,

Pemilu 2014, Pilih Kandidat Pro Lingkungan

Pemilu 2014 harus menjadi momen penting bagi masyarakat Indonesia dalam menentukan pemerintahan lima tahun ke depan diisi figur-figur pro lingkungan. Bahaya perubahan iklim pun mesti menjadi isu strategis dalam pesta lima tahunan itu.

Demikian terungkap dalam diskusi Perspektif Baru Road Show to Campus bertema “Perubahan Iklim Sebagai Isu Strategis di Pemilu 2014” di Kampus Universitas Nasional, Jakarta, Senin (8/7/13).

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, masyarakat harus menjadi pemilih pintar, bisa menganalisa latar belakang politik para calon. “Termasuk melihat apakah mereka memiliki visi dan misi lingkungan,” katanya.

Saat ini, lingkungan rusak parah hingga perubahan iklim menghantui negeri. Pembangunan semata- mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi hingga menyebabkan peminggiran rakyat, dan ekosistem, serta  keragaman hayati hancur.

Abetnego menyebutkan, krisis lingkungan hidup di Indonesia, karena beberapa faktor, seperti alih fungsi lahan, pencemaran dan degradasi hutan dan deforestasi.“Ini disebabkan pembukaan pertambangan, perkebunan besar, pariwisata, industri dan pembangunan infrasturuktur di areal pertanian tanaman pangan dan atau daerah penyangga.”

Dari situs www.plosone. org, Indonesia, merupakan satu dari 10 negara yang mengalami dampak kerusakan lingkungan hidup. Negara-negara bernasib serupa, yakni, Brazil, United States, China, Japan, Mexico, India, Russia, Australia, dan Peru.

Pada, 2012, di Indonesia,  terjadi 503 kali banjir dan longsor menewaskan 125 orang. Kebakaran hutan dan lahan sekitar 17.000 hektar. Data Walhi, dari 1 Januari- 31 Mei 2013, dari 34 provinsi di Indonesia, tak ada yang bebas bencana. Dalam kurun waktu itu, terjadi 776 kali bencana, melanda 3.846 desa atau kelurahan tersebar di 1.584 kecamatan di 311 kabupaten kota. Korban meninggal mencapai 348 jiwa. Belum lagi diperkirakan 470 daerah aliran sungai (DAS) rusak.

Untuk itu, dalam Pemilu 2014, harus diperjuangan agar pemerintahan bersih dari perusak lingkungan. Tentu, mewujudkan kondisi ini tak mudah, perlu diperhatikan beberapa hal.  Antara lain, kesadaran politik lingkungan warga, agenda ingkungan hidup dari partai dan kandidat. Juga memutus rantai relati antara aktor penguasa politik dan penguasa sumber daya alam (SDA) serta ‘meresmikan’ gerakan perubahan di parlemen dengan membentuk kaukus lingkungan. 

Gita Syahrani, Senior Associate on Climate Change & Green Investment DNC Advocates mencontohkan,  agenda lingkungan hidup yang harus diperjuangkan, salah satu  pendirian lembaga REDD+.  Kini, pengesahan lembaga ini tinggal menanti keputusan SBY. “Setelah Presiden SBY tak lagi memimpin, Indonesia memerlukan pemimpin tepat dan mampu melanjutkan perjuangan menjaga lingkungan.”

Desmen Rahmat Eli Hia, praktisi hukum mengatakan, ancaman terbesar mendapatkan pemimpin yang tepat adalah calon pemilih yang tidak memilih alias golongan putih. Fenomena golpun ini cukup menjadi perhatian penting. Jika golput besar, maka yang bertarung hanyalah orang partai dengan beragam kepentingan. “Masyarakat yang menyia-nyiakan suara tidak mungkin terwakili.”

Pemilu 2014, katanya,  menjadi penting kalau bisa memilih wakil dan pimpinan rakyat yang mengerti isu strategis, seperti isu lingkungan. Sebab, upaya mengurangi dampak perubahan iklim memerlukan political will bersama dalam mengubah kerangka kebijakan pemerintahan ke arah pro lingkungan.

“Masyarakat terutama generasi muda harus menggunakan hak pilih dan memilih calon yang mengusung isu strategis pro lingkungan dan perubahan iklim pada pemilu 2014.”

Wimar Witoelar, pendiri Yayasan Perspektif Baru, kala mengawali diskusi, mengatakan, pergantian pemerintahan dan anggota dewan hasil pemilu 2014 bisa berdampak pada upaya-upaya pencegahan perubahan iklim.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,