Indonesia-Malaysia Sepakat Selamatkan Badak Sumatera Terakhir dari Kepunahan

Populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatranensis) kini tersisa kurang dari 100 individu di dunia. Satwa yang masuk kategori ‘kritis’ dalam Daftar Merah IUCN telah bertahan selama 20 juta tahun di bumi, dan kini berada di ambang kepunahan.

Terkait kondisi badak Sumatera yang semakin di ujung tanduk tersebut, pemerintah Indonesia dan Malaysia tanggal 4 April 2013 sepakat untuk bekerjasama menyelamatkan badak bercula dua dan merupakan spesies badak terkecil di dunia ini lewat sebuah kesepakatan yang ditandatangani di Kebun Binatang Singapura saat Sumatran Rhino Crisis Summit yang digelar oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Seperti dilaporkan oleh Environment News Service, para ahli akan segera mengajukan rencana aksi darurat (Emergency Action Plan) untuk menindaklanjuti kesepakatan yang dibangun oleh kedua negara ini. Langkah selanjutnya, kedua negara perlu untuk mengeluarkan upaya legal formal untuk memperkuat kerjasama untuk menghadang krisis populasi badak Sumatera akibat perburuan ilegal akibat tingginya permintaan atas cula badak untuk berbagai keperluan manusia.

Salah satu anggota utusan dari Malaysia, Dr Laurentius Ambu, dari Sabah Wildlife Department, memberikan detail dari program yang melibatkan kedua negara ini. “Kami akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan Indonesia terkait kesempatan untuk bertukar sel reproduksi spesies ini, memindahkan individu antara kedua negara dan menggunakan teknologi reproduksi yang terkini sebagai sebuah inisitiatif paralel untuk menangkarkan badak Sumatera,” ungkap Dr. Ambu.

Hal senada juga dikatakan oleh Widodo Ramono dari Yayasan Badak Indonesia,”Langkah serius harus diambil untuk menekan laju kepunahan badak Sumatera. Mungkin ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menyelamatkan spesies ini, dan dengan bekerjasama sebagai sebuah unit secara internasional dan regional, dan dengan tujuan dan visi yang sama harapan akan menjadi lebih baik ke depannya.”

Bayi badak Sumatera, Andatu, hasil penangkaran di Lampung dengan induknya. Foto: Sapariah Saturi

Sumatran Rhino Crisis Summit sendiri berupaya mencari solusi atas tingginya laju kepunahan dan berbagai ancaman yang masih terus mengintai badak Sumatera, sementara habitat mereka juga semakin berkurang akibat ekspansi industri. “Pertemuan ini berhasil mempertemukan dua pemerintahan yang para wakilnya berkomitmen secara positif dan proaktif untuk membangun kerjasama bilateral dimana langkah ini dinilai kritis untuk menyelamatkan badak Sumatera,” ungkap Ketua IUCN SSC Species Conservation Planning, Stanley Price kepada Environment News Service.

Penemuan Jejak Badak Sumatera di Kalimantan

Sebelumnya, sebuah kabar menggembirakan diperoleh dari survey yang digelar oleh WWF-Indonesia yang berhasil menemukan jejak badak Sumatera di pulau Kalimantan. Tim monitoring WWF-Indonesia, menemukan jejak segar mirip jejak badak saat memonitoring orangutan di Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim),  di wilayah Heart of Borneo (HoB). Guna menguatkan temuan ini, WWF-Indonesia bersama Dinas Kehutanan Kubar, Universitas Mulawarman dan masyarakat setempat, survei lanjutan pada Februari 2013.

Temuan ini diperkuat konfirmasi saintifik dari ahli badak di WWF-Indonesia dan Universitas Mulawarman, Chandradewana Boer. Dia  menegaskan, spesies ini kemungkinan besar adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Temuan ini didukung data historis sebaran badak Sumatra di Kalimantan, yang telah terdokumentasi sebelumnya. Namun, sampai ini, belum bisa dikonfirmasi berapa individu badak yang teridentifikasi melalui temuan ini.

Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia,  mengatakan, temuan ini membawa angin segar bagi dunia konservasi nasional dan internasional, mengingat keberadaan badak Sumatera di Kalimantan, sudah tidak pernah terdengar dan diketahui. Bahkan ditengarai punah sejak tahun 1990-an. International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan badak Sumatera dalam kategori kritis (critically endangered).

WWF-Indonesia, katanya, bersama pihak terkait, antara lain Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kubar akan survei lanjutan lebih komprehensif untuk memetakan preferensi habitat badak dan populasi di Kutai Barat. Dari hasil survei ini, perlu segera disusun strategi bersama dan rencana aksi komprehensif serta partisipatif bersama para pihak terkait. “Hingga upaya konservasi badak Sumatera di Kalimantan, dapat berlangsung jangka panjang dan didukung pendanaan berkelanjutan,” katanya, Kamis(28/3/13).  Temuan ini, juga  menjadi momen penting sejak pencanganan Tahun Badak Internasional pada 5 Juni 2012 oleh Presiden SBY.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,