yang menjual kukang di perumahan.

Di Indonesia sendiri terdapat tiga jenis spesies kukang yang ada di Indonesia yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (N. coucang) dan kukang borneo (N. menagensis).  Daftar IUCN Redlist bahkan telah mengkategorikan kukang jawa dalam status endangered (terancam punah) dan vulnerable (rentan terhadap kepunahan) untuk kukang sumatera dan kukang borneo.

Di Indonesia sendiri meski sejak tahun 1990, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, namun pada prakteknya perdagangan liar terus berlangsung hingga sekarang.

“Persepsi masyarakat yang menganggap bahwa kukang dapat dipelihara sebagai binatang peliharaan (pet animal) dan bukan satwa liar (wild animal) telah menyebabkan jumlah kukang di alam menyusut secara drastis, “ demikian drh. Wendi Prameswari, koordinator Manajemen Satwa Program IAR menjelaskan kepada Mongabay-Indonesia, Jumat  29 Maret 2013, di Pusat Rehabilitasi Satwa, Ciapus-Bogor.

“Umumnya kukang yang dijual di pasar hewan untuk dipelihara telah dipotong giginya, banyak kukang yang cacat bahkan mati karena proses ini.  Gigi kukang dipotong agar tidak menggigit,“ menambahkan Ayut Enggeliah, staf edukasi IAR.  “Hal ini menyebabkan kami kesulitan dan tidak serta merta melepasliarkan kukang kembali ke alamnya.  Kukang yang telah dipotong giginya akan kesulitan untuk bertahan hidup di alam,” demikian ungkap Ayut.

Identifikasi kukang-1

Penyadartahuan

“Kami mencoba untuk melakukan upaya penyadartahuan kepada masyarakat, termasuk kepada para petani hutan dan ladang di seputar Taman Nasional Halimun Salak bahwa kukang bukan merupakan satwa pengganggu.  Di alam kukang berperan sebagai pest control karena memakan serangga yang mengganggu tanaman petani seperti belalang.  Kepada masyarakat, kami memberi penjelasan bahwa kukang bukan hewan yang cocok untuk dipelihara seperti anjing maupun kucing,” ujar Ayut.

Ayut menggarisbawahi bahwa kebanyakan orangtua umumnya membeli kukang untuk membahagiakan anak-anak mereka merengek ingin dibelikan kukang, -sang mahluk imut,- karena tertarik dengan perawakannya yang mungil dan mukanya yang lucu.  Tidak banyak masyarakat yang paham bahwa kukang merupakan hewan yang dilindungi oleh hukum dan terlarang untuk diperjualbelikan.

Perilaku kukang sendiri masih terus dipelajari oleh kalangan saintis, kesulitan memantau kukang adalah karena kukang merupakan mahluk malam (nokturnal), yang sangat pemalu.  Penggunaan radio tracking memudahkan peneliti untuk mengikuti ruang gerak dari kukang.  Salah satu peneliti menemukan bahwa ruang jelajah kukang di hutan dapat mencapai 30 hektar, yang digunakan untuk mencari mangsa.

Di habitat alaminya, kukang hidup di perkebunan, hutan kebun, hutan sekunder sampai hutan primer. Kukang dapat dijumpai dari daerah dataran rendah hingga ketinggian sampai 1.200 mdpl.  Kukang membutuhkan pohon-pohon dengan cabang yang rapat dan saling terkait untuk pergerakannya. Kukang berpindah dari pohon ke pohon lainnya dengan cara meregangkan badannya semaksimal mungkin (cantilevering) dan kemudian menggapai cabang atau ranting pohon.  Dilihat dari jenis pakannya, kukang adalah satwa yang bersifat omnivora atau mamalia pemakan tumbuhan dan hewan.

Kukang yang ada di Pusat Rehabilitasi Ciapus saat ini berjumlah 91 ekor yang merupakan hasil sitaan, serahan masyarakat dan BKSDA maupun hasil kukang dari PPS (Pusat Penyelamatan Satwa) lain.  Jumlah ini mendekati maksimum daya tampung yang ada yaitu 92 ekor kukang di pusat rehabilitasi.

Yayasan IAR Indonesia sendiri merupakan cabang dari Internatioal Animal Rescue, lembaga yang peduli dengan konservasi satwa liar, secara khusus primata,  yang berkedudukan di Inggris. Di Indonesia terdapat dua pusat rehabilitasi satwa liar yaitu di Bogor, Jawa Barat dan Ketapang, Kalimantan Barat.

Selain kukang maka pusat rehabilitas ini juga menampung monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), satwa yang juga mudah dijumpai di pasar-pasar hewan ilegal. Sebelumnya, Pusat Rehabilitasi Satwa Ciapus telah melepasliarkan lebih kurang 20 ekor kukang jawa di habitatnya di TN Halimun Salak di Jawa Barat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,