Problem Lingkungan Kencang Membelit, Ekspor Kelapa Sawit Indonesia Raih Titik Tertinggi

Kendati berbagai problem lingkungan dan sosial seringkali masih membelit operasional  banyak perkebunan sawit di Indonesia, namun nampaknya hal ini tidak mengurangi kemampuan produktivitas kelapa sawit Indonesia. Hingga bulan Februari 2013 silam, ekspor kelapa sawit dari Indonesia mencapai titik tertinggi dalam lima tahun terakhir. Hal ini terjadi setelah dua pembeli utama kelapa sawit Indonesia, Cina dan Pakistan meningkatkan permintaan secara signifikan.

Seperti dirilis oleh Bloomberg.com tanggal 4 April 2013, permintaan kelapa sawit Indonesia meningkat 9,1% menjadi 2,04 juta metrik ton dari sebelumya 1,87 metrik ton di bulan Januari, menurut data yang didapat dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia yang dikirim lewat surat elektronik kepada media yang bersangkutan. Pengiriman tersebut, adalah pengiriman terbesar dalam satu bulan sepanjang sejarah sejak tahun 2008 silam. Hal ini sekaligus menumbangkan perkiraan produksi yang pernah dirilis oleh Bloomberg, yaitu 1,51 juta metrik ton.

Tabel: Tutupan Hutan di Indonesia dan Malaysia antara tahun 2000 hingga 2010. Sumber: Juka Miettinen 2011

Meningkatnya ekspor ini membantu mengurangi cadangan komoditi sawit di Indonesia dan mencegah jatuhnya harga hingga 34% seperti yang terjadi di Kuala Lumpur tahun lalu. Produk kelapa sawit Indonesia yang digunakan dalam berbagai keperluan mulai dari pembuatan mie hingga bahan bakar, sempat turun sebanyak 14% menjadi 3 juta ton di bulan Februari dibanding bulan sebelumnya, menurut data Bloomberg yang dirilis tanggal 14 Februari silam.

Menurut Direktur Eksekutif Gapki, Fadhil Hasan, pihak produsen sawit kini sudah bisa beradaptasi dengan regulasi baru di Cina. Selain itu, permintaan ke Cina juga meningkat terkait dengan adanya perayaan tahun baru Cina di negeri tersebut pertengahan Februari silam.

China memberlakukan aturan yang lebih ketat pada impor minyak nabati untuk meningkatkan standar keamanan terhadap makanan. Hal ini mulai berlaku 1 Januari silam. Akibat kebijakan baru ini, ekspor kelapa sawit Indonesia pada bulan Januari ke Cina dan beberapa negara Asia turun 15 persen.

Kondisi ini bangkit pada bulan Februari 2013. Pengiriman melonjak 108 persen menjadi 370.110 ton pada bulan Februari dan penjualan ke Pakistan melonjak 80 persen menjadi 149.850 ton menurut data dari Gapki. Sementara ekspor ke India, yang merupakan pembeli terbesar produk kelapa sawit Indonesia, turun 13 persen menjadi 699.770 ton, hal serupa juga terjadi dengan penjualan ke Uni Eropa yang turun 22 persen menjadi 305.120 ton.

Buah sawit. Foto: Rhett A. Butler

Ekspor kelapa sawit Indonesia pada dua bulan pertama tahun ini naik 29 persen menjadi 3,9 juta ton dari tahun sebelumnya.

Kendati ekspansi perkebunan kelapa sawit dinilai menjadi pendorong paling utama terjadinya deforestasi di Indonesia dan Malaysia, serta meningkatkan secara drastis emisi karbon dan mengancam spesies langka di kedua negara tersebut, namun pihak perusahaan yang membuka perkebunan baru di Indonesia, seperti Cargill yang baru saja menambah luasan perkebunan mereka, berargumen bahwa ekspansi bisnis kelapa sawit harus dilakukan dan dianggap sangat perlu untuk memberi makan populasi penduduk dunia yang terus meningkat. Selain itu hal ini juga dinilai penting untuk memenuhi permintaan industri yang terus berkembang, dan mereka yakin bahwa ekspansi ini bisa dilakukan tanpa mengancam dan membahayakan satwa liar serta lingkungan.

Harga minyak kelapa sawit dunia kini sudah melebihi duakali lipat biaya produksinya dalam beberapa tahun terakhir, satu hal yang tidak terjadi dengan komoditi lainnya di Asia selama beberapa dekade. Minyak kelapa sawit produksi Indonesia sendiri kini mencapai 26 juta ton setahun, meningkat secara signifikan dari 5,8 juta ton setahun di tahun 1998.

Di sisi lain, ancaman terhadap habitat orangutan akibat aktivitas pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, terus mengintai primata besar Indonesia ini. Terutama di kawasan yang memiliki lahan yang masih sangat luas, yang memenuhi syarat dasar ekspansi masif bagi lahan perkebunan kelapa sawit, seperti di Pulau Kalimantan. Pembukaan lahan ini, selain merugikan bagi satwa liar karena kehilangan habitat mereka, upaya pembukaan lahan yang sangat masif juga menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat setempat.

Orangutan, semakin terdesak dari habitatnya seiring dengan ekspansi perkebunan yang semakin marak. Foto: Rhett A. Butler

Salah satunya terjadi di Desa Tumbang Koling, yang mulai diratakan oleh perusahaan kelapa sawit asal Singapura, Bumitama Agri Limited, yang melakukan pekerjaan pembukaan lahan di wilayah ini telah dimulai lagi sejak 25 Februari 2013 silam, setelah sebelumnya sudah diratakan oleh anak perusahaan mereka PT Nabatindo sejak 2012 silam. Dari hasil survey keragaman hayati di wilayah ini yang dilakukan oleh Centre for Orangutan Protection, Jakarta Animal Aid Network dan Friends of the National Park, kawasan berhutan ini menjadi habitat bagi 11 jenis mamalia, 34 jenis tumbuhan dan 11 jenis kupu-kupu, serta tanaman obat yang menjadi sumber kesehatan bagi masyarakat adat setempat. Beberapa satwa utama yang ada di kawasan ini adalah beruang madu (Helarctos malayanus), Owa (Hylobates sp) dan kukang (Nycticebus coucang).

Ekspansi perkebunan sawit, selain dilakukan oleh warga, sebagian besar justru dilakukan oleh korporasi asing yang beroperasi di Indonesia. Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan laporan Centre for Orangutan Protection, dua pebisnis kelapa sawit raksasa dari Singapura, Indofood Agri Resources dan Bumitama Agri, telah melakukan penebangan hutan dengan kategori high conservation value forest di Kalimantan Timur dan Tengah, dan mengakibatkan sejumlah bayi orangutan dievakuasi dari kawasan tersebut.

Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Jukka Miettinen tahun 2011 silam, hutan di Indonesia sudah musnah sekitar 8,8 juta hektar dalam jangka waktu satu dekade antara tahun 2000 hingga 2010. Hilangnya hutan Indonesia, salah satunya adalah akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit. Saat ini, perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mencapai 9 juta hektar dari 13 juta hektar yang ada di seluruh dunia, atau sekitar 75% perkebunan sawit dunia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,