Perairan Misool Lestari, Warga Desa Folley Diberkahi Limpahan Panen Hasil Laut

Kekuatan hukum adat dalam melestarikan alam memiliki kekuatan luar biasa dalam mengubah kehidupan masyarakat lokal. Hal ini berhasil dibuktikan di sebuah kampung kecil bernama Folley, di Kawasan Konservasi laut di Misool, Kepulauan Raja Ampat Papua. Upaya pelestarian sumberdaya alam di laut melalui sasi (hukum adat) yang dilembagakan sejak tahun 2011 silam kini telah membawa hasil bagi masyarakat kampung tersebut.

Ritual Sasi, adalah sebuah pola buka tutup larangan dalam melakukan eksplorasi perairan dalam sebuah periode tertentu. Artinya dalam satu tahun ada masa-masa dimana warga boleh menangkap ikan, dan ada saat dimana mereka dilarang untuk memberikan jeda penangkapan dan memberikan kesempatan kepada keragaman hayati untuk berkembang. Selain dengan sistem Sasi ini, mereka pun menolak menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan maupun aktivitas penangkapan yang merusak lainnya. Warga desa di Folley juga tidak lagi menggunakan terumbu karang untuk konstruksi bangunan.

Hasil panen warga desa Folley, kini bernilai 50 juta hanya dalam waktu 4 hari saja. Foto: The Nature Conservancy
Hasil panen warga desa Folley, kini bernilai 50 juta hanya dalam waktu 4 hari saja. Foto: The Nature Conservancy

Selain itu, mereka juga aktif menjaga kawasannya dengan patroli untuk menghindari masuknya nelayan-nelayan dari luar yang merusak perairan sekitar.

Hasilnya, kini masyarakat kampung Folley mulai menikmati hasil dari kerja keras mereka. Terjaganya terumbu karang, membuat ikan-ikan dan semua keragaman hayati di kawasan perairan ini berkembang biak dengan baik. Bulan Juni 2013 silam dalam pembukaan sasi perdana, kampung ini bahkan berhasil memanen teripang senilai 50 juta rupiah dalam rentang waktu 4 hari sejak sasi adat dan gereja pada lokasi seluas 82 hektar.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa hasil tangkapan masyarakat selama buka sasi untuk teripang mencapai 1338 ekor dengan panjang rata-rata mencapai 15-20 cm. Selama sasi tersebut dibuka, tercatat 20 nelayan yang memanen selama 4 hari dengan rata-rata tangkapan setiap perahu mencapai 67 teripang per malamnya.

Tak hanya melimpah, hasil panen juga memiliki ukuran yang luar biasa. Foto: The Nature Conservancy
Tak hanya melimpah, hasil panen juga memiliki ukuran yang luar biasa. Foto: The Nature Conservancy

Tokoh adat kampung Folley, Yohanes Fadimpo menyampaikan lewat rilis media kepada Mongabay-Indonesia, “Hasil ini sangat memuaskan karena sejak tahun 2011 masyarakat adat di kampung Folley telah berinisiatif untuk melestarikan sumberdaya alam laut mereka melalui sasi, dan tradisi ini kami pertahankan untuk menjaga sumberdaya laut agar tetap berlimpah.”

Hal senada diungkapkan Direktur Program Kelautan TNC Indonesia, Abdul Halim, “Dari data yang telah kami kumpulkan, hasil buka sasi perdana ini melebihi perkiraan kami sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa penerapan sasi dan zonasi terbukti memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat serta memiliki peran penting untuk keberlanjutan sektor perikanan tradisional.”

Pada bulan November 2012 silam, Masyarakat adat Pulau Misool mengukuhkan kepedulian mereka kepada pelestarian sumberdaya laut melaui upacara adat Timai untuk mendeklarasikan zonasi KKLD Misool Timur Selatan yang mencakup luasan sebesar 366.000 hektar. Dari luas total KKLD tersebut, sekitar 82 hektar didedikasikan untuk menjadi wilayah sasi oleh masyarakat kampung Folley.

Keindahan perairan Raja Ampat. Foto: Sangeeta/The Nature Conservancy
Keindahan perairan Raja Ampat. Foto: Sangeeta/The Nature Conservancy

Kepulauan Raja Ampat terletak di bagian ujung barat laut Provinsi Papua Barat, tepat di jantung Segitiga Terumbu Karang yang diakui sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Kajian ekologis yang dilakukan TNC dan Conservation International (CI) menunjukkan bahwa Raja Ampat merupakan rumah bagi 75% jenis terumbu karang di dunia dengan 553 jenis terumbu karang dan 1.437 jenis ikan karang.

Di tahun 2006, pemerintah daerah Raja Ampat, bersama masyarakat lokal, TNC dan CI, menjadi pemerintah kabupaten pertama di Indonesia yang mendeklarasikan sebuah Jejaring Kawasan Konservasi Perairan  Daerah (KKLD).

Kawasan konservasi ini secara global telah diakui sebagai sebuah perangkat yang efektif dalam menopang perikanan yang berkelanjutan, melindungi habitat laut penting dan menjamin mata pencaharian masyarakat lokal. Saat ini terdapat tujuh KKLD dalam jejaring yang meliputi lebih dari 1 juta hektar wilayah pesisir dan laut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,