,

Konservasi Orangutan Harus Diseriusi

Populasi Orangutan Kalimantan, makin terancam. Kerusakan ekosistem akibat pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan dan pertambangan menjadi penyebab utama, disusul perburuan. Untuk itu, perlu penanganan serius agar orangutan tak mengalami nasib sama dengan satwa lain yang tinggal nama alias punah.

“Sebaran orangutan itu ada di luar kawasan hutan konservasi atau lindung. Yakni di HPH, perkebunan, pertambangan dan lahan milik masyarakat Populasi makin terpisah-pisah, kecil dan terisolir antara satu dengan yang lain,” kata Niel Makinuddin, saat peluncuran buku karyanya berjudul “Pohon Terakhir untuk Orangutan” di Jakarta, Kamis (22/8/13).

Dia mengatakan, strategi konservasi orangutan menuntut perubahan prioritas terutama dalam menghadapi konflik karena sebaran satwa ini terutama itu di dataran rendah.  “Kalau konteks Kalimantan, saat ini kebanyakan sudah mulai diplot untuk ekstraksi sumber daya alam. Yang lain ada pemisahan populasi dan jumlah yang disebar.  Jika ini dibiarkan akan bermuara pada kepunahan.”

Menurut Neil, seharusnya upaya konservasi itu tidak bersifat eksklusif dan hanya menjadi perhatian para peneliti. Masyarakat luas, harus diajak berperan aktif.  Dalam kesempatan ini, Neil juga menyampaikan gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan. Gagasan ini, katanya, mencoba mengkompromikan antara pertumbuhan ekonomi  dan konservasi. “Praktik nyata dalam tata ruang wilayah. Itu wujud dokumen resmi yang akan menjadi acuan penerbitan izin ekstraksi SDA. Jadi dalam setiap perancangan tata ruang wilayah, apa-apa yang direncanakan  seharusnya mengakomodasi itu.”

Namun, dia menyadari, praktik itu sulit diterapkan. Niel mencontohkan, di Kalimantan Timur, dia memperoleh testimoni dari beberapa anggota tim terpadu perancang tata ruang yang menyatakan habitat orangutan belum menjadi indikator kunci proses review dan revisi tata ruang.  “Tak heran ketika proses pemberian izin tidak mengakomodasi ini. Ketika pengusaha mendapat izin membuka lahan, biasa rentan konflik dengan orangutan. Ini merugikan dunia usaha.”

Di Kalimantan Timur, saat ini ada 1.250 izin pertambangan besar meng-cover 5 juta hektar, belum ditambah sekitar 400 izin perkebunan dengan area sekitar 3,5 juta hektar. Mayoritas izin pembukaan lahan itu di dataran rendah.“Ini menjadi tantangan penting. Kita harus memastikan dunia usaha memberikan kontribusi dalam konservasi orangutan.”

Dalam kesempatan sama, Yaya Rayadin, dosen Program Studi Konservasi Sumber Daya Hutan Universitas Mulawarman mengatakan, distribusi populasi orangutan sangat dipengaruhi kondisi habitat. Selain itu, umur tanaman pokok,  luasan kawasan yang terfragmentasi,  konektivitas kawasan dan aktivitas perusahaan di sekitar daerah sebaran populasi orangutan.

“Sebetulnya angka kerapatan orangutan ideal itu 12 individu per 1.000 hektar. Ini harus jadi acuan. Saat ini orangutan hidup pada kawasan terfragmentasi. Habitat sempit kurang dari 500 hektar.”

Yaya juga menyoroti soal perburuan orangutan. Konflik antara orangutan dengan perusahaan  atau orangutan dengan manusia, tidak hanya terjadi  di kawasan hutan primer, juga sekunder. “Awalnya diniatkan berburu rusa atau babi. Kenyataan, beberapa kasus  orangutan terjerat.”  Untuk itu, kata Yaya, perlu pelatihan teknis penyelamatan orangutan pada kawasan yang memiliki potensi konflik tinggi. Pembuatan areal konservasi dengan luasan memadai  juga penting dilakukan.

Induk orangutan tak bisa bergerak kemana-mana bersama bayi, setelah hutan di sekitar mereka habis dibabat. Foto: COP
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,