Tahun 2020, Pemerintah Targetkan 20 juta Hektar Kawasan Konservasi Perairan dan Laut

Masa depan negara Indonesia terletak di wilayah pesisir dan laut.  Indonesia adalah negara dengan garis pantai tropis terpanjang di dunia yaitu 95.186 km. Seluruh kegiatan ekonomi Indonesia, yaitu 80% industri dan 75% kota-kota besar Indonesia berada di wilayah pesisir.

Demikian pula, dengan kekayaan hayatinya yang lebih dari 2.000 jenis ikan dan 500 jenis terumbu karang menjadikan Indonesia disebut sebagai kawasan pusat segitiga terumbu karang (The Coral Triangle) dunia. Daerah Segitiga Terumbu Karang sendiri, merupakan 16,5% (32.935 km persegi) dari luas total kawasan terumbu karang dunia.

Paradigma ini telah membawa pemerintah untuk menargetkan pencapaian 20 juta hektar kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil pada tahun 2020.  Hingga tahun 2012 dari target itu telah tercapai 15,78 juta hektar. Komitmen dari pemerintah ini merupakan bagian dari peta jalan untuk menerjemahkan komitmen pencapaian Presiden SBY seperti yang diucapkan pada pertemuan World Ocean Conference (WOC) di Manado tahun 2009 silam.

Seperti dalam penjelasannya kepada media di Jakarta pada akhir Juni yang lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo menjelaskan bahwa mengkonservasi laut merupakan pilihan untuk mengamankan dan mendorong upaya untuk pengelolaan sumberdaya ikan dan hasil laut yang berkelanjutan.

Sutardjo menyatakan bahwa strategi ini disebut sebagai Blue Economy yang akan menjawab tantangan Indonesia sebagai negara maritim kepulauan. Ia menambahkan bahwa sekitar 55% dari seluruh produksi perikanan berasal dari wilayah pesisir, secara khusus dari ekosistem padang lamun, mangrove, terumbu karang, laguna dan estuaria.

Konsep konservasi yang diperkenalkan saat ini berbeda dengan konsep konservasi konservatif yang diprasangkakan selama ini.  Konservarsi bukan berarti  tidak diijinkannya pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan serta keterlibatan dari masyarakat lokal.

Kawasan konservasi sendiri kedepannya akan dikelola secara zonasi, termasuk memberikan zona pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi dan akses kepada masyarakat lokal dan tradisional untuk turut memanfaatkan dan konservasinya.

Hingga saat ini, hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa belum semua kawasan penting ekosistem pesisir dan laut di Indonesia dilindungi.  Dari total 3,29 juta hektar luasan ekosistem terumbu karang, baru 22,7%-nya yang dilindungi, dari 3,45 juta hektar kawasan mangrove, baru 22%-nya yang dilindungi dan dari dari 1,76 juta hektar luasan padang lamun, baru 17%-nya yang dilindungi.  Dari 12 ekoregion yang ada di Indonesia, berdasarkan peringkat keanekaragaman hayatinya maka yang teratas prioritasnya untuk dilindungi berada di Papua dan yang paling rendah prioritasnya adalah di Selat Malaka.

Klik pada gambar untuk memperbesar
Klik pada gambar untuk memperbesar

Masalah serius dari pengelolaan wilayah perikanan dan kelautan sendiri adalah pada kelestarian sumberdaya hayati laut.  Pada beberapa wilayah ekoregion tingkat pemanfaatannya telah berlebih (over fishing exploitation) yang didorong oleh pola penggunaan teknis dan peralatan tangkap yang merusak lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan degradasi fisik habitat. Selain itu ancaman datang dari  pencemaran perubahan iklim global dan bencana alam.

Pengelolaan wilayah pesisir saat ini dipandang tidak dapat dilakukan secara sentralistik.  Pemerintah melalui PP 60/2007 telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan pengaturan wilayah laut dan konservasi di wilayahnya.  Salah satu dari Pemerintah Kabupaten yang telah melakukan ini, adalah Pemkab Raja Ampat di Papua Barat yang telah mengeluarkan peraturan tentang larangan penangkapan hiu dan pari manta di wilayahnya.  Inisiatif lain serupa adalah yang dilakukan oleh Pemkab Tambrauw di Papua Barat yang melestarikan habitat bertelur penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang disebutkan hanya satu-satunya di Indonesia itu.

“Hiu jika dimakan dagingnya hanya menghasilkan Rp 1,8 juta saja, tetapi jika dijadikan asset wisata akan menghasilkan Rp 1,8 milyar untuk masyarakat lokal,” demikian perbandingan yang disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Laut sendiri telah diakui oleh pemerintah sebagai sumber daya umum (public property) yang memerlukan fleksibilitas dan perbaikan hukum di tingkat nasional.  Di dalam konsep Kawasan Konservasi Perairan dan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP/KKP3K) kedepannya akan meliputi pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya, wisata, penelitian dan pengembangan melalui terus melibatkan masyarakat lokal sebagai kunci utama.

Pemerintah sendiri mengakui bahwa hingga sekarang belum mampu mengangkat secara penuh kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya mereka yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  Ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mengangkat taraf hidup masyarakat di pesisir sekaligus mengintegrasikan konsep wilayah konservasi pesisir dan perairan yang ada.

Sebagai gambaran, nelayan miskin di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang yang berasal dari sekitar 10.600 desa nelayan yang terdapat di kawasan pesisir di seluruh Indonesia.  Angka ini adalah 25,14% dari total penduduk miskin nasional.  Tentunya, sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk diselesaikan kedepannya.

MPA Indonesia
Distribusi Kawasan Perlindungan Perairan di Indonesia. Klik pada gambar untuk memperbesar. Sumber: Kajian Spasial Potensi Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Menuju Pencapaian 20 Juta Hektar Tahun 2020 (Yulianto et al, 2013)
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,