, ,

Hutan Dikapling, Banjir Landa Gorontalo

Banjir kembali melanda Gorontalo. Sebelumnya, hanya beberapa wilayah, kali ini meluas hampir ke seluruh kabupaten dan kota di daerah ini. Bahkan, kawasan di dekat Danau Limboto, ketinggian banjir sampai 1,5 meter. Sejak Selasa (14/5/13)-Minggu (19/5/13) , banjir menghantam Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Gorontalo Utara, Pohuwato, Bone Bolango, dan kota Gorontalo.

Kepala Bidang Lingkungan Hidup pada Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi (Balihristi) Gorontalo, Rugaya Biki mengungkapkan, banjir terjadi karena curah hujan sangat tinggi sejak beberapa hari lalu. Diperparah beberapa tanggul jembatan dan irigasi roboh.

“Namun akar masalah tutupan hutan di wilayah hulu sudah dirambah berbagai aktivitas seperti illegal logging, pembukaan hutan, dan aktivitas penambang emas,” katanya kepada Mongabay, Kamis (16/5/13).

Banjir di Gorontalo, terjadi periodik. Ada setahun, lima tahun, atau 10 tahun. Kali ini, katanya,  merupakan banjir lima tahunan,  tetapi terparah dari lima tahun lalu.

Menurut Rugaya, solusi mengatasi persoalan banjir di Gorontalo dengan membuat regulasi, aksi, partisipasi masyarakat, dan program-program inovasi. “Dalam setiap tahun sejak 2008, hutan Gorontalo kehilangan dua persen luasan hutan.”

Ahmad Bahsoan, Ketua Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) mengungkapkan, pemerintah harus bertanggung jawab atas banjir di Gorontalo. Pemerintah daerah, dinilai menjual hutan Gorontalo untuk kepentingan perusahaan-perusahaan besar.  Contoh, hutan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dialihfungsi untuk kepentingan pertambangan emas PT Gorontalo Mineral, anak Bumi Resources milik grup Bakrie. Hutan di seluruh kabupaten di Gorontalo dijual untuk perkebunan sawit besar “Nyaris semua hutan dikapling perusahaan, baik perkebunan sawit dan pertambangan emas.”

Luas kawasan hutan di Gorontalo saat ini 824.050 hektar (67,5 persen) dari daratan. Laju deforestasi 3.976,3 hektar setiap tahun rata-rata di seluruh kawasan. Laju deforestasi di hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT) setiap tahun 1.689,2 hektar.  “Pemerintah Gorontalo harus bertanggung. Banjir ini akibat salah urus dan dosa besar pemerintah karena mengambil kebijakan tidak tepat.”

Verrianto Madjowa, Badan Pengawas Japesda, mengungkapkan, banjir di Gorontalo jangan hanya dipandang karena curah hujan yang tinggi atau di atas normal. Banjir ini menunjukkan hilangnya kawasan hutan sebagai penyerap air dan drainase buruk di pemukiman dan perkotaan.

“Upaya dan komitmen penanggulangan bencana dari pemerintah sangat rendah. Bencana banjir terus terjadi. Untuk mengurangi dampak banjir yang makin meluas ini memerlukan pendekatan bioregion.”

Pendekatan bioregion ini tidak hanya ditangani pemerintah di satu kabupaten, tapi lintas kabupaten dan kota, dikoordinasi provinsi. Bioregion mempertimbangkan kombinasi kriteria biologis, sosial, geografis dan bukan pada geopolitis. Kawasan ini memiliki sistem atau ekosistem yang saling berhubungan.

Verrianto menjelaskan, hujan di kawasan hutan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo akan berpengaruh di Kota Gorontalo. Aliran air Sungai Bulango bermuara di Kota Gorontalo, begitu pula Danau Limboto, bila meluap, buangan air bertemu dengan Sungai Bulango terus ke muara di pelabuhan Gorontalo.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,