,

Menanti Langkah Nyata SBY untuk Pengakuan Hutan Adat

Pada Kamis (27/6/13), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen memulai proses pendaftaran dan pengakuan hak kolektif masyarakat adat atas wilayah-wilayah adat di Indonesia. Presiden menyampaikan ini saat acara Tropical Forest Alliance 2020: Promoting Sustainability and Productivity in the Palm Oil and Pulp & Paper Sectors Workshop di Jakarta.

Saat itu, SBY mengatakan, proses pendaftaran dan pengakuan wilayah adat merupakan langkah awal yang penting dalam implementasi keputusan Mahkamah Konstitusi uji materi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan. Keputusan MK pada 16 Mei 2013 itu menetapkan hutan adat bukan lagi hutan negara.

Menurut SBY,  keputusan ini menandai langkah penting menuju pengakuan hak masyarakat adat  atas tanah, wilayah dan sumber daya.

Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, kini AMAN menanti langkah nyata Presiden merealisasikan komitmen pendaftaran dan pengakuan wilayah adat. “AMAN senang dan menghargai karena Presiden menganggap penting keputusan Mahkamah Konstitusi ini. Apalagi Presiden mengungkapkan komitmen bukan hanya sebagai kepala negara, juga pribadi.”

Dia meminta kepemimpinan SBY bisa memastikan seluruh lembaga kepemerintahan dari nasional sampai daerah bekerja mewujudkan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan masyarakat adat.

Hutan Adat dalam Bahasan RTRW

Sebelum itu, Walhi, AMAN dan HuMa menyerukan pemerintah segera menyikapi keputusan MK dengan mengintegrasikan pada berbagai kebijakan tenurial di Indonesia. Sampai sejauh ini, pemerintah terkesan pasif.

Dalam merumuskan penataan ruang salah satu yang menjadi bahasan substansi hutan dalam tataruang suatu wilayah. Sampai tahun 2012, usulan perubahan kawasan hutan menjadi non hutan dari berbagai provinsi di Indonesia, tercatat sekitar 12,3 juta hektar. Saat ada usulan, pemerintah memiliki pendapat seluruh kawasan hutan adalah hutan negara.

Dalam pernyataan bersama ini menyatakan, sejak putusan MK harus disadari, penetapan kawasan hutan dan perubahan kawasan hutan berimplikasi serius bagi hak masyarakat adat atas hutan mereka.

Tiga organisasi ini mendesak pemerintah segera menghentikan pembahasan perubahan kawasan hutan menjadi non hutan dalam usulan RTRW. “Sampai ada kejelasan apakah kawasan-kawasan yang dialihkan ataupun dijadikan kawasan hutan itu clear dari kawasan hutan adat,” kata Abdon.

Untuk itu, pemerintah khusus Kementerian Kehutanan memastikan terlebih dahulu penyelesaian proses recognisi kawasan hutan adat sebelum membuat keputusan terkait perubahan substansi hutan dalam usulan RTRW.

Proses pengukuhan kawasan hutan adat, kata Abdon, hendaknya menjadi tanggung jawab negara melalui pemerintah. Jadi, penting menyelesaikan proses ini sebelum keterlanjuran penetapan perubahan kawasan hutan dalam usulan RTRW. “Agar kawasan hutan adat terintegrasi dalan tataruang daerah.”

AMAN, telah memetakan wilayah adat di berbagai wilayah di Indonesia dan berharap menjadi acuan dalam penataan ruang. “Wilayah-wilayah yang menetapkan Perda Tataruang sesegera mungkin berkoordinasi dengan masyarakat adat ataupun organisasi masyarakat adat. AMAN bersedia membantu proses pengukuhan hutan adat yang terintegrasi dalam rencana tataruang wilayah.”

Senada dengan Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi. C Dia memaparkan, proses usulan tataruang daerah yang masih berlangsung  harus mulai memasukan hutan adat sebagai bagian dari rencana tataruang wilayah. “Proses pengukuhan kawasan hutan adat bisa bersamaan dengan proses penataan ruang wilayah.”  Dengan demikian, pemetaan dan proses identifikasi hutan adat bisa berlangsung dan ditanggung negara.

Pemerintah, kata Abetnego,  jangan menyerahkan begitu saja hasil keputusan Mahkamah Konstitusi kepada masyarakat adat. Namun, harus mengintegrasikan dalam perencanaan penataan ruang yang saat ini berlangsung. Dia khawatir, bila tak terintegrasi akan terjadi konflik ruang yang berisiko pada konflik sosial. Pemerintah pun harus melibatkan masyarakat adat, organisasi masyarakat adat dan organisasi masyaraat sipil lain yang konsern terhadap hak masyarakat adat dalam rencana tataruang wilayah yang tengah berlangsung.”

Andiko, Direktur HuMa menambahkan, Kementerian Dalam Negeri segera mengeluarkan surat edaran kepada pemerintah daerah. Isinya, menyegerakan proses identifikasi dan pengakuan wilayah adat dengan memasukkan hutan adat.

Artikel yang diterbitkan oleh
,