Bali: Not For Sale…!

Kawasan persawahan di desa Junjungan, Ubud, Bali, mendadak meriah pada pekan lalu. Sekitar 50 lelakut (orang orangan sawah) dengan beragam kreasi, menambah semarak suasana di areal sawah yang sejak beberapa tahun terakhir menjadi sorotan dunia karena instalasi “Not For Sale” karya seniman setempat. Kehadiran lelakut lelakut karya para seniman Sanggar Dewata Indonesia itu menandai dimulainya even Bali Not For Sale, sebuah even kampanye lingkungan yang dikemas dalam kegiatan bernafaskan seni budaya di tengah sawah.

Diawali dengan festival lelakut yang dimulai 21 Juli 2013, kegiatan puncak yang digagas sejumlah seniman dan aktivis itu baru digelar pada 26 juli 2013. Pada puncak acara digelar bersepeda bareng, pameran foto, pembuatan kartun on the spot, kuliner lokal, hingga pertunjukan musik oleh sejumlah band Bali di tengah sawah.

“Kami ingin membuka mata mereka agar melihat kembali sawah, bermain di sana dan merasakan pentingnya sawah dalam peradaban pulau Bali. Agar menghargai profesi petani. Dan bersama-sama menjaga sawah-sawah yang tersisa di Bali, salah satu aset terpenting pulau ini,” tegas Pande Putu Setiawan, inisiator gerakan Anak Alam Bali, salah seorang panitia penyelenggara acara.

Pemuda Ubud itu menilai perkembangan yang terlalu pesat pariwisata di ubud menyebabkan sawah-sawah secara drastis banyak terjual menjadi villa-villa. “Tidak hanya oleh masyarakat Ubud, fenomena ini sebenarnya semua orang tahu dan lihat di seluruh Bali. Melalui acara ini, kami berharap agar masyarakat ingat kepada sawah dan kebudayaan lokal Bali,” jelas Pande tentang acara yang puncaknya berbarengan dengan Hari Bethara Sri berdasarkan kalender Bali.

“Kami sangat prihatin dengan semakin menipisnya persawahan Bali. Dan kita semua harus mengambil sikap. Harga tanah di Bali sudah tidak masuk akal. Pertanian sudah semakin ditinggal. Padahal itu aset terbesar pariwisata di Bali. Acara ini sebagai kritik sosial buat semua orang di Bali. Semua orang harus memiliki kesadaran, tanpa kecuali,” ujar Pande kepada Mongabay Indonesia.

Pemerintah Bali diharapkan memikirkan sektor pertanian dengan serius dengan membuat kebijakan kebijakan memihak petani dan sawah. “Sawah harus diselamatkan dengan segala cara terbaik. Jika tidak, Bali akan selesai. Bukan lagi Pulau Dewata dengan kebudayaan agrarisnya yang termahsyur,” ia menambahkan.

Pertunjukan musik di tengah sawah memeriahkan kegiatan kampanye lingkungan Bali Not For Sale di areal persawahan di Ubud, Gianyar, Bali, pada Jumat, 26 Juli 2013. Foto: Courtesy Anak Alam
Pertunjukan musik di tengah sawah memeriahkan kegiatan kampanye lingkungan Bali Not For Sale di areal persawahan di Ubud, Gianyar, Bali, pada Jumat, 26 Juli 2013. Foto: Courtesy Anak Alam

Jerinx aka JRX_SID, penggebuk drum pada band Superman is Dead yang juga penggagas dari kegiatan tersebut menegaskan bahwa kegiatan Bali Not For Sale tidak semata mengajak anak muda Bali lebih peduli pada lingkungan. Jerinx yang turut tampil di tengah sawah menegaskan banwa kegiatan tersebut juga digelar sebagai bentuk protes kepada pemerintah atas kerusakan lingkungan yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang secara terang terangan menjual Bali. Ia mencontohkan keputusan Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang memberi izin kepada perusahaan swasta untuk mereklamasi dan mengembangkan kawasan teluk benoa di selatan Bali.

“Penguasa kita ini, saya pikir, apakah cicilan pancinya nggak lunas lunas atau apa gitu. Bali ini khan kecil sekali. Reklamasi 800 hektar di sana efeknya akan kemana-mana. Pantai pantai di Bali akan abrasi dan sebagainya, itu nggak dipikirkan,” keluh Jerinx.

“Cuma mau ngasi pesan ke mereka sih kalau nggak semua rakyat Bali itu goblok. Nggak semua masyarakat Bali itu bodoh, bisa dibohongi. Nggak semua orang kena tipu. Banyak anak muda yang tahu bahwa mereka (penguasa) itu mata duitan dan mereka hanya mengejar keuntungan pribadi sebenarnya. Jadi kalau mereka terus terusan seperti itu, suatu hari akan ada revolusi besar di Bali. Ini salah stau bentuk kecil aja,” Jerinx menegaskan kepada Mongabay-Indonesia.

Dikatakan Jerinx, Bali Not For Sale cuma percikan kecil aja. “Jika mereka gak mengubah kebiasaan mereka untuk bohongi rakyat, melukai masyarakat, suatu saat revolusi akan terjadi beneran,” ujar dia.

Keterlibatan para seniman tanpa bayaran daam kegiatan Bali Not For Sale, kata Jerinx, bukan untuk mencari popularitas. “Mereka ini memang berjuang dengan tulus. Dan jika seniman-seniman ini begitu tulusnya berjuang demi alam, kenapa kita gak coba bantu mereka. Mungkin suatu saat ketika terjadi revolusi, masyarakat kita mungkin akan lebih memihak seniman dibandingkan pemerintah,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,