Penelitian: Palembang Salah Satu Kota Rawan Kerugian Parah Akibat Banjir

Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan pakar dari Bank Dunia bernama Dr. Stephane Hallegate memperkirakan bahwa bencana banjir yang terjadi saat ini dan di masa mendatang yang terjadi di 136 kota di pesisir atau tepi sungai, akan meningkat parah hingga 1 triliun dollar setahun jika kota-kota ini tidak melakukan proses adaptasi dan pencegahan saat ini.

“Kota di tepi perairan (baik laut maupun sungai) akan menghadapi resiko besar akibat meningkatnya permukaan air laut akibat perubahan iklim. Pertahanan yang mereka miliki saat ini tidak akan cukup kuat untuk menahan kenaikan permukaan air tersebut,” ungkap penelitian ini.

Penelitian ini juga memprediksi bahwa angka rata-rata kerugian akibat ebncana banjir akan berlipat ganda, dari 6 miliar dollar AS di tahun 2005 menjadi 52 miliar dollar AS di tahun 2050 di berbagai sektor sosial dan ekonomi, mulai dari populasi yang terus berkembang hingga nilai properti yang hilang.

Beberapa kota yang resikonya meningkat di masa mendatang adalah kota-kota yang saat ini masih belum beresiko tinggi mengalami kerugian parah akibat banjir. Kota-kota di negara-negara berkembang paling cepat meningkat resiko mereka jika kerugian banjir diukur sebagai bagian dari Gross Domestic Product (GDP) kota tersebut. Sebagian besar kota-kota ini tumbuh dengan cepat, memiliki populasi yang besar, cenderung miskin dan terbuka posisinya dari serangan badai tropis dan permukaan yang menurun.

Dalam penelitian ini 10 kota yang paling rentan mengalami kerugian parah akibat banjir jika dihitung dari GDP mereka adalah: 1. Guangzhou, Cina, 2. New Orleans, AS, 3. Guayaquil, Ekuador, 4. Ho Chi Minh City, Vietnam, 5. Abidjan, Pantai Gading, 6. Zhanjing, Cina, 7. Mumbai, India, 8. Khulna, Bangladesh, 9. Palembang, Indonesia, 10. Shenzen, Cina.

Di sebagian besar kota-kota ini, kemiskinan adalah resiko terbesar seiring dengan maraknya urbanisasi yang telah menekan wilayah ini menjadi kawasan paling rentan.

“Pertahanan di pesisir akan mengurangi rsiko banjir hari ini, namun mereka juga  menarik populasi dan aset-aset di wilayah yang terlindungi dan akan menempatkan emreka pada resiko kegagalan, atau jika mereka sudah berada dalam tahap terlalu parah,” ungkap Dr. Hallegate. “Jika mereka tidak memperbaiki sistem pertahanan secara reguler dan secara pro-aktif melakukan perbaikan maka resiko kegagalan bagi kota-kota ini akan semakin besar.”

Riset ini dilakukan sebagai bagian dari proyek OECD untuk mengeksplorasi implikasi kebijakan untuk mengatasi banjir terkait dengan perubahan iklim dan pembangunan ekonomi. Untuk memperkirakan dampak perubahan iklim di masa mendatang penelitian ini berasumsi bahwa titik tengah kenaikan permukaan air laut, termasuk akibat melelehnya lempengan es, akan mendorong kenaikan antara 0,2 hingga 0,4 meter di tahun 2050.

Akibatnya sekitar seperempat dari sekitar 136 kota yang berada di delta dan terbuka terhadap perubahan permukaan air laut, terutama dimana ekstraksi air tanah semakin memeprcepat proses alami.

Hal ini akan parah karena pertahanan terhadap banjir didesain untuk kondisi di masa lampau, bahkan kenaikan permukaan air laut yang standar akan mempengaruhi proses adaptasi yang dilakukan saat ini.  Dengan proteksi yang lebih baik sekalipun, angka kehilangan dan resiko reugian akan tetap meningkat, bahkan hingga lebihdari 50% jika banjir besar melanda.

Untuk membantu mengatasi kerugian yang lebih parah, penelitian ini menyarankan pemerintah kota membangun sistem peringatan dini, rencana evakuasi dan pembangunan infrastruktur yang lebih tahan serta dukungan finansial untuk membangun kembali perekonomian.

Minim Ruang Terbuka Hijau

Problema lingkungan Palembang saat ini, salah satunya adalah minimnya ruang terbuka hijau, yang menurut penuturan dari Walhi Sumatera Selatan jumlahnya hanya kurang dari 1,5% dan menjadi penyebab minimnya resapan air di wilayah urban. “Saat ini tidak ada lagi kawasan yang bisa dikategorikan bebas banjir di Palembang. Kalau dulu iya, kawasan A, B atau C bebas banjir, namun sekarang tidak. Nyaris semua kawasan bisa terjadi banjir saat ini jika hujan datang,” ungkap Hadi Jatmiko dari Walhi Sumatera Selatan kepada Mongabay-Indonesia. “Minimnya ruang terbuka hijau, menjadi salah satu kepedulian kami saat ini untuk diperjuangkan lebih lanjut di Kota Palembang.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,