Peta Baru NASA Konfirmasikan Mayoritas Sumber Kebakaran Hutan Berada di Lahan Gambut Yang Digunduli

Sebuah perangkat pemetaan baru berbasis data satelit dari NASA mengonfirmasi bahwa mayoritas titik api yang menjadi penyebab menyebarnya kabut asap di langit Sumatera dan Semenanjung Malaya bulan lalu, terpusat di lahan-lahan gambut yang sudah digunduli, dan bukan di kawasan hutan alam.

Peranti Interactive fire risk tool ini dikembangkan oleh Center for International Forestry Research (CIFOR), memetakan kerusakan akibat api menggunakan pencitraan satelit dengan resolusi tinggi dari satelit baru NASA Landsat 8. Peranti ini juga menyediakan foto-foto wilayah pra dan pasca kebakaran hutan di Riau, dimana sejumlah besar titik api ditemukan bulan lalu.

CIFOR menyatakan bahwa tidak seperti kebakaran hutan yang terjadi tahun 1982-1983, 1997-1998 dan 2006, dimana beberapa titik api berada di kawasan hutan alam.

“Api membara di kawasan perkebunan dimana mereka sangat mungkin disulut secara bergantian sebagai bagian dari proses meningkatkan produksi kayu dan perluasan perkebunan kelapa sawit – atau pertanian dengan sistem slash and burn,” ungkap Julie Molins dalam satu posting blog di CIFOR.

David Gaveau, salah satu pkar di CIFOR mnmbahkan bahwa peranti ini bisa membantu investigasi lebih jauh untuk mencari sumber api. “Aplokasi berbasis situs internet seperti ini sangat bermanfaat karena aparat pemerintah dan masyarakat juga bisa melakukan pengecekan lokasi, melihat bentuk dan luas kerusakan, apakah api itu muncul di kawasan moratorium atau tidak, berada di wilayah konsesi atau tertutup vegetasi atau tidak sebelum dan sesudah kebakaran – dan semua hal-hal krusial untuk investigasi lapangan lainnya, ” ungkapnya.

Kondisi hutan di Sumatera pasca kebakaran hutan Juni 2013.
Kondisi hutan di Sumatera pasca kebakaran hutan Juni 2013.

Temuan ini konsisten dengan laporan dari World Resources Institute (WRI) dan Eyes on the Forest, sebuah lembaga lingkungan di Riau. Data WRI juga mengungkapkan bahwa setengah dari titik api yang terekam saat puncak kebakaran hutan terjadi berada di kawasan konsesi yang dimiliki oleh perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas.  Dampak kebakaran hutan yang terjadi tahun ini, semakin diperparah oleh pola arah angin yang berhembus, masih menurut analisis WRI.

Lewat data titik api yang dirilis oleh NASA dalam 12 tahun terakhir, selain ditemukannya banyak peringatan yang tidak seperti biasanya terkait kemunculan titik api tahun ini, namun faktor terbesar yang menyebabkan kabut asap semakin parah di Singapura adalah pola arah angin yang terus berhembus ke arah negara kota ini.

“Kendati data sejarah menunjukkan bahwa kebakaran hutan memang dalam kondisi tidak seperti biasanya tahun ini di Sumatera, hal lain yang juga penting adalah peningkatan yang dramatis dunia internasional terhadap kebakaran ini. Banyak titik api yang tidak terdeteksi oleh orang-orang dan media diluar propinsi-propinsi yang banyak bermunculan titik api, yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Utara,” jelas WRI dalam blog post mereka. “Kali ini, semuanya berbeda -terutama akibat tiupan angin dan pola pergerakan udara yang bergerak menuju ke Singapura.”

“Arah angin bergerak mendorong kabut asap menuju ke Singapura, negara kota yang sangat padat dan merupakan pusat keuangan dunia serta media. Akibatnya kabut asap yang memasuki wilayah ini segera memancing perhatian dari dunia internasional.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,