,

Tiga Pejuang Lingkungan Kembalikan Kalpataru dan Wana Lestari 3 September

Tiga pahlawan lingkungan dari Sumatera Utara (Sumut) akan mengembalikan penghargaan Kalpataru dan Wana Lestari kepada Presiden dan Menteri Kehutanan, pada 3 September 2013. Acara akan diawali di Monas, diiringi seni budaya khas Tapanuli, dilanjutkan dengan pengembalian penghargaan.

Tiga pecinta lingkungan ini adalah Marandus Sirait dari Kabupaten Samosir, Hasoloan Manik Kabupaten Dairi dan Wilmar Eliaser Simandjorang dari Kabupaten Toba Samosir. Mereka tinggal di daerah sekitar Danau Toba. Sebelum ini, pada Agustus lalu, Sirait dan Simandjorang telah mengembalikan penghargaan Danau Toba Award kepada Gubernur Sumut.

Kekecewaan paling dalam dari tiga orang ini karena praktik perusahaan hutan dan lingkungan terus terjadi dan seakan dibiarkan. Pada Mei 2013, tokoh dan raja adat dari Kabupaten Samosir, mengadukan praktik penghancuran hutan kepada Walhi. Namun, hingga kini praktik penghancuran hutan alam seluas 4.046 hektar masih berlangsung terbuka.

Masyarakat berupaya menghentikan perusakan, seperti dilakukan Simandjorang. Dia mendapat ancaman kekerasan dari karyawan perusahaan di kawasan Hutan Telle pada 16 Mei 2013. “Saya diancam parang panjang dan kamera saya dihancurkan. Padahal saya hanya pemantauan,” katanya saat mendatangi Sekretariat Walhi Nasional, Rabu (28/8/13).

Menurut dia, kasus ini pada 28 Agustus 2013 dilakukan gelar perkara oleh Polda Sumatera Utara. Dia menduga, jaringan penghancur hutan di sana terlalu kuat. “Kami harap Mabes Polri ikut memantau.”

Apa yang dilakukan tiga sahabat lingkungan ini? Sirait menanam pohon secara mandiri di atas lahan kritis seluas 40 hektar dan  pembibitan pohon langka. Sebanyak  64 ribu pohon ditanam Wilmar Eliaser bersama komunitas Desa Hoetagindjang di kawasan Gunung Pusuk Buhit. Hasoloan Manik bersama kelompok melakukan penyelamatan kawasan hutan di Dairi.

Deddy Ratih, Manager Advokasi Bioregion Eksekutif Nasional  Walhi mengatakan, mayarakat perlu komitmen pemerintah dalam penyelamatan hutan dan lingkungan. Sebab, mereka secara swadaya berupaya memperbaiki dan menyelamatkan lingkungan an hutan. “Pemerintah yang diberi tanggung jawab oleh konstitusi justru abai. Ini membuat masyarakat kecewa.”

Mukri Friatna, pengkampanye Walhi Urusan Bencana mengatakan, Danau Toba,  salah satu danau terbesar di Indonesia. Ia dikenal karena keindahan alam, hingga menjadi salah satu kunjungan wisata dan kawasan strategis. “Jika ekosistem Danau Toba terus dibiarkan rusak, apalagi yang akan disuguhkan? Apakah akan dijadikan tujuan wisata karena kerusakan alamnya?” katanya. Mukri dan Deddy, mendampingi Abetnego Tarigan,  selaku Direktur Walhi,  saat bertemu Simandjorang.

Simandjorang mengeluhkan air Danau Toba tercemar. Kini kampung-kampung sering dilanda bencana banjir dan kekeringan serta serangan kera ekor panjang. “Kami mengharapkan dukungan masyarakat Indonesia guna penyelamatan ekosistem Danau Toba. Jika dukungan meluas, mudah-mudahan ada tindakan nyata, jika tidak, Walhi mendukung penuh upaya masyarakat menempuh jalur hukum termasuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi,” ucap Mukri.

kalpataru12345-Screen Shot 2013-08-30 at 4.37.45 PM

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,